Mohon tunggu...
Asiana R
Asiana R Mohon Tunggu... -

born to be a pro justice

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok: Why I "Love" Him

1 Agustus 2013   02:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:46 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Makin banyak yg menyerang Ahok, makin simpati yg dalam saya sama Ahok, kalau tak bisa disebut jatuh "cinta". Ahok lelaki egaliter sejati, bicara to the point dan substansial, logis dan masuk akal. Bagi orang di luar dirinya yg terbiasa dibungkus oleh jubah 'tata-krama-sopan-santun-ewuh-pakewuh-segan-sungkan-lenggak-angguk-merem-melek-lemes-lunglai-gemulai-lebai-konservatif-primitif-klepek-klepek" .... ya pasti sakit jantung dibuat Ahok.  Jangan2 yg sakit jantung malah bisa langsung koit.

Mau melihat DKI berubah, maju, aman, tertib, harmonis, indah, sejuk, damai, sejahtera??

DKI butuh orang seperti Jokowi dan Ahok.

Tapi membuat DKI maju seperti harapan dan cita2 warga DKI lewat tangan2 seperti sosok Ahok memang tdk mudah dan segampang membalik telapak tangan. Jalan ke sana masih panjang, berliku dan berduri. Kita sudah dan akan terus melihat perlawanan2 kaum "status quo" masa lalu yg tentu tidak dengan begitu saja rela "digerus" perubahan yg dihembuskan Jokowi dan Ahok. Kelompok2 BSH (barisan sakit hati) yg selama ini kenyang dengan fasilitas KKN dan perlindungan premanisme akan terus bergeliat dan bergerilia bagaimana sebisa mungkin mempertahankan fasilitas itu. Hanya waktu kelak yg akan membuktikan apakah Jokowi dan Ahok dicatat sejarah sebagai pemenang atau sebagai pecundang.

Ada fenomena yg menarik terjadi di beberapa kalangan warga, termasuk juga pada media massa.  Ahok mendapat tidak sedikit kritikan dengan gaya verbalnya yg tanpa tedeng aling2 itu. Ahok dituding kasar dan tidak berperikesantunan.  Masyarakat yg selama ini terbiasa dininabobokkan dengan lagu sopan-santun memang terkejut2 melihat ceplas ceplosnya bicara gaya Ahok, yg tidak hanya to the point, tapi juga langsung menikam tajam.

Bagi saya pribadi, betapapun Ahok dinilai kurang sopan, kasar dan tak punya perasaan, hal itu tidak mengurangi dukungan saya pada Ahok, sepanjang apa saja yg dikatakannya - dan ternyata - terbukti valid, substansif, logis dan masuk akal.

Bagi saya, dan siapa saja yg merindukan kebenaran dan kejujuran di atas segalanya, maka sudah sepantasnya cara komunikasi Ahok harus tetap mendapat dukungan, dia tidak harus dinilai apakah dia sopan atau tidak.  Sejarah republik ini sdh mencatat bahwa anak bangsa ini - di tengah2 sikap budaya sopan-santunnya - ternyata terbukti GAGAL TOTAL menjadikan aturan dan hukum sebagai raja.  Namun kehadiran Jokowi dan Ahok untuk sementara telah menunjukkan pada kita bahwa dalam tubuh dua pemimpin ini supermasi hukum dan aturan mulai menunjukkan sisi ciri keberhasiln yg positif.

Indonesia secara umum dan DKI khususnya sdh terlalu lama di jurang lumpur kekuasaan premanisme yg menginjak2 harkat keadilan dan kewibaan hukum, oleh sebab itu sdh tiba waktunya detik ini juga setiap warga yg berhati jernih dan bersih, yg bermimpi Jakarta bisa indah dan maju serta penuh ketertiban, jangan lagi menjadikan isu SOPAN SANTUN sebagai perisai utk menutupi kejahatan terselubung, kejahatan yg melawan cita2 kemajuan pembangunan yg digagas dan dikerjakan Jokowi dan Ahok.

Selama ini sopan santun ada selalu di sekeliling kita, ada pada pejabat2, tapi faktanya gurita korupsi yg mereka berikan bagi DKI. Sopan santun bukan isu, tapi apakah warga DKI melanggar atau taat pada azas hukum?

Seseorang mestinya tdk bicara soal sopan santun ketika bentuk2 pelanggaran hukum masih ada pada dirinya.  Sopan santun bukanlah isu dan sama sekali tidak relevan.  Adalah hal yg tdk pada tempatnya juga apabila  menasihati org lain supaya berlaku sopan, sementara sejarah membuktikan dengan sopan-santun toh selama ini DKI diganyang sama preman dan koruptor.

Bersama Jokowi dan Ahok, kita tak akan membiarkan hal itu terus terjadi lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun