Mohon tunggu...
Kadiman Kusmayanto
Kadiman Kusmayanto Mohon Tunggu... -

I listen, I learn and I change. Mendengar itu buat saya adalah langkah awal dalam proses belajar yang saya tindaklanjuti dengan upaya melakukan perubahan untuk menggapai cita. Bukan hanya indra pendengaran yang diperlukan untuk menjadi pendengar. Diperlukan indra penglihatan, gerak tubuh bersahabat dan raut muka serta senyum hangat. Gaul !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hidup Berimbang, Cita dan Realita

28 Mei 2010   15:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:54 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dari sejak bangun pagi sampai kita tidur dimalam hari banyak sekali kegiatan kita lakukan -- Senin sampai Minggu, begitu terjadi berulang-ulang. Dari begitu beragam aktivitas keseharaian kita, semuanya secara umum dapat kita kelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu kehidupan pribadi, keluarga dan pekerjaan. Pekerjaan disini tidak terbatas sebagai pekerja profesional dan birokrat, termasuk juga sebagai entrepreneur, pekerja sosial dan pelayan spiritual. Walaupun setiap insan itu berbeda baik karena usia, kelamin, ras, agama ataupun faktor pembeda lain namun ada kesamaan yaitu semua memiliki cita yang sama sebagai indikator hidup tentram dan bahagia. Citu luhur itu adalah hidup berimbang yang tak lain terjadinya keseimbangan kehidupan pribadi, keluarga dan pekerjaan. Namun demikian jika diadakan survei untuk mendapatkan apa makna hidup berimbang, apa indikatornya, bagaimana mengukurnya dan apa istrumen yang bisa dipakai untuk mengukur maka survei yang dilakukan tersebut tidak akan sukses menghasilkan sebuah rumusan yang generik yaitu sebuah rumusan tentang hidup berimbang yang berlaku untuk semua orang. Jika waktu yang dijadikan ukuran maka logikanya hidup berimbang itu ekivalen dengan sepertiga waktu untuk pekerjaan, sepertiga untuk keluarga dan sisa sepertiga lagi untuk kehidupan pribadi. Pasti rumusan ini akan menjadi perdebatan pro dan kontra. Pekerjaan : Perburuan Karir dan Karya Dalam sebuah kasus ekstrim ada sekelompok orang atau pekerja baik demi karir ataupun dalam berkarya dikelompokkan sebagai maniak kerja (workaholics). Mereka ini fokusnya hanya satu yaitu kerja. Minim waktunya untuk keluarga, memandang tak perlu buang waktu untuk bersosialisasi dengan handai taulan bahkan tak jarang orang-orang ini bahkan tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Jelas kelompok pekerja seperti ini sama-sekali tidak masuk kategori orang yang berhasil dalam mencapai cita luhur hidup berimbang. Banyak orang dapat dikategorikan sebagai pekerja maniak walau itu tak pernah status ini menjadi tujuan hidupnya. Ini akibat dari magnit pekerjaan yang kekuatan-tariknya luarbiasa besar. Senantiasa tertekan (stressful) menjadi ciri pekerja maniak ini. Secara psikis dan fisik, tak ada keuntungan dapat dipetik dari memerangkapkan diri sebagai pekerja maniak. Keluarga bisa berantakan, kerabat menjauh, karir tak akan maju dan karya musti tak gemilang. “Penyakit” ini musti dilawan dengan kuat dan sungguh-sungguh, sendirian atau dibantu oleh keluarga, kerabat sampai para ahli (eg. psikolog). Ingat bahwa gergaji akan tumpul dan fatigue jika terus menerus dipakai tanpa dirawat khususnya didinginkan dan diasah. Bekerja cerdas yaitu dapat fokus pada aspek-aspek penting untuk pekerjaan tanpa terperangkap dalam suasana genting adalah kiat pamungkas untuk menggapai cita hidup berimbang. Keluarga : Kebanggaan dan Tanggungjawab Membangun keluarga (ayah, ibu dan anak-anak) yang bernuansa saling percaya, cinta-kasih dan penuh rahmat itu bukan sesuatu yang terbentuk begitu saja bak anugerah alam dan bukan pula warisan orang tua dan nenek-moyang. Ada contoh keluarga yang berantakan walau mereka berlimpah harta yang digunakan dengan mudah untuk memperoleh apa-apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka. Diekstrim lain, banyak keluarga yang adem ayem dan hidup bahagia walau hidup serba pas-pasan. Ada kecenderungan datang kesekolah untuk menonton putra/i yang ikut ambil bagian dalam pertandingan olahraga, pertunjukan kesenian atau mengambil rapor sering dikesampingkan karena kalah oleh tuntutan pekerjaan atau demi hobi pribadi. Khilaf bahwa kehadiran ayah atau ibu dalam acara seperti ini berdampak positif dan signifikan pada sang anak dalam membangun masadepannya. Begitu pula dengan pergi dan bermain bersama apakah untuk sekedar makan bersama, menonton film di bioskop, baca dan beli buku, mengunjungi museum, kebun binatang, kebun raya dan taman nasional. Ada sekelompok orangtua yang terperangkap dalam pendapat yang salah dalam menggunakan istilah berbagi waktu untuk keluarga. Mustinya bukan berbagi waktu untuk keluarga melainkan menikmati waktu bersama keluarga. Waktu berkualitas (quality time) adalah salah satu salah kaprah. Istilah ini beranggapan bahwa sebentar saja cukup waktu untuk keluarga yang penting berkualitas. Klise (cliche) sifat pernyataan ini. Berkeluarga ini bukan sekedar memenuhi kebutuhan biologis. Keberhasilan membangun keluarga bahagia itu adalah kesempatan untuk menunjukkan orang seperti atau sekelas apa kita itu. Rasa penuh tanggungjawab yang diikuti realisasi sepenuh hati akan berbuah kebanggaan. Pribadi : Aktualisasi Diri Waktu untuk diri sendiri menjadi pilar ketiga mendampingi pilar pekerjaan dan pilar keluarga dalam kehidupan kita. Hobi atau kegemaran adalah bagian dari aktualisasi diri. Akan berdampak ganda jika kegemaran serupa atau sama dengan tuntutan pekerjaan atau dengan kegemaran anggota-anggota keluarga lain. Pemain olahraga profesional adalah contoh manfaat ganda jika hobi dan pekerjaan serasi. Hobi menonton film, mendengar dan menonton pertunjukan musik, kuliner dan membaca buku adalah beberapa contoh yang sering menjadi keharmonisan antara kegemaran pribadi dengan hobil keluarga. Ada pula kegeran pribadi yang memiliki kekuatan magis yang menyandera pelakunya. Olahraga golf adalah salah satunya, sampai-sampai di Inggris yang dikenal sebagai negara tempat lelaki fanatik golf ada istilah janda-janda akhir pekan (weekend widows) akibat para suami asyik sepanjang Sabtu dan Minggu bermain golf dengan mitra-mitranya. Banyak kegemaran lain yang serupa egoisnya dengan golf. “Penyakit” ini serupa dengan fenomena pekerja mania. Dari perspektif pekerjaan dan kehidupan berkeluarga, ini lebih banyak ruginya ketimbang memberi manfaat. Jika berpegang pada cita luhur hidup berimbang, maka “penyakit” ini musti dicarikan penangkalnya. Mengganti dengan kegemaran lain atau melepas perilaku fanatik dan mengubahnya menjadi pragmatik. Contoh sederhana, jika Sabtu untuk golf bersama kerabat maka Minggu seharian dinikmati bersama seluruh anggota keluarga. Pasti ini win-win. Mendekatkan Realita dengan Cita Banyak studi khususnya dalam perspektif psikologisosial untuk mengenali dan berupaya menggapai cita hidup berimbang. Belum pernah ada kiat jitu yang dapat memenuhi  kebutuhan setiap insan dalam mempertemukan realita dengan cita. Beberapa pertanyaan berikut dapat membantu kalaupun tidak menyelesaikan masalah secara paripurna. Namun dapat menjadi pengingat bahwa hidup didunia ini hanya sekali dan sementara, karena itu mari syukuri dan nikmati.

  • Masih banyakkah pekerjaan yang aku bawa pulang dan musti kerjakan dirumah, khususnya diakhir pekan?
  • Apakah setiap saat aku merasa dikejar jam-tayang sebagai tuntutan pekerjaan?
  • Kapan terakhir kali aku ambil cuti dan berlibur bersama keluarga?
  • Kapan terakhir kali aku piknik, melaksanakah ibadah bersama atau jalan-jalan bersama semua anggota keluarga?
  • Pentingkah aku hadir disekolah anakku kala iya tampil di acara khusus atau saat pembagian rapor?
  • Adakah dorongan kuat untuk sungkem pada ayah dan ibu atau berkunjung ke makam mereka?
  • Saat aku bercermin, cocokkah raut wajah yang ada dicermin dengan yang aku bayangkan?
  • Masihkah aku tertarik untuk berjejaring (hang-out) dengan kerabat?
  • Buku apa yang sempat aku baca tamat dari awal sampai akhir? Buku yang tentunya tak terkait dengan pekerjaan dan aku pilih semata-mata demi memenuhi dahaga hobi.
  • Hadirkah aku dipesta pernikahan, ultah dan berbagai selamatan handai taulan dan sanak keluarga?

Tampaknya mudah menggapai cita hidup berimbang ini, namun jangan terkecoh. Melakukan penyeimbangan ketiga pilar hidup: pekerjaan, keluarga dan pribadi ini adalah tugas (task) tersulit dan paling kompleks. Enak untuk dibicarakan dan dibahas. Hanya bisa tercapai jika terbentuk sebuah tim (beranggotakan orang tua dan anak-anak) yang solid, memiliki strategi dan merealisasikannya dengan kompak dan dengan kesungguhan hati. Jika tidak maka akan semakin jauhlah cita dari realita. But, its worthwhile and doable ! *) Gambar diatas diunduh dari situs http://scpic.poptool.net/cg0aa/b7cdaa0ef.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun