Judul buku: Ayah
Penulis: Andrea Hiratta
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun terbit: 2015
ISBN: 9786022911029
Jumlah halaman: 412
Betapa Sabari menyayangi Zorro. Ingin dia memeluknya sepanjang waktu. Dia terpesona melihat makhluk kecil yang sangat indah dan seluruh kebaikan yang terpancar darinya. Diciuminya anak itu dari kepala sampai ke jari-jemari kakinya yang mungil.Â
Kalau malam Sabari susah susah tidur lantaran membayangkan bermacam rencana yang akan dia lalui dengan anaknya jika besar nanti. Dia ingin mengajaknya melihat pawai 17 Agustus, mengunjungi pasar malam, membelikannya mainan, menggandengnya ke masjid, mengajarinya berpuasa dan mengaji, dan memboncengnya naik sepeda saban sore ke taman kota.
Novel ini sukses membuat Young Lady cantik meneteskan air mata. Young Lady tuntas membacanya satu setengah hari, ditemani Melukis Bayangmu dari Adera. Sejak membaca karya ke9 Andrea Hiratta ini, Young Lady makin takut terpisah dari malaikat tampan bermata sipit "Calvin Wan".
Pertama kali mendapat kabar tentang terbitnya novel ini, Young Lady cantik menduga Andrea Hiratta menceritakan sosok ayahnya yang sangat ia banggakan. Asumsi Young Lady meleset. Ternyata ia menceritakan ayah tangguh bernama Sabari.
Ya, Sabari. Pria tak rupawan tapi luar biasa penyayang. Seorang pecinta sejati. Bayangkan, Sabari mencintai seorang perempuan cantik bermental player bernama Marlena. Pertemuan mereka begitu ganjil. Marlena, yang tidak jujur karena suka menyontek itu, merampas kertas ujian Sabari lalu menyalin semua jawabannya. Akibat pertemuan itulah titik balik dalam hidup Sabari.
Menurut Young Lady, Marlena perempuan beruntung tapi tak tahu diri. Beruntung karena ia dicintai pria yang begitu baik. Tak tahu diri karena ia menyia-nyiakan Sabari. Sabari melakukan apa pun untuk merebut hati Marlena.Â
Sampai-sampai dia bekerja di pabrik milik Markoni, ayah Marlena, agar bisa lebih dekat dengan perempuan binal itu. Sayangnya, apa pun yang dilakukan Sabari tak sedikit pun meluruhkan kebencian Marlena.
Puncaknya, Marlena hamil. Biasalah, akibat pergaulan bebas. Oh my God, Sabari pun bersedia menikahi Marlena! Kurang baik apa coba?
Tak hanya itu, Sabari pun mencintai anak yang dilahirkan Marlena. Zorro, nama anak itu. Meski Zorro bukan anak kandungnya. Waktu Zorro masih kecil, Sabarilah yang merawatnya. Memeluk, mendongeng, menyitir puisi, membuatkannya susu, dan mengajaknya ke taman kota tiap sore. Hello Marlena, where are you?
Perempuan stupid itu baru muncul lagi untuk mengambil Zorro. Dibawanya Zorro hidup berpindah-pindah dan menjalani masa kecil yang tak menentu. Sementara itu, hati Sabari hancur saat Zorro dibawa pergi. Ia figur ayah lembut, sabar, peka, dan perasa.
Kekurangan buku
Eits, nggak apa-apa ya Young Lady sebut kekurangannya dulu. Banyak adegan tidak penting yang seharusnya bisa dibuang. Misalnya, adegan adu cepat antara Sabari yang berjalan kaki, Zuraida yang bersepeda, dan juru antar surat pengadilan yang naik motor.Â
Lalu adegan perdebatan tak penting Ukun vs Tamat, mestinya bisa dihilangkan. Tokoh-tokoh figuran tak penting pun akan lebih baik bila ditiadakan saja supaya cerita bisa lebih fokus pada Sabari, Izmi, Zuraida, juru antar surat, Jon gitaris, dan Makmur Manikam. To be honest, kehadiran mereka mengganggu Young Lady saat membacanya. Young Lady ingin terus terfokus pada Sabari.
Lalu, eksplorasi interaksi Zorro dan Sabari masih kurang banyak. Jika pola hubungan ayah dan anak itu bisa diperdalam lagi, dan intensitasnya dinaikkan lagi, akan lebih menyentuh. Kisah Sabari ini sudah sangat mengharukan.Â
Tapi, sayang sekali, porsi kekonyolan tak penting Ukun-Tamat dan kisah tokoh figuran lainnya mengurangi porsi cerita utama. Padahal Young Lady paling menyukai kisah kedekatan Sabari dengan anak semata wayangnya.
Well, entah ini disebut kekurangan atau tidak. Sorry to say, Andrea Hiratta. Sayang, sayang sekali...mengapa Sabari tidak kau buat tampan dalam cerita? Agak risih Young Lady membaca deskripsi wajah Sabari: kening seperti lutung, gigi tupai, dan telinga wajan. Oh Sabari, kau sosok ayah ideal. Akan lebih sempurna lagi bila dirimu setampan Calvin Wan. Young Lady jadi berpikir-pikir, benarkah ada pria sejelek itu di dunia?
Imajinasi Young Lady berkelana. Jika Sabari adalah "Calvin Wan", dia bukan hanya ayah yang baik. Tetapi juga ayah yang tampan.
Ok, beralih dari kekurangan. Lanjut ke kelebihannya ya.
Dulu, Young Lady mendeklarasikan dalam hati. Karya Andrea Hiratta yang paling favorit adalah Edensor. Tapi kini, pilihan hati Young Lady berubah. Bukan Edensor, bukan Laskar Pelangi, bukan Sang Pemimpi, bukan Maryamah Karpov, bukan Padang Bulan, bukan Sebelas Patriot, bukan Cinta Dalam Gelas, bukan Sirkus Pohon, melainkan...Ayah. Novel ini, justru bukan novel otobiografi inilah yang paling menyentuh hati. Dan yang terfavorit di hati Young Lady cantik bermata biru pastinya.
Kisah Sabari sungguh menggetarkan. Hanya kisah orang biasa, latar belakang Sabari pun sangat biasa. Tapi...sungguh, kisah itu teramat menguras hati.
Banyak scene mengharukan di novel Ayah. Misalnya, saat Sabari menuliskan pesan yang digantungkan pada seekor penyu. Walaupun dalam Bahasa Inggris yang kacau, kalimatnya amat menyentuh. Kata Sabari, Zorro akan selalu menjadi anaknya. As we know, Zorro hanyalah anak tiri.Â
Kasih sayang melampaui ikatan darah. Ada pula momen saat Sabari menangis setelah membuat susu. Padahal ketika itu, Zorro telah dibawa pergi Marlena. Sisi lembut, sensitif, peka, dan perasa Sabari terangkat ke permukaan.
Banyak sisipan puisi indah di buku ini. Puisi Merayu Awan dari ayah Sabari, puisi-puisi tentang kota-kota yang disinggahi Zorro, dan masih banyak lagi. Momen indah terjadi ketika Sabari dan anak tunggalnya berbalas puisi. Andrea Hiratta kreatif, sungguh kreatif.
Novel Ayah mengajarkan tentang solidaritas dan persahabatan. Buktinya, Ukun dan Tamat rela berkeliling Sumatra demi mencari Marlena dan Zorro. Mereka lakukan itu untuk membuat Sabari bahagia. Walau mereka miskin, walau tak banyak uang yang dimiliki, mereka nekat pergi dari satu kota ke kota. Dalam perjalanan, mereka selalu ditolong orang-orang baik.
Pelajaran untuk pantang menyerah terungkap saat Sabari mengikuti lomba marathon. Kaki boleh terluka. Darah boleh membasahi aspal. Tetapi semangatnya tetap membara. Perjuangan cintanya untuk Marlena pun menunjukkan sifat untuk tidak berputus asa.
Novel yang diselesaikan selama 6 tahun ini pun mengajari kita untuk memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lucu rasanya membaca kata 'perkenan', 'kiranya', dan 'wahai' bertebaran dimana-mana. Terlebih ketika Ukun dan Tamat repot membuka-buka kamus tebal dalam perjalanan hanya untuk mencari arti kata.
Humor-humor segar memberi warna yang khas. Andrea Hiratta tebar pesona dengan stylenya. Terdapat sentuhan humor khas orang Melayu. Sesuatu yang selalu bikin kangen.
Cinta dan kasih sayang tanpa batas, pelajaran terpenting dalam untaian kisah Sabari. Mencintai sampai akhir hayat. Bukan hanya Sabari pada Zorro. Tetapi juga Sabari pada ayahnya, dan Sabari pada Marlena. Zorro pada Marlena pun begitu. Sejak awal, kita akan disuguhi kehangatan cinta dari tokoh-tokohnya.
Dari sekian banyak kelebihan novel ini, hubungan ayah dan anaklah yang paling mengesankan. Young Lady cantik senang dan setuju sekali bila novel ini difilmkan. Bahkan Young Lady cantik dengan senang hati bersedia menjadi penulis skenarionya bila dilibatkan.
Andrea Hiratta satu dari sejumlah penulis terfavorit Young Lady. Novel Ayah layak dibaca para ayah, calon ayah, dan semua pria di dunia. Kompasianers, tertarikkah kalian membaca novel ini?