Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

SEA Games adalah Sebuah Kegembiraan di Masa Kecil Kami

9 Desember 2019   07:30 Diperbarui: 9 Desember 2019   07:34 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Berlangsungnya perhelatan SEA Games adalah sebuah pekan kegembiraan bagi kami ketika itu. Mengapa demikian?

Waktu saya SD, hanya ada TVRI di layar televisi. TVRI baru memulai siaran sekitar jam setengah lima sore, diawali dengan berita daerah dari TVRI Yogyakarta. Pada saat berlangsungnya SEA Games, jam siaran TVRI berubah, bisa saja dimulai dari pagi sekitar jam 9, saat ada jadwal pertandingan, hingga malam.

Sepulang sekolah, sampai di rumah sekitar jam satu siang, kami buru-buru menghambur ke ruang tengah, mencoba menyalakan televisi, siapa tahu ada pertandingan yang sedang berlangsung. Kalau kami sedang beruntung sehingga layar televisi bukan berisi "pasukan semut", kami pun berteriak-teriak, "Ada SEA Games ...... Ada SEA Games ....."

No sinetron, no prank, no remote

Saat itu layar televisi benar-benar "dikuasai" oleh SEA Games. Tidak ada sinetron sampah. Tidak ada guyonan garing penuh body shaming. Tidak ada prank ampas dan tampilan gaya hidup para seleb. Tidak ada acara yang bisa menjegal, kecuali tentu saja Laporan Khusus.

Dan yang pasti, pada waktu itu tidak ada pertengkaran karena berebut remote. Semuanya satu dukungan, untuk Indonesia. Kalau punya remote juga, mau pindah channel kemana? Waktu itu di gelombang VHF hanya ada dua pilihan, TVRI Yogyakarta dan TVRI Surabaya.

Tapi kalau mau nonton TVRI Surabaya, mesti memutar antena VHF, yang lebarnya segede gaban. Di masa itulah terbukti slogan "TVRI menjalin persatuan dan kesatuan". Lha wong adanya cuma TVRI, siapa yang bakal rebutan remote?  

Apa pun cabang olahraga yang sedang berlangsung, kami dukung. Kami bersorak, meski tak selalu paham aturan permainannya. Misalnya saja, ketika nonton tinju, kami tak ngerti betul, kalau hitungan jumlah pukulan yang masuk, untuk menentukan pemenang.

Tahunya kami waktu itu, di cabang tinju kalau mau menang ya musti bisa bikin jatuh lawan. Kadang gemes juga nonton tinju, kok jarang ada yang jatuh. Ya namanya saja tinju amatir. Bukan Muhammad Ali lawan George Foreman.

Nonton cabang anggar, lebih gemes lagi. Kok mesti pakai maju mundur segala, ndak langsung dihantam saja, kelamaan .....

Kami mungkin tak ingat lagi nama atletnya. Kami mungkin tak ingat lagi berapa persis skornya. Tapi kami ingat perjuangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun