Mohon tunggu...
Siti Nurlatifah
Siti Nurlatifah Mohon Tunggu... Guru - Domisili di Kabupaten Subang

Lahir di Jombang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Impian yang Menjadi Kenyataan

23 Februari 2020   15:47 Diperbarui: 23 Februari 2020   15:53 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah Impian yang Menjadi Kenyataan.
(Di ambil dari kisah nyata)
Oleh: Siti Nurlatifah

Aku hidup dari keluarga sederhana dengan tiga bersaudara. Orang tuaku adalah seorang loper koran sedangkan ibuku berjualan kecil-kecilan di warung depan rumah. Aku bersyukur sekali bisa meneruskan sekolah di perguruan tinggi. Tepatnya di sebuah Institut Agama Islam.

Alhamdulillah selama kuliah aku bisa sedikit meringankan beban orang tua dengan mengajar les privat anak tetangga di kos-kosan. Semenjak semester tiga sampai semester tujuh aku mendapatkan beasiswa karena memang nilai IPK ku tinggi. Begitu senangnya orang tuaku saat itu, sebab semenjak semester tiga sampai lulus tidak memikirkan biaya semester.

Tepat di semester tujuh, aku lulus kuliah di tahun 2006 non pendidikan dengan predikat cumlaude IPK 3,63. Sebelum lulus, pada tahun 2005 saat semester 6(skripsi) melamar honor di SD Negri dekat rumah tidak diterima karena belum memiliki akta 4. Padahal dulu saya alumni di SD itu dan berniat kuliah lagi ambil akta 4. Kecewa mungkin, tapi... biarlah mungkin belum rizki. Lalu setelah lulus S1 di semester 7, aku mencoba melamar honor ke Depag karena menyesuaikan ijasah, tapi belum ketrima juga, dengan alasan Depag tidak menerima honor. Saat itu aku merasakan kecewa yang ke dua kalinya..

"Aku tak boleh menyerah." gumamku. Hati tetap berniat untuk cari peluang, karena ingin membalas budi orang tua yang sudah menguliahkanku. Akhirnya, aku melamar honor di TK sebuah yayasan dan diterima.

Pada tahun 2005(saat skripsi) saya pun mulai mengabdi di TK. Dengan gaji saat itu Rp.50.000,00 per bulan. Namun saya tak hanya di TK, sambil mengajar di SD plus mapel qiroati di jam siang. Ngelesi anak juga semua aku jalani untuk menyampaikan sedikit ilmu yang saya miliki dan membahagiakan orang tua.

Setiap hari aku berangkat pagi hingga petang dengan menggoes sepeda miniku. Maklum kami tidak memiliki motor, jadi alat transportasi satu-satunya adalah sepeda mini. Lelah mungkin, namun dengan perasaan senang bisa membahagiakan orang tua dengan beberapa rupiah yang terkumpul, dapat menghilangkan rasa lelah itu.

Alhmdulillah tahun 2009 akupun menemukan jodohku dari sebuah ta'aruf perjodohan. Suamiku adalah seorang guru honor di sebuah SMP. Aku tak melihat pekerjaan suamiku, yang terpenting dia matang di ilmu agama dan bisa menjadi imam untukku. Kami berdua belum pernah saling mengenal, namun dengan izin-Nya kami menikah. Akhirnya tahun 2009 aku pindah daerah karena ikut suami.

Akhirny akupun mutasi ke TK sebuah yayasan di daerah suami. Awal pernikahan, keadaan ekonomi kami masih begitu sulit. Bahkan untuk membeli sufor saja yang harganya Rp.15.000,00 per kardus kami kesulitan.

Setiap hari kami berdua berangkat ke sekolah selalu memakai sepeda ongkel. Sebelum suami ke sekolahany, dia selalu mengantarkanku ke TK. Sementara anakku waktu itu masih usia 4 bulan aku gendong ke sekolah.

Keadaan ekonomi kami saat itulah yang membuat aku harus pindah mengajar. Aku mencoba minta izin ke suami dan mertua, supaya aku diizinkan untuk melamar di sebuah SDIT yang full day. Akhirnya tahun 2011 saya mencoba melamar di SD swasta. Alhamdulillah karena suami dan mertua mengizinkan, dengan melalui beberapa testing akupun di terima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun