Sumberoto, 17 Juli 2025 ---Di tengah semilir angin yang sejuk, geliat budaya kembali berdenyut di ruang kelas SDN 04 Sumberoto. Pada Jumat pagi yang cerah, suara riang anak-anak kelas 3 dan 4 memenuhi udara, bukan karena pelajaran biasa, tapi karena mereka sedang "melukis" warisan budaya batik nusantara.
Kegiatan eksplorasi batik ini merupakan bagian dari program kerja FISIP Berbakti Desa (FBD) Universitas Brawijaya 2025, yang diinisiasi oleh mahasiswa FISIP UB di Desa Sumberoto. Program ini tak hanya memperkenalkan kearifan lokal, tetapi juga menjadi media edukasi kreatif yang menyenangkan bagi anak-anak desa.
Dari Sejarah ke Kain: Menelusuri Jejak Batik Nusantara
Acara dimulai dengan pemaparan interaktif mengenai sejarah asal-usul batik, dari zaman kerajaan Mataram hingga pengakuannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Anak-anak diajak mengenal berbagai nama dan motif batik nusantara, seperti Batik Parang dari Yogyakarta, Batik Kawung dari Solo, hingga Batik Megamendung dari Cirebon.
Tak hanya menyerap pengetahuan, siswa juga dikenalkan pada teknik-teknik dasar membatik. Pemateri menjelaskan dengan sederhana namun mendalam, mulai dari teknik batik tulis, cap, celup, hingga eksperimen teknik asam basa yang akan mereka praktikkan.
Kunyit dan Detergen: Eksperimen Asam Basa dalam Seni Batik
Setelah sesi pemaparan, tibalah saat yang paling ditunggu: praktik membatik dengan bahan alami. Uniknya, teknik yang digunakan bukan menggunakan malam atau canting, melainkan bahan sehari-hari yaitu kunyit dan detergen. Pendekatan ini mengadopsi konsep asam basa untuk menghasilkan warna dan motif menarik, sekaligus memperkenalkan sains dalam seni kepada siswa.
Dengan antusiasme tinggi, anak-anak mulai mencelupkan kapas ke dalam larutan kunyit, lalu membentuk motif dengan detergen sebagai pembentuk reaksi kimia. Warna kuning cerah perlahan membentuk pola unik, disambut sorak sorai kecil dari setiap kelompok. Wajah-wajah kecil itu bersinar, bukan hanya karena terkena cahaya matahari, tapi karena kegembiraan dalam berkreasi dan memahami budaya.
Membatik: Lebih dari Sekadar Seni
Bagi mahasiswa pelaksana, kegiatan ini bukan sekadar mengenalkan teknik membatik. Kegiatan ini merupakan upaya menanamkan kebanggaan terhadap budaya sendiri, merangsang kreativitas anak sejak dini, serta mempererat relasi antara perguruan tinggi dan masyarakat desa.
"Melalui program ini, kami ingin anak-anak tidak hanya tahu bahwa batik itu warisan budaya, tapi juga mereka bisa langsung menciptakannya, menikmatinya, dan merasa bangga menjadi bagian dari bangsa yang kaya budaya," ujar La Mikha Sebastian selaku mahasiswa FISIP UB.
Menyulam Masa Depan dengan Warna Budaya
Kegiatan eksplorasi batik di SDN 04 Sumberoto ini bukan hanya meninggalkan warna di atas kertas, tetapi juga membekaskan kesan mendalam bagi para siswa/i. Dengan pendekatan yang menyenangkan, edukatif, dan penuh semangat, batik menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara kampus dan desa, antara ilmu dan tradisi.
FISIP UB melalui FBD 2025 kembali membuktikan bahwa pendidikan bisa hadir dalam wujud yang membumi, membaur, dan membangkitkan semangat cinta budaya sejak dini. Dari selembar kertas sederhana, lahirlah harapan: bahwa batik tidak hanya akan dikenang, tetapi terus dilestarikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI