Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menggeruduk Rumah Pak Mahfud: Kekalahan Sebelum Bertanding

4 Desember 2020   15:09 Diperbarui: 5 Desember 2020   08:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang negarawan tidak dibutakan oleh kepentingan kekuasaan semata, seorang negarawan tidak dapat dilepaskan dari keutamaan-keutamaan moral yang dimiliki oleh seorang manusia yang bijak dan bajik.    

Rumah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Kelurahan Bugih, Pamekasan, Jawa Timur, dikepung ratusan massa pada Selasa (1/12/2020). Aksi tersebut merupakan respons massa yang menolak rencana pemeriksaan terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. https://www.kompas.tv/article/127760/rumah-mahfud-md-dikepung-massa-polisi-sebut-pedemo-tolak-rizieq-shihab-diperiksa

Dua puluh tahun lebih sejak reformasi 98, kita disuguhi dengan berbagai tontonan   demokrasi yang sangat dinamis yang kadang kebablasan. Bahkan kerap kali dipertontonkan cara-cara kekerasan untuk memenangkan tujuan dengan menggunakan kekuatan massa. Sungguh ironis ketika Bangsa Indonesia sudah berhasil diakui sebagai negara besar yang menggunakan sistem demokrasi dalam hubungan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat namun masih ada tokoh yang melegalkan cara-cara kekerasan dengan menggelar kekuatan massa untuk mencapai goal pribadi maupun organisasi yang dipimpinnya.

Seorang yang berjiwa negarawan adalah tokoh panutan yang sejatinya akan memberikan didikan dan tuntunan yang benar berdasarkan prinsip-prinsip yang disepakati bersama oleh segenap anak bangsa, dan menjalankannya dengan berpedoman pada nilai-nilai utama yang disepakati sebagai konsensus bersama, menuju kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat yang baik. Tidak dibutakan oleh kepentingan kekuasaan semata, seorang negarawan tidak dapat dilepaskan dari keutamaan-keutamaan moral yang dimiliki oleh seorang manusia yang bijak dan bajik. Mengetahui perbedaan ini adalah sentral bagi pendidikan politis dalam masyarakat kita (Sumber).

Perbedaan pandangan dalam kehidupan adalah hal yang lumrah terjadi, karena setiap orang memiliki persepsinya sendiri dalam melihat suatu masalah. Demikian pula setiap orang juga memiliki tujuan-tujuan pribadi yang mungkin membutuhkan legitimasi massa sehingga tujuan itu tercapai dan diakui oleh semua orang, sebuah kemenangan yang memuaskan. Hal ini pun lumrah bahkan kerap kali terjadi dalam panggung politik bangsa kita, lihat saja contoh paling fresh pada debat online di televisi oleh para pasangan peserta Pilkada.

Sejujurnya rakyat butuh teladan yang benar dari para tokoh yang ingin mendapatkan legitimasi dari masyarakat luas dengan menggunakan cara-cara yang cerdas dan humanis, bukan dengan indoktrinasi pemanfaatan dalil agama, kesukuan, ras, ataupun ancaman dalam dikotomi anggota kelompok dibela atau bukan anggota kelompok dimusuhi. Atau menggunakan permainan rendahan sebagai korban dari pihak lawan alias playing victim demi meraih simpati massa (Sumber).

Peristiwa penggerudukan rumah orang tua Menko Polhukam Bapak Mahfud MD adalah peristiwa yang sangat memiriskan hati (Sumber). Sebuah potret buruk kegagalan pemimpin dalam mencerdaskan para pengikutnya untuk hidup bernegara dan berbangsa yang benar. Ketidakmampuan untuk membedakan dimana ajang "pertempuran politik" berada, siapa yang menjadi subjek "lawan politik" dan bagaimana memainkan strategi yang elegan sedang dipertontonkan di hadapan masyarakat bangsa ini.

Apakah dengan menggeruduk rumah seorang Ibu Sepuh berusia 90 tahun akan memberikan efek rasa gentar kepada lawan politik dan masyarakat kelas bawah? Bukankah tujuan dari aksi ini adalah mengalahkan lawan dan siapapun yang menentang dengan menebar ketakutan, menebar ancaman fisik, ancaman verbal, merontokkan mental, dan mengalahkan lawan dengan mempermalukannya supaya tidak ada lagi yang berani memiliki pendapat berbeda dan menentang.

Alih-alih orang menjadi takut, justru yang ada adalah cemooh, gerutu, dan kemuakan khalayak ramai. Ketidakelokan yang mencoreng muka sendiri.
Dari sini kita belajar bahwa petarung politik yang ksatria adalah yang tahu siapa lawannya dan dimana medan pertandingannya. Tidak asal menggunakan segala cara yang justru menguliti dan mempermalukan diri sendiri.

Ayolah beri rakyat pendidikan politik yang benar, ajari cara mengelola perbedaan pendapat, pandangan, dan prinsip dengan cara-cara yang bermartabat. Yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani..syukur bage nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake (kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berlagak berani..syukur bila memegang prinsip menggeruduk tanpa massa, menang tanpa mempermalukan lawan). Sejujurnya tontonan ini bak pertandingan yang tidak lagi menarik, sebab lawan sudah kalah bahkan sebelum pertandingan dimulai. Maka selanjutnya biarlah masyarakat yang memutuskan siapa tokoh yang berjiwa negarawan bukan semata-mata politikus yang sarat dengan berbagai manuver untuk meraih kepentingan golongan, kemenangan dan kekuasaan.

Salam sehat..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun