Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sabtu, Hujan, dan Malam Minggu

31 Oktober 2021   08:55 Diperbarui: 31 Oktober 2021   08:59 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan tak membuat aktivitas berhenti. Sumber: https://www.jawapos.com.

Semua pada ngumpet di rumah. Hujan di kota Medan malam ini cukup berbisa. Genangan air di jalan membuat mobilitas warga berhenti sejenak. Hujan disertai angin. Lapak-lapak jualan, basah kuyup. Anjing-anjing pun melipat ekor, tanda dingin mengganjal malam.

Biasanya, akhir pekan, apalagi malam minggu, jalanan utama di kota Medan penuh sesak kendaraan. Orang-orang sibuk mencari suasana, tempat, dan tawa. Mobilitas warga pun kian tak terbendungi. Tapi malam ini, hujan menyetop lalulintas kesibukan massa.

Hujan di penghujung pekan memang tak menarik dikemas sebagai sebuah momen. Suara bising kendaraan, gelak tawa, dan panas kopi di sekujur kafe, tak lagi menyentuh rasa. Semua ditutup suara hujan. Di kala hujan turun saat Sabtu menyentuh Minggu, insting seorang tertegun dan lama dikekang.

Dentuman petir seakan membuat tanda musim penghujan telah tiba. Memang di Medan, hujan jatuh tanpa ada kompromi. Kapan saja. Tiba-tiba.  Tiba-tiba, lalu reda. Panas, tiba-tiba gerimis. Lari, duduk, lalu mencari tempat tuk berteduh. Di indomaret, alfamart, di sekitar trotoar jalan.

Berdesak-desakkan. Basah kuyup. Jari gemetar. Air pun tergenang. Jalanan bak banjir. Mata hanya menyeruput air mengalir. Sungguh menyita perhatian, tapi disambut pesimis karena malam minggu dihabiskan tanpa suara gelak tawa. Yang terdengar hanya rintikan hujan.

Apa yang bisa dikutip, dikenang, lalu segera dibawa pulang ketika hujan lebih mendominasi? Hampir tak ada. Bersiap-siap berangkat, beranjak, kembali ke rumah masing-masing. Karena hujan, tatapan ke depan tak terlalu terang. Lampu jalanan kelihatan remang-remang. Di dalam mobil pun, hujan terus menerus dikambinghitamkan. "Gara-gara hujan," kata mereka.

Banyak orang menyalahkan hujan ketika ia tiba tak tepat waktu. Banyak orang menyalahkan hujan, ketika ia datang dengan air tergenang. Banyak orang menyalahkan hujan, ketika ia tiba di akhir pekan, di saat malam itu, oleh kebanyakan orang disebut malam minggu.

Sabtu, hujan, dan malam minggu adalah tiga kata yang bisa dikemas malam ini. Di sekujur kota Medan, hujan menjelma menjadi rintangan, tantangan, dan kerap disalahkan. Memang saat malam minggu tiba, orang-orang pada siap keluyuran, jajan, dan bertukar ide. Di kursi-kursi kecil itu, malam minggu mengaduk suasana.

Aku pun lebih banyak bungkam. Saat rencana sudah berada di langit-langit keinginan, hujan tiba-tiba datang. Korona pun belum kelar. Jadi, untuk malam minggu kali ini, benar-benar di rumah. Makan, minum, nonton, scrolling, lalu ngantuk. Hujan selalu membawa serta badai mejam mata.

Malam minggu pun tak memberi pesan dan kesan apa-apa di kala hujan tiba-tiba berkunjung. Yang ada cuman menunggu. Menanti. Berharap. Ya berharap hujannya reda. Banyak yang sudah tak sabar balik rumah. Banyak yang tak sabar bubar. Dalam situasi inilah hujan hadir bak kemacetan. Hujan membuat kita terjebak. Setidaknya terjebak di bawah naungan dan durasi menunggu waktu hujan lelah dan reda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun