"Menjadi sosial itu mulia, tapi menjadi sosial yang bertahan itu jauh lebih mulia."Kalimat itu seolah menjadi semangat yang menyelimuti kegiatan Ngobrol Pintar Soal Sampah Bareng FORSEPSI Edisi #3, yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, 10 Oktober 2025.Topik kali ini sungguh menarik sekaligus menantang:
"Membangun Keberlanjutan Bank Sampah Melalui Pendekatan Bisnis Sosial."
Bersama Fikri Aswan, Founder Wastepreneur.id, para pegiat Bank Sampah dari berbagai pelosok Indonesia --- dari Jawa hingga Papua --- kembali diajak merenung dan belajar bersama tentang satu hal penting: bagaimana menjaga semangat sosial tetap menyala, tanpa kehilangan arah keberlanjutan.
Dari Sosial ke Sosial yang Lebih Kuat
Banyak Bank Sampah berdiri di tengah masyarakat dengan niat luhur: mengedukasi, mengurangi sampah, dan menggerakkan warga. Namun, tidak sedikit yang kemudian terhenti karena pengelola kelelahan, keuangan menipis, atau dukungan lingkungan yang belum memadai.
Fikri membuka sesi dengan jujur, "Bicara Bank Sampah bukan hanya soal idealisme, tapi juga tentang bagaimana gerakan ini bisa terus berjalan. Sosial tetap utama, tapi harus ada sistem yang menopang."
Pendekatan bisnis sosial bukan berarti melupakan nilai-nilai kemanusiaan, tapi justru memastikan bahwa para pegiat lingkungan tidak kehabisan energi: secara fisik, mental, maupun finansial.
Dari Lapangan: Suara Bank Sampah Se-Nusantara
Sesi tanya jawab menjadi momen yang penuh semangat, jujur, dan hangat.
Para pegiat dari berbagai daerah bercerita tentang realitas mereka di lapangan, tentang perjuangan kecil yang sering kali tidak dilihat siapa pun.
Islamiyah dari BS Srikandi mengisahkan tantangan di wilayahnya.
"Sampah kami sedikit, pabrik maunya ton-tonan. Kadang semangat sudah ada, tapi peluangnya belum jelas."
Menanggapi hal itu, Fikri menjawab, "Tidak ada aturan bahwa Bank Sampah harus RW atau RT. Kalau ingin berkembang, perluas jangkauan, bentuk jaringan, atau kolaborasi dengan pihak lain. Kalau pemulung bisa kerja tiap hari, kenapa Bank Sampah tidak bisa lebih aktif?"
Pak Musrofin dari BS Ngalam Waste berbagi pengalaman manajemen gudang dan harga.
Ia menyebut bahwa BS Induk sangat membantu dengan penyimpanan dan stabilitas harga.
Fikri menekankan pentingnya membangun gudang bersama dan memperkuat sistem bisnis agar Bank Sampah tidak hanya mengandalkan fluktuasi pasar.
Rey Tumilaar dari BSI Kuntung menyoroti pentingnya armada penjemputan.
"Kalau tidak dijemput, warga malas memilah. Tapi armada kami terbatas, dan pabrik jauh," ujarnya.
Masalah ini menjadi cermin bagi banyak BS di daerah lain: logistik dan transportasi masih menjadi tantangan utama.