Istilah mulhid sebenarnya tidak cocok untuk diartikan sebagai ateis, tetapi mungkin bisa dibilang sebagai "Penyimpang" yang beda-beda tipis artiannya dengan istilah bid'ah atau heretic. Dalam sejarah Islam, terdapat sejumlah orang dan kelompok yang digolongkan sebagai para penyimpang. Katalog mulhid ini terus dipelajari dan ditransmisikan dari generasi ke generasi agar umat Islam selalu mengingat bahwa mereka-mereka yang disebut dalam katalog heresiografi itu adalah sebagai penyimpang agama. Akan tetapi, ada sejumlah orang yang mau mengkaji tentang mereka dan mengangkat pemikiran mereka, di antaranya dua penulis yang satunya berasal dari Timur Tengah dan satunya dari Barat.
Buku pertama ditulis oleh Abdurrahman Badawi.
Judul asli Min Tarikh al-ilhad fi al-Islam.
Judul terjemahan Sejarah Ateis Islam.
Penerbit LKIS, 2003
Buku kedua ditulis oleh Sarah Stroumsa.
Judul asli Freethinkers of Medieval Islam: Ibn ar-Rawandi, Abu Bakr ar-Razi and Their Impact of Islamic Though.
Judul terjemahan Para Pemikir Bebas Islam: Mengenal Pemikiran Teologi Ibn ar-Rawandi dan Abu Bakr ar-Razi.
Penerbit LKIS, 2006
Pada buku pertama karya Badawi disuguhkan mengenai sejarah generasi para mulhid yang sudah ada sejak abad ke-3 dan ke-4 Hijriah seperti gerakan Ibn al-Muqaffa' dan Abu Isa al-Warraq. Badawi membedakan antara ateisme Barat yang diekspresikan oleh Nietzsche dengan "Tuhan telah mati"-nya dan Ateisme Yunani klasik bahwa "Dewa-dewa yang bersemayam di tempat keramat telah mati" dengan istilah mulhid, atau jika mau dibilang ateisme Arab, yang berangkat dari "Pemikiran tentang kenabian dan para Nabi telah mati". Mengapa demikian? karena para nabilah yang memainkan peran mediator dalam kehidupan beragama masyarakat Arab.