Tidak kita sadari ternyata Narsis atau Narcissistic Personality Disorder merupakan suatu gangguan kepribadian dimana seseorang mencintai diri sendiri secara berlebihan. Kepribadian narsistik dapat disebut juga gangguan kepribadian yang selalu mengkhayalkan kebesaran atau keagungan diri, kurang berempati, sangat mendambakan untuk dihormati, dan tidak sanggup melihat dari sudut pandang orang lain (Mahari, dkk., 2005: 20).
Nevid J (2005: 283) menyatakan bahwa kepribadian narsistik merupakan gangguan kepribadian yang ditandai oleh self-image yang membumbung serta tuntutan akan perhatian dan pemujaan. Hal tersebut dilakukan oleh individu dengan kepribadian narsis guna menutupi perasaan-perasaan hampa yang dialaminya.
Individu dengan kepribadian narsistik merasa bahwa dirinya spesial, ambisius, dan suka mencari ketenaran serta sulit untuk menerima kritik dari orang lain. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition (DSM -- V, 2013: 669) mengkaji beberapa karakteristik gangguan kepribadian narsistik, diantaranya;
- memiliki perasaan hebat bahwa dirinya adalah individu yang penting;
- asyik dengan fantasi tanpa batas;
- keyakinan bahwa dirinya merupakan individu yang "Istimewa dan unik";
- kebutuhan yang berlebih untuk dikagumi, dipuja, serta diperhatikan;
- memiliki perasaan bernama besar;
- eksploitatif secara interpersonal;
- kurang memiliki empati;
- memiliki perasaan iri terhadap orang lain, atau percaya bahwa orang lain iri terhadap dirinya;
- menunjukkan perilaku atau sikap yang sombong.
Individu dengan kepribadian narsistik cenderung melakukan sesuatu untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitarnya. Tak jarang jika individu dengan kepribadian narsistik memamerkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi narsistik yaitu kemampuan kontrol diri (Vazire & Founder dalam Harisson, 2010). Kontrol diri (self control) merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, serta kemampuan untuk menekan tingkah laku impulsif. Averill (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S., 2014: 29) menyebutkan bahwa aspek-aspek kontrol diri terdiri dari kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol dalam mengambil keputusan (decesional control). Kemampuan kontrol diri pada individu berkembang seiring dengan bertambahnya usia.
Individu yang mampu mengembangkan kontrol dirinya, pasti akan terhindar dari kepribadian narsistik. Individu akan mampu mengendalikan perilakunya sehingga tidak sesuka hati memamerkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Chaplin (2006: 451) menjelaskan bahwa kontrol diri (self control) merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, serta kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, individu yang memiliki tingkat kontrol diri tinggi akan mampu menekan kepribadian narsistiknya, sedangkan individu dengan kontrol diri yang rendah, memiliki kepribadian narsistik yang tinggi dan cenderung senang mencari perhatian dari orang lain.Sumber:
Chaplin, James P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartini Kartono). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
M. Nur Ghufron, & Rini Risnawita S. (2014). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
DSM-5. (2013). The Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder Fifth Edition. Washington DC: American Psychiatric Publishing