Mohon tunggu...
Lanka Asmar
Lanka Asmar Mohon Tunggu... -

Aktifitas sebagai Hakim dan Penulis Buku "Peranan Orang Tua Dalam Proses Persidangan Tindak Pidana Perjudian Yang Dilakukan Oleh Anak"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pembatalan Perdais dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 dan Permen Nomor 53 Tahun 2011

7 September 2012   09:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama maupun adat istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan.
Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan bernegara dan keberadaan Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah dimasuukkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170. Ada beberapa hal yang penting dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 :


  1. Dijelaskannya batas-batas DI Yogyakarta yaitu " DIY memiliki batas-batas: a. sebelah utara dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah; b. sebelah timur dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah; c. sebelah selatan dengan Samudera Hindia; dan d. sebelah barat dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah." (pasal 2 ayat 1)
  2. Adanya pembagian wilayah yaitu : "Wilayah DIY terdiri atas: a. Kota Yogyakarta; b. Kabupaten Sleman; c. Kabupaten Bantul; d. Kabupaten Kulonprogo; dan e. Kabupaten Gunungkidul " (pasal 3)
  3. Untuk Calon Gubernur mesti dari Sultan Hamengku Buwono dan untuk calon wakil Gubernur adalah Adipati Paku Alam (pasal 18 ayat 1) dan dijelaskan masa jabatan 5 tahun dan tidak terikat dengan 2 kali perioderisasi. " Pasal 25 ayat 1 dan 2 "Masa jabatan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan. (2) Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur tidak terikat ketentuan 2 (dua) kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah"
  4. Kemudian adanya kewenangan menteri untuk membatalkan PERDAIS dalam bentuk Keputusan Menteri. " Pasal 38 :  (1) Perdais yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, nilai dan budaya masyarakat DIY atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Menteri. (2) Pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri"


Sebelumnya dalam pasal 80 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011  (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694) dijelaskan :

Pasal 80

Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) dan ayat (3) terhadap sebagian atau seluruh materi Perda kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Presiden

Artinya ada perbedaan metode pembatalan PERDA. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011, Pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Sedangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Tentunya Dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 memberikan peluang dan wewenang kepada Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan Perda yang bertentangan dengan Kepentingan Umum, kesusilaan, nilai dan budaya masyarakat DIY atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu hendaknya Menteri Dalam Negeri lebih memperhatikan dan mempertimbangkan kehendak pemerintah daerah. Karena saat ini, di wilayah Indonesia telah banyak muncul Perda tentang penegakkan syariat Islam. Namun, seharusnya Menteri Dalam Negeri tidak mengambil langkah untuk membatalkan Perda Syariat Islam. Tapi seharusnya memberikan peluang kepada daerah yang dirasa mampu untuk menegakkan syariat Islam, menjalankan peraturan daerah tersebut. Karena bagaimana pun, dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara agama dan negara menjamin setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing. Seperti contohnya penegakkan syariat Islam di wilayah Daerah Istimewa Aceh. Peraturan Daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Daerah Aceh, justru tidak meresahkan masyarakat Aceh, malah membuat masyarakat Aceh lebih tertib dan aman.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun