Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Menikah, Kalau Akhirnya Dipoligami

23 Maret 2018   05:05 Diperbarui: 23 Maret 2018   06:08 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: lifesitenews.com

Masihkah wanita ikhlas menjadi istri kedua? Atau jadi istri pertama yang diduakan? Kalau Young Lady, mengikuti lagunya Calvin Jeremy saja, takkan rela.

Young Lady tegaskan pada diri sendiri. Takkan menikah, sebab yakin dan takut pada ujungnya disakiti juga, dipoligami juga. Menghindari hal-hal tak diinginkan itu, lebih baik tak usah menikah saja selamanya.

Padahal baru kemarin ada seseorang yang menanyai Young Lady dengan wajah serius. Kejadiannya saat jam kuliah pertama kosong, dan Young Lady cantik memutuskan jalan-jalan cantik ke tempat favorit. 

Di balkon lantai empat, ada yang bertanya dengan sungguh-sungguh tentang kemauan untuk menikah. Dengan dingin, Young Lady menjawab 'tidak'. Semua pria sama saja. Jahat, tidak adil, hanya bisa menyakiti wanita. Rasulullah adalah pengecualian. Makanya beliau dibolehkan menikahi lebih dari empat istri, itu pun pengecualian. Hanya dia, Rasulullah. Karena dialah pria paling sempurna, pria pilihan Tuhan.

Kebanyakan orang lebih suka menjelek-jelekkan agama lain yang tidak dipeluknya. Jarang ada yang mau mengakui kelemahan ajaran agamanya sendiri. Namun, Young Lady berani mengakui satu kelemahan. Ajaran agama Samawi terbesar kedua di dunia ini sesungguhnya indah, superior, dan lengkap. Tapi ada satu yang disayangkan: poligami.

Poligami sangat merugikan wanita. Baik pihak yang disebut istri pertama maupun istri kedua, ketiga, dan keempat. Istri pertama dirugikan karena ia diduakan. Secara tidak langsung, pria yang menikahinya menodai janji pernikahannya sendiri. Si istri pertama harus berbagi cinta pada perempuan lain.

Istri kedua dirugikan karena ia berada di bawah bayang-bayang istri pertama. Sering kali istri kedualah yang menjadi pihak tertindas. Istri kedua tak ubahnya wanita simpanan. Keberadaannya disembunyikan, tidak boleh tampil bersama di depan publik, hanya dikunjungi bila ada kebutuhan, sering mendapat label "pelakor", dan serangkaian ketidakadilan lainnya. Seperti kata Rossa di lagunya, bulan dikekang malam, posisi istri kedua sesungguhnya dikekang. Dikekang kebiadaban makhluk bernama pria.

Kalau berani poligami, beranilah adil dan bertanggung jawab. Sayangnya, kebanyakan pria hanya berani menikahi saja. Hanya berani menjadikan wanita sebagai objek. Selebihnya, tanpa tanggung jawab dan keadilan. Yang benar-benar adil dan sempurna hanyalah Rasulullah dalam hal pernikahan. Namun, mana ada pria seperti Rasulullah di dunia? Tidak ada.

Sebuah paradoks ketika ada ajaran poligami dalam satu agama. Sedangkan agama lain malah mengajarkan selibat bagi rohaniwannya. Berani itu cantik. Beraninya Young Lady cantik bukan berarti mengungkapkan kelemahan ajaran agama lalu meninggalkannya. Tidak, sama sekali tidak ada niat melepas nikmat iman dari Allah. Hanya saja, Young Lady berusaha sportif. Mengakui bahwa ada satu poin yang lemah dan kurang adil bagi wanita.

Sebutlah tulisan cantik ini sebagai peringatan bagi wanita. Jangan sampai mereka menikah kalau pada akhirnya dipoligami. Tak usah membuat diri menderita dalam pernikahan yang mendua. Poligami hanya bisa merugikan wanita secara moril dan materil. Tidak ada manfaat dan kebahagiaannya sama sekali.

Jangan mudah mempercayai pria. Bisa saja pria kini bersungguh-sungguh menjadikan wanita sebagai satu-satunya cinta dalam hidupnya. Tetapi nanti, siapa tahu? Pria punya sejuta akal untuk membuat hati wanita terluka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun