Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Resensi Novel Ayah, jika Sabari adalah Calvin Wan

10 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 10 Februari 2019   06:14 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imajinasi Young Lady berkelana. Jika Sabari adalah "Calvin Wan", dia bukan hanya ayah yang baik. Tetapi juga ayah yang tampan.

Ok, beralih dari kekurangan. Lanjut ke kelebihannya ya.

Dulu, Young Lady mendeklarasikan dalam hati. Karya Andrea Hiratta yang paling favorit adalah Edensor. Tapi kini, pilihan hati Young Lady berubah. Bukan Edensor, bukan Laskar Pelangi, bukan Sang Pemimpi, bukan Maryamah Karpov, bukan Padang Bulan, bukan Sebelas Patriot, bukan Cinta Dalam Gelas, bukan Sirkus Pohon, melainkan...Ayah. Novel ini, justru bukan novel otobiografi inilah yang paling menyentuh hati. Dan yang terfavorit di hati Young Lady cantik bermata biru pastinya.

Kisah Sabari sungguh menggetarkan. Hanya kisah orang biasa, latar belakang Sabari pun sangat biasa. Tapi...sungguh, kisah itu teramat menguras hati.

Banyak scene mengharukan di novel Ayah. Misalnya, saat Sabari menuliskan pesan yang digantungkan pada seekor penyu. Walaupun dalam Bahasa Inggris yang kacau, kalimatnya amat menyentuh. Kata Sabari, Zorro akan selalu menjadi anaknya. As we know, Zorro hanyalah anak tiri. 

Kasih sayang melampaui ikatan darah. Ada pula momen saat Sabari menangis setelah membuat susu. Padahal ketika itu, Zorro telah dibawa pergi Marlena. Sisi lembut, sensitif, peka, dan perasa Sabari terangkat ke permukaan.

Banyak sisipan puisi indah di buku ini. Puisi Merayu Awan dari ayah Sabari, puisi-puisi tentang kota-kota yang disinggahi Zorro, dan masih banyak lagi. Momen indah terjadi ketika Sabari dan anak tunggalnya berbalas puisi. Andrea Hiratta kreatif, sungguh kreatif.

Novel Ayah mengajarkan tentang solidaritas dan persahabatan. Buktinya, Ukun dan Tamat rela berkeliling Sumatra demi mencari Marlena dan Zorro. Mereka lakukan itu untuk membuat Sabari bahagia. Walau mereka miskin, walau tak banyak uang yang dimiliki, mereka nekat pergi dari satu kota ke kota. Dalam perjalanan, mereka selalu ditolong orang-orang baik.

Pelajaran untuk pantang menyerah terungkap saat Sabari mengikuti lomba marathon. Kaki boleh terluka. Darah boleh membasahi aspal. Tetapi semangatnya tetap membara. Perjuangan cintanya untuk Marlena pun menunjukkan sifat untuk tidak berputus asa.

Novel yang diselesaikan selama 6 tahun ini pun mengajari kita untuk memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lucu rasanya membaca kata 'perkenan', 'kiranya', dan 'wahai' bertebaran dimana-mana. Terlebih ketika Ukun dan Tamat repot membuka-buka kamus tebal dalam perjalanan hanya untuk mencari arti kata.

Humor-humor segar memberi warna yang khas. Andrea Hiratta tebar pesona dengan stylenya. Terdapat sentuhan humor khas orang Melayu. Sesuatu yang selalu bikin kangen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun