سْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
[caption id="attachment_258309" align="aligncenter" width="576" caption="Gambar Bilik-Bilik Peserta Itikaf di Masjid Mustafa Ponpes Tanwirussunnah"][/caption] Semakin berujung pada akhir bulan romadhon, tentunya kita harus semakin giat dalam beribadah. Jangan hanya menghabiskan waktu di Mall untuk berbelanja yang kurang "efektif" dari sisi iman. Lihatlah contoh yang satu ini. Beberapa orang yang beri'tikaf di Masjid Ponpes Tanwirussunnah, Kab. Gowa. I’tikaf secara bahasa adalah menetapi, adapun secara syari’at adalah peribadatan kepada Allah Ta’ala dengan menetapi suatu masjid dalam tata cara yang khusus. [caption id="attachment_258310" align="aligncenter" width="576" caption="Salah Satu Bilik Ikhwa yang Itikaf di Masjid Mustafa Ponpes Tanwirussunnah"]
[/caption] Disyari’atkannya I’tikaf bagi mereka yang mana maksudnya serta ruhnya adalah berdiamnya hati kepada Allah 'Azza wa Jalla dan kumpulnya hati kepada Allah, berkhalwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dengan makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Allah semata. Hingga jadilah meng-ingat-Nya, kecintaan dan penghadapan kepada-Nya sebagai ganti kesedihan (duka) hati dan betikan-betikannya, sehingga ia mampu mencurahkan kepada-Nya, dan jadilah keinginan semua kepada-Nya dan semua betikan-betikan hati dengan mengingat-Nya, bertafakur dalam mendapatkan keridhaan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Sehingga bermesraan dengan berkhalwat dengan Allah sebagai ganti kelembutannya terhadap makhluk, yang menyebabkan dia berbuat demikian adalah karena kelembutannya tersebut kepada Allah pada hari kesedihan di dalam kubur manakala sudah tidak ada lagi yang berbuat lembut kepadanya, dan (manakala) tidak ada lagi yang membahagiakan (dirinya) selain daripada-Nya, maka inilah maksud dari I’tikaf yang agung itu”.163) [ Zaadul Ma’ad (2/86-87)] [caption id="attachment_258312" align="aligncenter" width="500" caption="Suasana Kamar Ikhwa yang Itikaf di Masjid Mustafa Ponpes Tanwirussunnah"]
[/caption]
Syarat-syarat I’tikaf a. Tidak disyari’atkan kecuali di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta’ala: “Dan janganlah kamu mencampuri mereka itu) [ Yakni “Janganlah kamu menjimaki mereka”. Pendapat tersebut merupakan pendapat jumhur (ulama). Lihat Zadul Masir (1/193) oleh Ibnul Jauzi]. (QS. Al Baqarah: 187) b. Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beri’tikaf (yaitu) hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah Radiyallahu 'anha yang telah disebutkan.171) [ Dikeluarkan oleh Abdul Razak dalam Al Mushannaf (8037) dan riwayat (8033) dengan maknanya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas]. [caption id="attachment_258313" align="aligncenter" width="540" caption="Foto Dekat Kondisi Bilik Itikaf di Masjid Mustafa Ponpes Tanwirussunnah"]
[/caption]
Perkara-perkara yang boleh dilakukan: a. Diperbolehkan keluar masjid jika ada hajat, boleh mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya), Aisyah Radiyallahu 'anha berkata:
“Dan sesungguhnya rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang I’tikaf di masjid [“dan aku berada dalam kamarku”] kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain: “aku cuci rambutnya”) [“dan antara aku dan beliau (ada) utbah pintu”] {“dan waktu itu aku sedang haidh”] dan adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam tidak masuk ke rumah kecuali untuk (menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I’tikaf.” [hadits riwayat Bukhari (1/342) dan Muslim (297) dan lihat Mukhtasar Shahih Bukhari no.167 oleh Syaikh kami Al Albani rahimahullah dan Jami’ul Ushul (1/3451) oleh Ibnu Atsir]. b. Orang yang sedang I’tikaf dan yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan salah seorang pembantu Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam:
“Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam berwudlu di dalam masjid dengan wudlu yang ringan.” [Dikeluarkan oleh Ahmad (5/364) dengan sanad yang shahih]. c. Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang I’tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri’tikaf, karena Aisyah Radiyallahu 'anha (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri’tikaf174) [Sebagaimana dalam shahih Bukhari (4/226)] dan hal ini atas perintah Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam 175) [Sebagaimana dalam Shahih Muslim (1173)]. d. Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang beri’tikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, sebagaiman yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam jika I’tikaf dihamparkan untuknya kasur atau diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At Taubah.176) [Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (642-zawaidnya) an Al baihaqi, sebagaiman yang dikatakan oleh Al Bushiri dari dua jalan . Dan sanadnya hasan].
--Tanwirussunnah, 28 Romadhon 1434 H
Lihat Travel Story Selengkapnya