Sebelum demo kemarin memuncak, sempat terdengar bahwa Ketua DPR mempersilahkan masyarakat untuk berdialog. Kemudian, terlihat juga pengamanan super ketat yang membuat akses masuk ke gedung wakil rakyat itu tertutup rapat.
Peristiwa ini sebenarnya memprihatinkan. Dialog itu kemudian memang terwujud setelah aksi demo besar-besaran terjadi. Bagaimana tidak memprihatinkan. Masyarakat merasa kanal dialog dengan para wakilnya di Senayan tidak difasilitasi dengan baik. Mungkin perlu dijadwalkan, waktu-waktu yang bisa digunakan para wakil rakyat untuk berdialog dengan masyarakat. Â Â
Ulasan saya ini tidak akan membahas soal tingkah laku orang-orang di Senayan itu. Saya hendak mengulas tentang pentingnya sikap  menerima masukan dan memberikan feedback kepada orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, apa yang dialami saat ini, berkaitan dengan memberikan masukan, sering dianggap sebagai "ancaman". Orang menjadi antipati dan menolak untuk menerima masukan atau saran.
Baca juga:Â Ruang Pribadi Warga Negara: Bagaimana Pemenuhan Hak dan Tantangannya?
Kenapa Sih, Orang itu Memberi Masukan? Â
Memberikan masukan sesungguhnya merupakan tanda perhatian dan ungkapan cinta. Orang yang peduli berusaha mencegah terjadinya kesalahan yang bisa merugikan orang lain. Umumnya, orang memberi masukan karena ia mempunyai pengalaman dan ilmu yang relevan.Â
Jadi, masukan diberikan baik karena niat membantu, merasa peduli, ingin berbagi pengalaman, atau mendorong suatu perubahan lebih baik atau kemajuan orang lain sekaligus menunjukkan perhatian yang besar.
Untuk Apa Saran dan Koreksi itu Diberikan?Â
Ketika menerima saran, orang mestinya sadar ya, tujuan orang lain memberi saran atau masukan. Saran diberikan untuk membantu seseorang terhindar dari masalah yang bisa muncul akibat kesalahan yang dilakukan. Artinya, orang diajak untuk belajar lebih cepat tanpa harus mengalami akibat dari kesalahan itu.Â
Kebayang nggak, kalau seseorang menolak saran yang diberikan kepadanya, eh, apa yang dikhawatirkan malah terjadi. Ini yang sebenarnya cukup menyakitkan.
Alasan lain, orang memberi masukan adalah agar orang yang diberi saran bisa lebih berkembang, memperbaiki kekurangan, dan meningkatkan kinerja atau kualitas kehidupan mereka. Bayangkan orangtua yang memberikan nasihat kepada anaknya, atau guru kepada muridnya. Harapan mereka bisa menjadi lebih baik dan terhindar dari kesalahan yang sama
Bagaimana Cara Memberi Masukan?
Ada banyak cara memberikan masukan kepada orang lain. Pertama, tentu masukan diberikan dengan fokus pada fakta dan perilaku, Â bukan kepribadian seseorang. Maka. masukan sebaiknya disampaikan sesuai dengan hasil pengamatan nyata. Jangan sampai masukan yang diberikan bersifat umum, sekedar opini atau asumsi yang tidak berdasar lalu menyerang sifat pribadi.
Ada baiknya kita memakai bahasa yang jelas, tegas, dan bersifat konstruktif. Jangan memakai kata-kata yang menyakitkan atau ambigu agar pesan tersampaikan dengan baik.
Kadang perlu juga memberi masukan secara pribadi. Kadang, banyak orang suka merasa sensitif dan mudah tersinggung, ngambek dan menghentikan komunikasi. Maka , yang kita lakukan adalah hal sebaliknya, supaya penerima merasa lebih nyaman saat mendengarkan.
Ketika memberi masukan, mungkin perlu juga memberi contoh yang nyata, sehingga penerima mudah memahami dan bisa menjalankan masukan yang diberikan.
Menarik nih, saat memberikan solusi atau saran perbaikan, tidak sekadar menunjukkan kesalahan saja. Kita perlu juga memberika contoh atau usulan solusi. Hal ini penting agar penerima saran bisa memahami langkah nyata untuk melakukan perbaikan.
Dalam iman yang saya anut, ada ajaran tentang memberi saran. Kitab Suci menganjurkan untuk menegur orang lain empat mata. Jika tidak didengarkan, maka teguran berikut dilakukan di hadapat orang-orang terdekat.Â
Jika masih tidak didengarkan, maka teguran dilakukan dalam kelompok atau komunitasnya. Dan jika tetap tidak didengar, maka meeka layak dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Tuhan.
Kenapa Sih, Orang Sulit Menerima Masukan?
Kadang, kendala saat memberi masukan adalah soal gaya komunikasi. Ada yang menyampaikan biasa-biasa saja, ada yang cenderung keras, bahasa yang tidak jelas, dan jauh dari topik yang dimaksud.Â
Dari sisi penerima saran, tidak jarang ditemui hambatan yang membuat seseorang sulit menerima masukan. Biasanya, orang cenderung bersikap bertahan (defensif) dan mengedepankan egonya. Apalagi kalau perilaku itu berulang sulit berubah: Kebiasaan defensif atau menolak masukan menjadi siklus yang sulit diubah tanpa kesadaran diri.
hambatan-hambatan ini umumnya berkaitan dengan ego pribadi, rasa nyaman, dan kebiasaan mental yang membentuk cara seseorang merespon masukan.
Orang langsung berpikir negatif dan merasa terancam harga dirinya sehingga cenderung menolak masukan karena menganggap orang sedang mengkritik dirinya secara pribadi.Â
Hambatan lain adalah orang sering merasa sudah tahu lebih banyak atau lebih baik. Akibatnya, orang yang memberi masukan dianggap lebih rendah dari dirinya, tidak kompeten, dan sebagainya. Hal ini sering terjadi ketika bawahan memberi masukan kepada atasannya.Â
Baca juga:Â Respon Atas Perbuatan Baik dan Buruk: Antara Penghargaan dan Penolakan
Masukan seringkali menuntut penyesuaian atau perubahan. Inilah yang membuat orang yang diberi masukan merasa takut terhadap perubahan itu karena sudah merasa nyaman. Maka, ia akan mengupayakan banyak cara untuk terus mempertahan zona nyaman tersebut.
Ada banyak pribadi yang tidak mau mendengarkan dengan aktif. Pribadi seperti ini cenderung bersikap tertutup atau kurang fokus dalam menerima masukan.
Nah, mencermati semua hal ini, saya jadi tahu, mengapa saran seringkali harus berhadapan dengan benteng. Begitu juga ketika sudah berada ditengah kepungan saran, masukan, dan kritik, begitu sulitnya membuat perubahan yang lebih baik.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI