Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Jendela Gerbong Kereta

25 Agustus 2019   09:53 Diperbarui: 25 Agustus 2019   10:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berawal dari sekelabat pemikiran sederhana, tulisan ini dimulai.

Agustus ini, perjalanan saya di mulai. Dengan diiringi rangkain merah putih di sepanjang jalan, kisah-kisah baru kembali terajut. Sebagai pelengkap hikmah yang akan disusun. 

Menemui teman lama, menyambangi guru-guru semasa sekolah, hingga bertemu orang-orang baru. Ada kisah di tiap tempat, maka begitu pula perjalanan. Ada kisah dan pandangan baru tersemat di sana. Mari saya ceritakan.

Sepanjang titian jalur kereta api, dalam perjalanan Surabaya-Malang terlihat pemukiman penduduk. Masih sama dari tahun ke tahun. Terpikir kemudian, bagaimana rasanya tinggal tepat di samping lajur kereta api? Yang bahkan hampir tiap jam dilalui itu?

Kemudian angan menjawab dengan berbagai khayalan. Membayangkan seberapa berisiknya -pasti berisik sekali-, bahkan kedatangan kereta itu memberi efek getar bagi penghuni rumah. 

Belum lagi, keselamatan yang dipertaruhkan. Tidak sedikit kasus kecelakaan terjadi di sepanjang rel kereta, entah siapa yang akhirnya bertanggung jawab akan hal itu.

Lagi. Angan membawa pada kemungkinan-kemungkinan lain. Tentang, peran pemerintah sebelum membangun lajur kereta api. Apakah melakukan "izin" pada masyarakat sekitar? 

Apakah masyarakat mengizinkan? Apakah terjadi pemaksaan pembangunan? Lalu? Apakah UU Negara mengatur pembangunan ini seperti mengatur perizinan pembukaan lahan tambang? Ah, rasa-rasanya jawaban-jawaban itu harus melalui terjun lapangan langsung. Tapi, yang saya tau. 

Memang ada, sebagian pihak yang menolak menjual lahan nya bagi pembangunan infrastruktur negara. Sebagian yang lain melepaskan dengan iming-iming ganti yang ditawarkan. Apapun itu, semua berhak memilih keputusan yang dianggap paling baik. 

Pemerintah pun rasa-rasa nya tak berhak memaksa, karena ada hak tanah bagi masyarakat Indonesia. Jalan tempuh selanjutnya adalah bagaimana komitmen diri mengolah dan mengembangkan lahan tersebut sebermanfaat mungkin. Bagi dirinya, keluarganya, koleganya dan bagi Indonesia sendiri tentunya.

Perjalanan saya terus berlanjut, masih menyisakan banyak tanya tentunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun