Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Antisipasi Celah PPKM

22 Juli 2021   20:44 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para petugas mengawasi proses berlangsungnya masa PPKM darurat. Foto: nasional.sindonews.com.

Anggaran perlindungan sosial di masa pandemi selalu menanjak. Pada periode 2020, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 148,27 triliun. Melihat progres di akhir tahun, anggaran perlindungan sosial pada periode 2021 kemudian didongrak menjadi Rp 153,86 triliun.

Jika ditelisik dari prospek program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), terutama dari sektor perlindungan sosial, angka Rp 153,86 triliun masih jauh dari target. Dalam program PEN membentengi resesi ekonomi, anggaran yang ditetapkan sebetulnya sebesar Rp 220,39 triliun. Angka ini adalah angka menuju optimisme terutama dalam mengawal tembok ekonomi agar tetap kokoh menopang negara. Jaminan perlindungan sosial biasanya hadir di tengah masyarakat dengan berbagai program.

Sejauh ini ada beberapa program yang getol dibuat. Ada program Kartu Sembako, program Kartu Prakerja, program Keluarga Harapan, program bantuan langsung tunai, program bantuan langsung tunai yang mengarah langsung ke desa, dan banyak jenis bantuan lainnya. Ketika jenis bantuan ini diklasifikasikan sesuai rencananya, ada satu harapan besar yang lahir di sana, yakni keselamatan bangsa. Pemerintah mengupayakan segala fasilitas, tenaga, dan biaya pada ujungnya hanya untuk menjamin keselamatan serta kesehatan bangsa dan negara ke depan.

Pemerintah Indonesia, hemat saya termasuk kategori model pemerintahan yang mampu membenahi situasi ekonomi di masa pandemi. Strategi pembenahan ini pelan, tapi pasti. Pemerintah tak hanya bergulat dengan aspek kesehatan semata (secara fisik) menghadapi pandemi, akan tetapi fokus daruat pemerintah justru merangkul. Ekonomi juga ikut dipapah dan dibenahi. Kesehatan fisik dan ekonomi untuk saat ini, sama-sama ada dalam kondisi darurat. Keduanya butuh tabung oksigen.

Ketika pemerintah berjuang keras untuk sampai pada proses pemulihan, sebetulnya ada harapan besar yang ikut dibawa serta. Pemerintah menginginkan kerja sama, baik dari pemerintah sendiri di lingkup internal, maupun pemerintah dan masyarakat. Kerja sama ini dibangun atas dasar konsensus dan prospek baik ke depan. Jika tak ada konsensus, hemat saya gelombang protes akan meluap dari nurani rakyat.

Di saat penerapan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), komunikasi menjadi anak panah yang harus mampu menyentuh hati masyarakat. 

Kebijakan PPKM pada dasarnya baik dan menyentuh prospek komunal. Nah, bagaimana jika kebijakan PPKM ini justru tidak dikomunikasikan dengan baik? Saya ingat, dua Minggu yang lalu ketika pemerintah menerapkan PPKM darurat untuk wilayah Jawa dan Bali, beberapa daerah juga ikutan melakukan PPKM. Masyarakat ditali secara tiba-tiba. Akan tetapi, karena banyaknya kritikan dan masukan dari berbagai pihak, kebijakan PPKM ninja ini pun dicabut dan dibahas ulang.

Sekarang, grafik peta perjalanan semakin meningkat. Pergerakan warga, baik nasional maupun internasional hampir riuh dan utuh. Ketika kebutuhan akan perjalanan meningkat, tingkat kasus pasien terkonfirmasi Covid-19 juga ikut meningkat. Ketika Jawa dan Bali yang hanya memberlakukan kebijakan PPKM secara ketat, pintu-pintu lain justru tetap disusupi. Seharusnya komunikasi secara nasional untuk kebijakan PPKM diberlakukan secara menyeluruh. Ketika mekanisme ini dibuat menyeluruh, artinya kerja sama yang solid antar-daerah mampu berjalan dengan baik.

Saat ini, untuk urusan perjalanan, semua orang diperbolehkan asal memenuhi syarat. Mereka yang melakukan perjalanan dalam hal ini pada umumnya mengarah ke Jawa dan Bali yang notabene tengah ngos-ngosan karena kebijakan PPKM. Di Jwa dan Bali, PPKM diberlakukan secara ketat. Akan tetapi, Jawa dan Bali masih menerima orang-orang baru yang hendak berliburan, dan lain-lain. Terapi PPKM dalam hal ini kadang tak berhasil. Jika diperpanjang masa PPKM-nya, sebaiknya celah-celah kecil ini (berpergian) harus ditutup. Jangan karena hasil PCR dan kartu vaksin, kerja sama melawan pandemi jadi useless.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun