"Raihan, Hero, Fadhlan, Fabian, Gilang dan Bram sedikit tegang saat berbaris menyusun posisi urutan tari di panggung pentas. Kuda bambu ditangannya sesekali digoyangkan,menghilangkan sedikit kecemasan. Dipaksakan senyum kecil berkembang dibibir mereka.Â
Begitu musik gamelan pengiring tari berbunyi mereka pun masuk panggung sesuai posisi. Gerak dinamis dan kompak sesuai arahan pelatihpun mulai mereka lakukan.Â
Sesekali dua penari paling kecil harus menyesuaikan gerakan teman-temannya yang sedikit lebih besar. Dan gerakan dinamis penuh energik tarian mereka pun terus berjalan memukau penonton yang menyaksikan.Â
Saat musik gending pengiring berhenti. Merekapun memberi salam hormat. Dan tarian mereka pun berakhir dengan sedikit senyum di bibir. Ah...lega rasanya. Mungin itu yang dirasakan mereka."
Dua gadis kecil cantik berlenggok gemulai namun penuh energik nan dinamis. Gemulai gerakkan Tari Kebyar, karya kareografer kondang tari Jawa almarhum Bagong Kusudiarjo.Â
Berkostum merah dengan semua aksesoris penari khas Jawa, gerak tari mereka memukau semua undangan dan pengunjung yang menyaksikan. Dua gadis cilik cantik ini, Rara dan Fafa tersenyum manis saat mendapat pujian penonton usai pentasnya di panggung Seni Budaya Mandira Baruga Yogyakarta.
Lain lagi cerita dengan Raihan, Hero, Fadhlan, Fabian, Gilang dan Bram. Enam anak laki-laki yang masih duduk di sekolah dasar ini tersenyum malu saat dipuji penampilannya di panggung tadi.Â
Gerakan dinamis Tarian Jaran Teji yang dipentaskan mereka memang memukau penonton yang hadir. Tarian kreasi khusus Bapak Triasmara, S.pd. ini dimainkan mereka dengan dinamis, lucu terkadang malu-malu, semua jadi satu. Apalagi bila kita perhatikan lebih tertuju pada dua penari terkecil diantara mereka.
Tarian Jaran Teji merupakan tarian tradisional yang awalnya berasal dari provinsi Jawa Timur yang sudah berusia ratusan tahun. Kemudian tarian ini juga berkembang di provinsi Jawa Tengah dengan segala kreasi sesuai dengan kearifan lokal yang ada. Para koreagrafer tari kemudian menkonversi tarian ini sesuai dengan budaya setempat dengan kreasi-kreasi khusus.
Tarian yang menceritakan kegagahan prajurit berkuda ini terinspirasi dari cerita rakyat yang berkembang. Bercerita tentang prosesi pernikahan Klono Sewandono dan Dewi Songgo langit yang diiringi prajurit-prajurit berkuda yang gagah berani mengiringi Pengantin dari Kediri ke Wangker atau Ponorogo.
Dikisahkan pada masa kejayaan kerajaan Kediri, Raja Airlangga memiliki putri nan cantik jelita bernama Dewi Songgo Langit. Kecantikannya memukau semua pria dan pangeran di tlatah kerajaan Jawa yang ingin melamar menjadi permaisurinya. Namun Dewi Songgo Langit enggan untuk melakukan pernikahan.
Khawatir dengan kondisi yang akan menimbulkan banyak pertumpahan darah; karena para pangeran yang melamar memiliki kekuatan dan ilmu kanuragan yang mampuni, maka Raja Airlangga mendesak putrinya untuk bisa menerima salah satu pelamar.Â
Akhirnya Dewi Songgo Langit bersedia menerima lamaran dengan cara Sayembara. Salah satu syaratnya adalah pelamar harus membuat satu kesenian yang belum pernah ada di tanah Jawa.
Maka berdatanglah para pangeran mengikuti sayambara dan juga beradu kekuatan kanuragan. Akhirnya sayembara dimenangkan oleh Klono Sewandono dari Wangker mengalahkan Singo Ludoya dari Singa Barong.