Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Melodi Silvi] Tiga Entitas yang Membunuh Perlahan

4 April 2018   06:01 Diperbarui: 4 April 2018   07:32 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Beri dia perhatian, dekati dan perlakukan dia seperti dulu kauperlakukan dia sebagai kakak dan adik. Dia juga butuh kamu."

"Tapi..."

"Biar aku yang urus Silvi hari ini. Kamu tenang saja."

Keraguannya terurai. Ia bangkit, mendorong kursinya ke belakang. Mengecup kening Silvi dan bergegas pergi. Silvi menatap nanar kepergian Calvin, Revan memeluk pundaknya hangat. Calvin mempercayakan Silvi pada Revan, tentu ada alasannya. Tak mungkin ia serahkan putrinya ke tangan yang salah. Lama mengenal Revan, Calvin tahu kalau pria bermata biru itu penyayang anak-anak. Sifat yang melekat pada kebanyakan pria Turki. Alhasil ia mudah saja mempercayakan Silvi ke tangan sahabatnya itu.

**      

Pagi begitu dingin dan berkabut. Udara dingin begini, Adica justru naik ke balkon dan melewatkan kesendiriannya di sana. Angin berdesis kencang, memainkan rambutnya. Ia tatap langit dengan hampa. Berharap sedihnya pergi bersama deru angin.

Pintu kaca terbuka. Syifa berjalan masuk. Meletakkan nampan berisi roti, susu, buah-buahan, dan obat. Lalu berjalan ke sisi suaminya. Merangkul pinggangnya.

"Sayang, di sini dingin sekali." ucap Syifa lembut.

Adica dan Syifa bertemu pandang. Kebisuan belum terpecah juga. Entah, sejak peristiwa itu, relasi mereka seolah menjadi begitu jauh, kaku, dan misterius. Ironis sekali. Banyak orang menganggap Adica dan Syifa sebagai pasangan serasi. Terlihat romantis, bahagia, dan sempurna. Namun kini kenyataan tak seindah persepsi publik.

"Apa kamu masih akan peduli kalau aku sakit?" tanya Adica tetiba.

"Tentu saja. Lebih dari sekadar peduli. Aku mencintaimu, Adica."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun