Mohon tunggu...
Kristian Triatmaja Raharja
Kristian Triatmaja Raharja Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Madura

Pendidik, peneliti, dan mengabdi kepada masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perilaku Merokok; Oksidan dan Antioksidan

11 Agustus 2023   17:45 Diperbarui: 11 Agustus 2023   17:58 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Rokok mempunyai aspek yang berbeda dari banyak tantangan kesehatan yang ada. Komoditas rokok diminati banyak konsumen dengan tingkat penjualan yang tinggi, dan menjadi salah satu bentuk kebiasaan yang sangat umum di Masyarakat [1]. Rokok telah diperdagangkan di Indonesia sejak tahun 1920. Angka kejadian penyakit akibat merokok di Indonesia diperkirakan masih tinggi. Pada tahun 2016, 39,5% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas adalah perokok aktif; proporsi ini 7,4% lebih tinggi dari rata-rata global. Selain itu, persentase pria Indonesia yang merokok tembakau meningkat drastis dari 56,2% pada tahun 2000 menjadi 76,2% pada tahun 2015 [2]. 

Perilaku merokok merupakan faktor risiko untuk terjangkit penyakit kardiovaskular, kanker, tumor, dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) [3]. Hal tersebut diketahui karena dalam asap rokok (fase gas dan partikel) mengandung komponen pengoksidasi, karsinogenik, dan Reactive Oxygen Species (ROS) yang merusak gen, makromolekul dan membran sel [4].

Oksidan atau sering dikenal oleh masyarakat radikal bebas merupakan atom, molekul, atau ion yang tidak stabil, redoks aktif, dan sangat reaktif terhadap target seluler dan sub seluler karena mengandung elektron yang tidak berpasangan [5], [6]. 

Radikal bebas adalah produk sampingan dari reaksi alami yang terjadi di dalam tubuh, termasuk proses metabolisme dan respon sistem imun [5], [7], [8]. Sumber radikal bebas eksogen termasuk zat yang ada di udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, dan air yang kita minum [5], [7]. Faktor lingkungan dan gaya hidup, seperti merokok, merupakan sumber utama paparan radikal bebas eksogen pada manusia [9]--[11]. Radikal bebas dapat merusak struktur seluler, seperti membran sel, atau makromolekul (protein, lipid, dan asam nukleat) melalui proses yang melibatkan abstraksi elektron [5], [6]. Proses ini disebut "oksidasi", dan kerusakan yang ditimbulkan disebut "kerusakan oksidatif" [5], [6].

Asap rokok terdiri dari Mainstream Smoke (MS) dan Sidestream Smoke (SS), kedua bagian tersebut membawa radikal bebas dalam jumlah yang besar [10], [11]. MS dihasilkan saat menghisap rokok, yang dihirup langsung dari filter atau ujung rokok ke dalam rongga mulut dan turun ke saluran pernapasan [12]. Sedangkan SS dibentuk dengan membakar rokok dari ujung yang menyala, dan dihasilkan di antara isapan rokok [12]. Baik MS dan SS dapat dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan ukuran konstituennya [13]. Kedua bagian tersebut meliputi bagian partikel (tar) dan bagian gas [12]. 

Pada bagian tar terdiri dari senyawa, yang berdiameter 0,1-1 m (rata-rata = 0,2 m), dan bagian gas terdiri dari bahan kimia dengan diameter lebih kecil dari 0,1 m [11], [12]. Bagian gas dan tar dari asap rokok mengandung radikal bebas dalam jumlah yang besar. Bagian gas menghasilkan lebih dari 1015 radikal bebas dengan setiap tiupan yang dihirup. Bagian tar memproduksi hampir 1017 radikal bebas per gram [11]. Radikal bebas ini adalah spesies radikal yang terdiri atas karbon, nitrogen, dan oksigen, seperti semiquinone, hidroksil, dan radikal superoksida [11], [14]. Radikal kecil yang terdiri atas oksigen dan karbon dalam bagian gas, jauh lebih reaktif daripada radikal bebas bagian tar [11], [14].

ROS terdiri dari intermediet oksigen radikal bebas dan non radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, oksigen singlet, dan radikal hidroksil [6]--[8]. ROS dihasilkan sebagai produk sampingan dari metabolisme aerobik oksigen dan memainkan peran kunci dalam homeostasis dan pensinyalan sel [6], [15]. ROS juga terlibat dalam proses metabolisme dan imunitas lainnya, misalnya melalui jalur Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Oxidase (NADPH) [16]. 

Selain itu, ROS diproduksi oleh sel fagosit, seperti neutrofil, eosinofil, dan fagosit mononuklear (misalnya makrofag) sebagai respons terhadap stressor [6], [17]. Pembentukan ROS juga dapat distimulasi oleh berbagai agen eksogen, termasuk polutan, agen makanan, obat-obatan, faktor gaya hidup, atau radiasi [6]. Sejumlah besar ROS diproduksi di mitokondria sebagai produk sampingan alami dari fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan Adenosin Trifosfat (ATP). ATP digunakan sebagai sumber energi untuk sebagian besar fungsi seluler, termasuk transpor aktif dan pensinyalan sel [18]. 

Produksi ATP terjadi terutama melalui respirasi aerobik menggunakan mekanisme Electron Transport Chain (ETC) [18]. ETC beroperasi melalui transfer elektron dari satu kompleks ke kompleks lainnya melalui reaksi redoks, dan diakhiri dengan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir [19]. Sel memperoleh ATP dalam jumlah besar melalui proses ini, namun karena kebocoran elektron, ETC juga dapat menghasilkan produksi berbagai ROS [19]. ROS yang dihasilkan dapat secara langsung atau tidak langsung merusak target seluler dan sub-seluler, sehingga mengakibatkan konsekuensi biologis yang merugikan [5]--[8].

Sel memiliki mekanisme pertahanan antioksidan yang rumit untuk menangkal efek ROS [20]. Namun, faktor eksternal, misalnya lingkungan, dapat menambah beban ROS pada sel, sehingga membebani sistem pertahanan antioksidan dan mengganggu homeostasis antara oksidan dan antioksidan [9]. Ketidakseimbangan ini dikenal secara luar oleh masyarakat sebagai "stres oksidatif", suatu kondisi dimana jumlah ROS melebihi kapasitas sistem antioksidan dalam suatu organisme [21]. Pada manusia, paparan lingkungan dan faktor gaya hidup, khususnya merokok, merupakan sumber utama stres oksidatif [5], [6].

Stres oksidatif dapat menginduksi baik apoptosis (kematian sel terprogram), maupun penuaan seluler (keadaan penghentian pertumbuhan permanen, tanpa apoptosis) [22]. Apakah sel mengalami apoptosis atau penuaan tergantung pada tingkat keparahan kerusakan dan jenis jaringan, namun kedua kejadian tersebut bertindak sebagai mekanisme perlindungan untuk mencegah keparahan sel yang rusak  [17]. Ini untuk menghindari ketidakstabilan genomik dan perbanyakan kerusakan yang diinduksi pada sel progeni [17]. Namun, setelah menghindari apoptosis atau penuaan, stres oksidatif dan kelebihan ROS dalam sel dapat merusak target makromolekul lebih lanjut, seperti protein, lipid, dan asam nukleat [5], [6]. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun