Kampung Setu RT.003/RW.003, Jakarta - Tumpukan sampah yang terus bertambah di Kampung Setu RT 003/RW 003, Kelurahan Setu, Jakarta Timur, telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan dan kesejahteraan warganya. Kondisi lingkungan yang tidak sehat akibat penumpukan sampah rumah tangga mencerminkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan limbah, dan sekaligus menjadi penghambat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs ke-3: "Kehidupan Sehat dan Sejahtera."
SDGs 3 menggarisbawahi pentingnya kesehatan masyarakat secara menyeluruh, termasuk pencegahan penyakit, akses ke layanan kesehatan, serta perlindungan terhadap risiko lingkungan yang mengancam kesehatan. Dalam konteks lokal seperti di Kampung Setu RT 003/RW 003, pengelolaan sampah menjadi isu utama yang sangat berkaitan dengan misi global ini.
Kondisi Lingkungan yang Mengkhawatirkan
Hampir setiap sudut gang kecil di Kampung Setu RT 003/RW 003 dipenuhi oleh sampah plastik, sisa makanan, dan perabot rumah tangga yang rusak. Tidak adanya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) resmi dan minimnya frekuensi pengangkutan sampah dari dinas kebersihan membuat sampah menumpuk selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Situasi ini diperparah oleh curah hujan yang tinggi, menyebabkan sampah menyumbat selokan dan menimbulkan genangan air.
Ibu Siti , seorang ibu rumah tangga yang tinggal tepat di dekat tumpukan sampah, mengeluhkan dampaknya terhadap keluarganya. "Setiap malam anak saya susah tidur karena nyamuk. Pernah demam sampai harus dirawat. Kami sudah lapor ke kelurahan, tapi belum ada tanggapan yang jelas," ungkapnya.
Dampak Serius terhadap Kesehatan Masyarakat
Sampah yang tidak dikelola dengan baik bukan hanya menjadi masalah estetika lingkungan, tetapi juga sumber berbagai penyakit. Dr. Anindya Putri dari Puskesmas Setu menyebutkan bahwa tumpukan sampah adalah tempat ideal berkembang biaknya nyamuk pembawa virus dengue, seperti Aedes aegypti.
"Dalam dua bulan terakhir, kami mencatat peningkatan signifikan kasus demam berdarah dan infeksi saluran pernapasan atas. Banyak warga datang dengan keluhan batuk kronis dan diare, yang semua itu berkaitan erat dengan kondisi lingkungan yang tidak higienis," jelas dr. Anindya
Upaya Komunitas Bergerak Meski Terbatas
Meski minim dukungan dari pemerintah, warga tidak sepenuhnya berdiam diri. Beberapa inisiatif mulai muncul dari tingkat bawah. Setiap akhir pekan, warga mengadakan kerja bakti membersihkan saluran air dan membakar sampah yang menumpuk. Namun, solusi ini tidak menyentuh akar masalah, bahkan bisa menambah polusi udara.Â
Ketua RT, Bapak Suwartono, telah beberapa kali mengusulkan kepada pihak kelurahan untuk menyediakan TPS atau setidaknya kontainer sampah yang bisa diakses warga dengan mudah. "Kami sudah kirim surat dan proposal, juga sudah audiensi langsung. Tapi sampai sekarang belum ada jawaban pasti. Kalau dibiarkan terus, ini akan jadi bom waktu," tegasnya.
Warga juga mencoba membentuk kelompok pengelola sampah skala kecil yang mengajak warga memilah sampah dari rumah. Namun, keterbatasan alat, lahan, dan edukasi membuat program ini berjalan lambat.
Masalah Utama Pengelolaan Sampah
Masalah pengelolaan sampah di Kampung Setu RT 003/RW 003 utama disebabkan oleh kurangnya infrastruktur pendukung, seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan layanan pengangkutan sampah yang rutin dari dinas kebersihan. Akibatnya, sampah rumah tangga menumpuk di berbagai sudut lingkungan, menimbulkan bau tidak sedap, serta menjadi sarang penyakit yang mengancam kesehatan warga.
Selain itu, kesadaran warga terhadap pentingnya pengelolaan sampah masih rendah. Banyak yang masih membuang sampah sembarangan karena minimnya edukasi mengenai dampak buruk sampah terhadap lingkungan dan kesehatan. Kurangnya kebiasaan memilah sampah juga menyebabkan proses pengelolaan menjadi tidak efektif dan tidak berkelanjutan.
Kondisi ini semakin diperburuk oleh minimnya dukungan dari pihak pemerintah setempat. Tidak adanya program konkret dari kelurahan atau dinas terkait serta keterbatasan dana operasional membuat inisiatif warga dalam menangani masalah ini sulit berkembang secara maksimal. Tanpa adanya dukungan yang memadai, masalah sampah di wilayah ini tetap menjadi persoalan yang belum terselesaikan.
 Solusi dari Komunitas: Bank Sampah dan Edukasi Lingkungan
Salah satu inisiatif warga yang patut diapresiasi adalah pembentukan bank sampah mini oleh kelompok pemuda setempat yang dipimpin oleh Pak Amud. Bank sampah ini mengajak warga memilah sampah organik dan anorganik, lalu menukarkannya dengan poin atau insentif kecil.
"Kami mulai dari 10 rumah, sekarang sudah ada sekitar 35 rumah yang ikut. Sampah plastik kami kumpulkan, lalu kami jual ke pengepul. Uangnya kami gunakan untuk beli alat kebersihan bersama," tutur Pak Amud.
Program ini tidak hanya membantu mengurangi volume sampah, tetapi juga meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya pengelolaan limbah yang berkelanjutan. Edukasi dari rumah ke rumah pun mulai digalakkan, termasuk melibatkan anak-anak dalam lomba lingkungan bersih sebagai cara membentuk kesadaran sejak dini.
Peran Pemerintah: Intervensi Nyata yang Dinantikan
Untuk mencapai SDG 3, dukungan nyata dari pemerintah menjadi kunci. Pemerintah daerah harus segera meninjau ulang sistem pengelolaan sampah di kawasan padat penduduk seperti wilayah Setu RT 003/RW 003. Langkah-langkah prioritas yang harus dilakukan antara lain:
- Penyediaan TPS dan Armada Sampah
- Dinas Lingkungan Hidup harus menempatkan TPS yang layak dan menjadwalkan pengangkutan sampah secara rutin.Program Edukasi Terpadu
- Melalui kerja sama dengan PKK, karang taruna, dan sekolah, pemerintah bisa menggelar pelatihan dan kampanye pemilahan sampah.
- Dukungan untuk Inisiatif Lokal
Pemerintah dapat memberikan insentif dan bantuan fasilitas bagi bank sampah dan komunitas pengelola limbah berbasis RT/RW. - Digitalisasi Pengawasan Sampah
Aplikasi pelaporan sampah atau layanan pengangkutan berbasis komunitas dapat diterapkan agar penanganan lebih cepat dan transparan.
Tantangan dan Harapan
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan masih terus membayangi. Mulai dari rendahnya partisipasi warga karena sikap masa bodoh, koordinasi antar lembaga yang belum sinkron, hingga anggaran yang belum memadai. Namun demikian, harapan tetap ada.
Dengan partisipasi aktif masyarakat dan respons cepat dari pemerintah, masalah ini bukan hal yang mustahil untuk diselesaikan. Langkah kecil seperti memilah sampah dari rumah, tidak membuang sampah sembarangan, dan ikut aktif dalam kegiatan lingkungan bisa menjadi fondasi dari perubahan besar.
Peran Pengelolaan Sampah dalam Mendukung (SDGs) 3
Sustainable Development Goals (SDGs) 3 fokus pada upaya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua usia, tidak hanya melalui pengobatan, tetapi juga pencegahan penyakit dan peningkatan kualitas hidup. Pengelolaan sampah yang efektif menjadi bagian penting dalam menciptakan lingkungan sehat yang bebas dari penyebaran penyakit dan layak untuk ditinggali.
Dengan sistem pengelolaan sampah yang baik, risiko penyakit menular dapat diminimalkan, kualitas udara dan air terjaga, serta tercipta lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya.
Seruan Aksi Saatnya Bergerak Bersama
Warga RT 003/RW 003 berharap suara mereka didengar. Tidak cukup hanya kerja bakti dan kampanye, dibutuhkan solusi sistemik dan dukungan dari semua pihak: pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat itu sendiri. Program lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan lokal.
Lingkungan yang bersih dan sehat bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar setiap warga. Dalam rangka mendukung SDGs 3, semua elemen masyarakat harus bersatu untuk menciptakan perubahan nyata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI