Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar dari Pengemis

23 Maret 2019   23:43 Diperbarui: 23 Maret 2019   23:49 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki tua itu perlahan melangkahkan kakinya kesudut-sudut keramaian kota, perlahan tikar yang dibawana dalam tas kresek hitam dikeluarkannya. Tak lupa mangkuk kecil selalu mengiringi. Hentakan kaki dari setiap langkah manusia, dengan terburu-buru melintas didepan lelaki tua itu. Mukanya kusut kering, rasa melas terpancar dalam balutan wajah kusutnya, hanya mengharap rasa iba dari setiap orang yang melintas dihadapannya.

Tangan yang kurus kering itu dijulurkannya dengan mangkuk, berharap ada manusia yang punya rasa iba untuk menaruh sekumpulan receh walau sedikit. Lima ratus atau seribu perak baginya tak mengapa, rasa syukur yang terbalut dalam kata terimakasih dengan sedikit merundukkan kepala, sebagai wujud penghargaan atas setiap pemberian.

Walaupun pekerjaanyna itu, terlihat hina dipandang orang, namun bagi lelaki tua itu bukan masalah hina dan tidaknya, yang menjadi pikirannya adalah bagaimana cara untuk tetap bertahan hidup, mencari sesuap nasi di negeri yang tak lagi bersahabat dengan wong kecil.

Sulit memang menerima kenyataan harus hidup seperti itu, tak punya penghasilan yang jelas, makanpun tak pasti apalagi harus pergi keluar negeri. Baginya kehidupan ini hanyalah untuk disyukuri, karena berharap lebih hanya akan membuat angan-angan semakin tak logis.

Seperti itulah kehidupan, banyak atau sedikit yang kita miliki, tentu perlu kita syukuri yang Tuhan beri, karena disitulah kenikmatan hidup akan didapati. Denga kita mensyukuri nikmat yang sedikit maka Tuhanpun akan melimpahkan setiap nikmat yang kita miliki.

Dari lelaki tua itu kita belajar, tentang kehidupan ini, bukan persoalan banyaknya yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang Tuhan beri untuk kita syukuri, lihatlah merka disana yang duduk dikursi kemuliaan, seakan tak punya rasa syukur, dengan penghasilan dan pendapatan yang melimpah namun arus berurusan dengan hukum yang tak tahu sampai dimana ujungnya, keluargapun dibuat malu karena terbawa nama pemakan harta rakyat.
Cukuplah kita seperti pengemis, tak berharap lebih atas apa yang diberi, walaupun sedikit rasa syukur dinikmati, dan tentu mengemis kita hanyalah pada Tuhan sebagai tempat kita meminta dan mengharap pemberian dari-Nya.

Oleh: Masykur ibn Suyuti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun