Mohon tunggu...
Lalu Abdul Fatah
Lalu Abdul Fatah Mohon Tunggu... Penulis -

Penulis, pengajar, & pejalan. Buku terbaru, kumpulan puisi "Ombak Oranye"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasi Massa Ala Anies Baswedan

25 Januari 2014   19:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tadi malam, saya seperti mendapat kehormatan. Kontrakan saya diinapi oleh dua mantan Pengajar Muda dari Gerakan Indonesia Mengajar, yakni Benediktus Dwi Kristiantoro aka Nino dan Surahman aka Rahman. Nino adalah Pengajar Muda angkatan ketiga, sementara Rahman angkatan kelima. Mereka berdua ditempatkan di lokasi yang sama, yakni Desa Papaloang, Halmahera Selatan, selama 1 tahun.

Nino adalah teman kuliah saya di HI Unair yang juga pernah tinggal satu kontrakan dengan saya pada 2009-2011. Dia sedang berada di Surabaya dan diminta untuk membantu proses direct assessment yang berlangsung dua hari, Jumat hingga Sabtu (24-25 Januari 2014) di Ubaya. Rahman pun demikian. Pemuda berkacamata yang berasal dari Sampang itu pun diajak untuk menginap selama dua hari di kontrakan saya.

Terlibat obrolan yang tak jauh-jauh dari Indonesia Mengajar, sampailah kami pada topik mengenai Anies Baswedan. Siapa pun tahu bahwa dialah penggagas Gerakan Indonesia Mengajar.

Saya awalnya cerita pada Rahman bahwa saya beberapa waktu lalu sempat hampir ikut kompetisi menulis yang diadakan oleh Kompasiana bekerja sama dengan Bentang Pustaka. Temanya adalah ulasan mengenai empat tokoh pemimpin masa depan Indonesia, yakni Anies Baswedan, Jusuf Kalla, Ahok, dan Budiman Sudjatmiko.

Saya waktu itu memilih Anies Baswedan untuk ditulis. Tak lain karena ketertarikan besar saya pada sosok yang inspiratif ini. Apalagi beberapa orang yang saya kenal juga ikut berkiprah sebagai Pengajar Muda dalam gerakan yang ia gagas. Saya juga mengikuti jejaknya lewat media, baik itu buku, media sosial, blog, koran, pun tv. Intinya, kekaguman saya pada beliaulah yang mendorong saya untuk riset tentang hal-hal seputar kehidupan beliau.

Awalnya, saya hendak 'memotret' satu bagian kecil dari kehidupannya sebagai gagasan utama tulisan saya. Apa itu? Hubungan antara kepemimpinan beliau dengan buku-buku yang ia baca. Bahwa seorang pemimpin sejatinya adalah pembaca yang aktif sejak kecil. Today a reader, tomorrow a leader. Itulah yang ingin saya kulik lebih dalam.

Namun dengan persyaratan panjang tulisan 10-15 halaman, sementara saya masih di halaman 2 dan buntu ide, saya pun tak menyelesaikannya hingga tenggat datang. Sayang memang. Padahal saya sudah mengumpulkan bahan, tinggal meraciknya dalam tulisan.

Mengobrol dengan Rahman kembali memantik ingatan saya. Ia justru memancing saya berpikir dengan bertanya, "Hubungan antara pemimpin dan buku sih sudah banyak, ya. Kenapa tidak menulis tentang kenapa Anies Baswedan bisa menarik massa? Mengapa orang-orang bisa percaya pada gagasan yang ia tawarkan? Bahkan, orang-orang yang tidak pernah bertemu dengan dia pun bisa tertarik dengan sosoknya?"

A-ha! Iya, ya? Kenapa demikian, ya? Padahal banyak akademisi di Indonesia, namun tidak banyak yang mampu membuat orang 'tersihir'. Banyak doktor di Indonesia, namun tidak banyak yang mampu memobilisasi massa seperti Anies. Artinya, sebagai orang yang aktif di lingkungan akademis, ia juga berkarya di tengah masyarakat. Tidak sendirian, tapi juga mengajak serta masyarakat. Masyarakat seakan 'tersihir' sehingga mau menitipkan kepercayaan mereka pada dia.

Saya mengatakan hal ini karena melihat jejak rekam Anies Baswedan. Di lingkup mahasiswa, siapa yang tak tahu Gerakan Indonesia Mengajar? Bahkan, banyak sekali anak-anak muda lulusan perguruan tinggi yang tergerak untuk mengabdikan hidupnya untuk mengajar selama setahun. Dari Twitter Indonesia Mengajar, saya peroleh data tahun 2012 bahwa sejak angkatan pertama (pada tahun 2011), telah ada lebih dari 18.000 pendaftar Pengajar Muda. Jumlah pendaftar terus meningkat di tiap rekrutmen. Terakhir adalah angkatan VIII yang berhasil menjaring 9.359 aplikasi daring. Dua hari berturut-turut (24-25 Januari 2014), mereka yang lolos selesi tahap 2 di-direct assessment.

Pada 2011, para Pengajar Muda juga Anies Baswedan berhasil menggerakkan ratusan orang dan institusi untuk mengirimkan buku dan membentuk perpustakaan di daerah-daerah. Anies menamakan gerakan ini sebagai Indonesia Menyala dengan harapan seluruh titik di negeri ini akan menyala oleh ilmu pengetahuan. Jadi, orang-orang yang mungkin belum berkesempatan berbagi lewat Indonesia Mengajar, mereka pun diberi peluang berkontribusi lewat Indonesia Menyala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun