Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kejawen

15 April 2014   09:29 Diperbarui: 14 Agustus 2015   17:49 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyatukan golongan santri dan golongan kejawen memang tak gampang. Kejawen adalah suatu filsafat yang berlandaskan pada ajaran yang dianut oleh para filsuf jawa. Ajarannya universal melekat dan berdampingan dengan ajaran yang dianut pada zamannya dan lebih cenderung dekat dengan ajaran kebatinan dan sekuler. Naskah kuno kejawen yang selama berperan sebagai kitab tidak dengan tegas menyebut diri sebagai suatu agama. Jadi dengan golongan santri dan kejawen bukan suatu hal yang mustahil bisa hidup berdampingan dan tak mencari pembenaran satu dan lainnya.

Orang jawa mengakui Keesaan Tuhan yang menjadi inti ajaran kejawen. "Manunggaling Kawula Lan Gusthi" (bersatunya Hamba dan Tuhan). Kaum kejawen juga realif taat dengan agamanya tetapi tetap menjaga jatidirinya seperti dalam filsafat jawa yang mendorong untuk taat. Terutama dalam membangun tata krama (aturan kehidupan yang mulia). Bukan hal yang lazim jika terdapat aliran filsafat jawa sesuai agama yang dianut seperti Islam kejawen, Hindu kejawen, kejawen kapitayan (kepercayaan).

Di sebut kejawen karena segala sesuatu berhubungan dengan adat dan kepercayaan suku Jawa. Biasanya bersifat umum. Misalnya pengantar dalam ibadah menggunakan bahasa jawa. Dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi , ritual, sikap serta filosofi orang orang Jawa sesuai arti kejawen sendiri yang memiliki arti spitualistis atau laku polah spiritualis Jawa seperti puasa dan bertapa. Kejawen sendiri bukan sesuatu agama karena biasanya penganut lebih melihat sebagai seperangkat cara pandang dan nilai nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku meski mirip seperti ibadah atau ritual.

Ada kemiripan dengan konfusianisme tetapi bukan dalam konteks ajarannya karena penganut kejawen tidak mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi lebih menekankan pembinaan secara rutin. Simbol simbol laku berupa perangkat adat asli Jawa. Seperti keris, wayang, pembacaan mantra mantra dengan bunga bunga tertentu dan mempunyai arti simbolik yang kemudian dimanfaatkan dengan praktek klenik dan perdukunan padahal tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.

Begitu juga di daerah sekitar tempat lahir saya, Solo. Masih banyak ajaran kejawen yang sampai sekarang masih dilakukan meski menurut pandangan saya pribadi lebih mengarah dalam pengertian lain. Lebih sebatas rutinitas pelestarian adat budaya karena saya yakin masyarakat sekarang sudah mulai pintar memilah mana saja ajaran yang baik dan mana yang buruk.

Misalnya acara tiap Satu Suro, atau pemberian sesajen di pohon pohon dan tempat tempat yang dianggap keramat. atau ketika musim panen tiba banyak petani yang melakukan ritual "metik". Itu semua hanya sebatas pesta rakyat tanpa ada maksud menyekutukan Gusti Allah Pemilik jagad raya. Apalagi sekarang arus informasi tak terbatas dan dengan mudah diakses dimana dan kapan saja. Tidak seperti dulu dimana ruang informasi begitu terbatas dan ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang sepesat sekarang. Jadi wajar jika pada masa nenek moyang kita berpegang pada kitab kitab yang ditulis pujangga.

Beberapa kali saya sempat ikut terlibat dan berpartisipasi dalam ritual adat masyarakat di sekitar tempat tinggal dan menyambut antusias perayaan tersebut misalnya kenduri ketika musim panen padi ataupun saat malam satu suro yang melakukan ritual makan makan dan kumpul di perempatan jalan sampai pagi. Ada rasa senang ketika berkumpul bersama sanak saudara meski kurang paham akan makna acara yang dilakukan. Bagi kami hanya para orang tua atau sesepuh yang paham meski mungkin mereka sendiri hanya sebatas melestarikan ritual dari ajaran nenek moyang.

Saya sendiri lebih tertarik dengan cerita dibalik ajaran ajaran yang diwariskan nenek moyang. Bukan berarti menelan mentah mentah dan mengamalkan dengan perbuatan. Hanya untuk dongeng karena sebagai kaum muda dan hidup di abad ketika ilmu teknologi berkembang begitu pesat serta canggih kita tentu bisa berpikir kritis dengan rasio dan sesuai keyakinan ajaran agama. Jika tidak begitu apa bedanya kita dengan zaman nenek moyang kita dulu.

Seperti ketertarikan saya akan kisah tentang awal perkembangan Islam di Indonesia, terutama di pulau Jawa siapa yang tak pernah mendengar tentang kisah Wallsongo dan ketika mendengar dan mengikuti ceritanya kita sepakat ada kesan mistik di dalam cerita walisonggo. dikisahkan Sunan Giri memiliki senjata bollpoint ketika diserang pasukan Majapahit. Begitu dilemparkan bollpoint tersebut berubah menjadi keris sakti, lantas menyerang dan mampu mengalahkan semua pasukan. Keris itu kemudian diberi nama Keris Kolomunyeng, Ada Kisah Sunan Kalijogo yang paling terkenal dengan kemampuannya untuk membuat tiang masjid dari tatal.

Kejawen masih akan menjadi perdebatan untuk sekarang tetapi mungkin seiring berjalananya waktu mungkin akan punah dengan sendirinya atau akan menjadi asimilasi (pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru). Hanya sebatas pelestarian budaya tanpa keyakinan dan suatu keharusan meski harus diakui sulit merubah kebiasaan masyarakat karena dari generasi ke generasi akan tetap mengalir DNA yang akan terus menurun. Begitu juga dengan kejawen.

 

 * Foto: Koleksi pribadi (Trie yas)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun