Pada tahun 1963, di sebuah garasi sederhana di London, seorang pemuda bernama Brian May bersama ayahnya, Harold, memulai sebuah proyek yang kelak akan mengubah wajah musik rock dunia. Dengan keterbatasan dana namun berlimpah kreativitas, mereka membangun sebuah gitar elektrik yang dinamakan Red Special. Gitar ini bukan hanya sekadar alat musik, melainkan simbol dari tekad dan inovasi.
Brian, yang pada saat itu masih remaja, terinspirasi dari gitar akustik pertama yang diberikan oleh orang tuanya sebagai hadiah ulang tahun ke-7. Gitar tersebut adalah Egmond parlor, yang menjadi cikal bakal ide untuk menciptakan gitar elektrik. Karena keterbatasan finansial, mereka memutuskan untuk membuat gitar sendiri. Selama dua tahun, mereka mengumpulkan bahan dari berbagai sumber: lempengan kayu dari perapian kuno untuk leher, papan tulis untuk badan, dan tombol ibu dari koleksi ibunya untuk inlay fretboard. Hasilnya adalah sebuah gitar semi-hollow dengan desain unik yang hingga kini menjadi ciri khas Brian May.
Red Special bukan hanya soal desain, tetapi juga suara. Dengan kombinasi pickup Tri-Sonic buatan sendiri dan teknik fingerpicking khas, Brian menciptakan suara yang khas dan sulit ditiru. Gitar ini menjadi senjata utama dalam setiap penampilan Queen, dari panggung kecil hingga stadion megah.
Namun, perjalanan Brian May tidak hanya bergantung pada Red Special. Ia juga menggunakan beberapa gitar lain dalam kariernya. Salah satunya adalah Fender Telecaster 1978, yang sering digunakan untuk lagu Crazy Little Thing Called Love dalam konser. Meskipun pada rekaman studio menggunakan Telecaster, dalam penampilan live, Brian sering kembali ke Red Special untuk menyelesaikan lagu tersebut.
Selain itu, ada juga Gibson Les Paul Deluxe yang digunakan sebagai gitar cadangan pada pertengahan 1970-an. Namun, Brian tidak merasa cocok dengan gitar ini dan lebih memilih Red Special sebagai senjata utama. Begitu pula dengan Gibson Flying V yang digunakan pada awal 1980-an setelah replica Red Special buatan John Birch rusak. Meskipun sempat digunakan, gitar ini tidak bertahan lama dalam lineup Brian.
Dalam hal amplifikasi, Brian May dikenal dengan penggunaan amplifier Vox AC30. Ia memilih amplifier ini karena karakter suaranya yang jernih dan mampu menghasilkan distorsi alami yang khas. Dalam penampilan live, Brian sering menggunakan beberapa unit AC30 sebagai cadangan, memastikan suara tetap konsisten meskipun ada masalah teknis.
Untuk efek, Brian menggunakan treble booster untuk menonjolkan frekuensi tinggi dan memberikan karakter suara yang tajam. Ia juga dikenal menggunakan wah-wah pedal Dunlop CryBaby, meskipun penggunaannya tidak sebanyak efek lainnya.
Tak hanya itu, Brian May juga dikenal dengan penggunaan senar gitar yang khas. Ia menggunakan senar Rotosound dengan gauge ringan untuk memudahkan teknik fingerpicking. Namun, seiring berjalannya waktu, ia beralih ke senar Optima 2028BM yang lebih sesuai dengan gaya bermainnya.
Sebagai pelengkap, dilansr dari OLE777, Brian menggunakan pick enampence, koin Inggris berdenominasi enam pence, sebagai pengganti pick gitar konvensional. Ia merasa bahwa koin ini memberikan kontrol lebih baik dan suara yang lebih tajam saat memetik senar.
Melalui kombinasi gitar unik, amplifier khas, dan teknik bermain yang inovatif, Brian May menciptakan suara yang menjadi identitas Queen. Red Special bukan hanya sekadar gitar, tetapi simbol dari semangat inovasi dan dedikasi dalam bermusik. Kisahnya menginspirasi banyak musisi untuk berani berpikir di luar kebiasaan dan menciptakan sesuatu yang unik.