Mohon tunggu...
GUSTI NGURAH ALIT TRIANGGA
GUSTI NGURAH ALIT TRIANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi D4 Kimia Terapan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perayaan Hari Raya Pagerwesi : Makna, Tradisi, dan Nilai Spiritual dalam Kehidupan Hindu

28 September 2025   08:52 Diperbarui: 28 September 2025   08:52 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya dan tradisi keagamaan. Salah satu perayaan penting dalam agama Hindu yang diperingati khususnya oleh masyarakat Hindu di Bali adalah Hari Raya Pagerwesi. Pagerwesi merupakan salah satu hari raya yang penuh makna spiritual, di mana umat Hindu memperingatinya sebagai momen untuk memperkuat benteng diri dari berbagai pengaruh negatif yang dapat mengganggu kehidupan lahir dan batin. Dalam ajaran Hindu, Pagerwesi memiliki arti yang mendalam dan sarat dengan filosofi kehidupan yang relevan, bukan hanya bagi umat Hindu, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin memahami nilai-nilai spiritual dalam kehidupan.

Hari Raya Pagerwesi berasal dari kata pager yang berarti pagar atau pelindung, dan wesi yang berarti besi. Secara harfiah, Pagerwesi berarti "pagar besi". Pagar besi di sini melambangkan perlindungan yang kuat dan kokoh. Dalam konteks kehidupan spiritual, pagar besi adalah simbol dari keyakinan, pengetahuan, dan kebajikan yang harus dibangun oleh setiap individu agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif seperti kebodohan, kejahatan, dan godaan duniawi. Dengan demikian, Pagerwesi mengajarkan pentingnya memperkuat diri, baik secara rohani maupun jasmani, untuk menghadapi segala tantangan hidup.

Perayaan Pagerwesi jatuh pada Rabu Kliwon Wuku Sinta, yaitu sehari setelah Hari Saraswati. Hari Saraswati sendiri adalah perayaan untuk menghormati Dewi Saraswati, dewi pengetahuan, seni, dan kebijaksanaan. Hubungan antara Saraswati dan Pagerwesi sangat erat, karena setelah mendapatkan pengetahuan dan kebijaksanaan pada Hari Saraswati, umat Hindu diajak untuk memperkuat dan menjaga pengetahuan tersebut agar tidak hilang atau disalahgunakan. Ibarat sebuah rumah yang indah, setelah dibangun dengan penuh usaha, rumah tersebut harus dijaga dan dilindungi dengan pagar yang kokoh agar tidak mudah dirusak oleh pihak yang berniat jahat. Begitu pula pengetahuan dan kebijaksanaan yang sudah diperoleh harus dijaga dengan baik agar bisa membawa manfaat dalam kehidupan.

Dalam ajaran Hindu, Pagerwesi juga sering dihubungkan dengan konsep peperangan antara kebaikan dan keburukan. Kebaikan dilambangkan oleh Dewa Siwa atau Sang Hyang Pramesti Guru, sedangkan keburukan dilambangkan oleh Bhuta Kala, yaitu kekuatan negatif yang bisa merusak kehidupan manusia. Oleh karena itu, Pagerwesi menjadi momen bagi umat Hindu untuk mengintrospeksi diri, membersihkan pikiran dari niat buruk, serta memperkuat tekad dalam menempuh jalan kebaikan. Melalui ritual dan persembahan yang dilakukan, umat Hindu memohon perlindungan kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan kekuatan dalam menghadapi godaan serta mampu mempertahankan kebajikan dalam kehidupannya.

Tradisi perayaan Pagerwesi biasanya dimulai sejak pagi hari. Umat Hindu melakukan persembahyangan di rumah, pura keluarga, dan pura desa. Persembahyangan dilakukan dengan penuh rasa tulus ikhlas sebagai ungkapan syukur atas perlindungan yang telah diberikan Tuhan. Umat Hindu juga membawa banten atau sesajen yang berisi berbagai jenis makanan, bunga, dan simbol-simbol lainnya yang memiliki makna tertentu. Banten ini tidak hanya sebagai persembahan fisik, tetapi juga melambangkan pengorbanan, ketulusan, dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.

Selain di rumah dan pura keluarga, Pagerwesi juga dirayakan di pura besar yang disebut Pura Kahyangan Tiga, yang terdiri dari Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Setiap pura memiliki fungsi dan makna yang berbeda. Pura Desa sebagai tempat pemujaan Dewa Brahma, Pura Puseh untuk Dewa Wisnu, dan Pura Dalem untuk Dewa Siwa. Ketiga pura ini melambangkan tiga aspek utama dalam kehidupan, yaitu penciptaan, pemeliharaan, dan pelebur atau pengembalian ke asal. Dengan melakukan persembahyangan di ketiga pura tersebut, umat Hindu diingatkan akan siklus kehidupan yang terus berputar, sehingga manusia harus selalu menjaga keseimbangan dalam segala aspek kehidupan.

Salah satu ciri khas Pagerwesi adalah suasana yang penuh kekhusyukan dan kebersamaan. Pada hari ini, keluarga besar biasanya berkumpul untuk melakukan persembahyangan bersama. Setelah ritual selesai, mereka akan menikmati hidangan tradisional yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hidangan ini sering kali berupa makanan khas Bali seperti lawar, sate lilit, dan nasi kuning. Tradisi makan bersama ini bukan sekadar mengenyangkan perut, tetapi juga memperkuat ikatan kekeluargaan dan kebersamaan dalam kehidupan sosial. Nilai gotong royong dan rasa saling menghormati sangat terasa dalam momen ini, sehingga Pagerwesi juga berfungsi sebagai ajang mempererat hubungan antaranggota keluarga dan masyarakat.

Filosofi yang terkandung dalam Pagerwesi sangat relevan dengan kehidupan modern saat ini. Dalam era yang penuh tantangan, di mana informasi begitu mudah diakses dan pengaruh negatif dapat dengan cepat masuk ke dalam kehidupan seseorang, setiap individu membutuhkan "pagar besi" untuk melindungi diri. Pagar besi tersebut dapat berupa prinsip hidup yang kuat, pengetahuan yang benar, serta kebajikan yang dijunjung tinggi. Dengan memiliki pagar besi yang kokoh, seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh arus negatif seperti berita bohong, pergaulan yang merugikan, atau godaan materialisme yang berlebihan.

Selain itu, Pagerwesi juga mengajarkan pentingnya introspeksi diri. Umat Hindu diajak untuk melihat kembali ke dalam diri, mengevaluasi perbuatan yang telah dilakukan, serta bertekad untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Introspeksi ini merupakan langkah awal dalam memperkuat spiritualitas dan menjaga keseimbangan hidup. Dengan introspeksi, seseorang dapat mengenali kelemahan dan kekuatan dirinya, sehingga ia bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi.

Dalam konteks yang lebih luas, Pagerwesi juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan alam. Umat Hindu percaya bahwa manusia, alam, dan Tuhan saling terhubung dalam satu kesatuan yang disebut Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kebahagiaan, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia dengan sesama (pawongan), dan manusia dengan lingkungan (palemahan). Dalam perayaan Pagerwesi, konsep ini diwujudkan melalui persembahan yang tidak hanya ditujukan kepada Tuhan, tetapi juga kepada alam sekitar. Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai bagian dari kehidupan yang seimbang.

Perayaan Pagerwesi tidak hanya menjadi momen ritual keagamaan, tetapi juga sarana pendidikan spiritual bagi generasi muda. Melalui Pagerwesi, nilai-nilai seperti kebajikan, disiplin, tanggung jawab, dan rasa hormat diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak diajak untuk ikut serta dalam upacara dan kegiatan keagamaan agar mereka memahami makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, Pagerwesi berperan penting dalam menjaga kelestarian budaya dan tradisi Hindu, sekaligus memperkuat identitas spiritual umatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun