Mohon tunggu...
Kristanto Irawan Putra
Kristanto Irawan Putra Mohon Tunggu... Plastic Waste & Circular Economy Specialist

UNIKA Program Magister Lingkungan dan Perkotaan l SMA TN Angkatan XVIII l Direktur Bank Sampah Induk Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Sabang sampai Merauke: Bank Sampah FORSEPSI Belajar Bisnis Sosial

10 Oktober 2025   21:29 Diperbarui: 10 Oktober 2025   21:45 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama Bank Sampah FORSEPSI Belajar Bisnis Sosial pada hari Jumat, 10 Oktober 2025 (Sumber: Tangkapan layar pribadi)

"Menjadi sosial itu mulia, tapi menjadi sosial yang bertahan itu jauh lebih mulia."Kalimat itu seolah menjadi semangat yang menyelimuti kegiatan Ngobrol Pintar Soal Sampah Bareng FORSEPSI Edisi #3, yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, 10 Oktober 2025.Topik kali ini sungguh menarik sekaligus menantang:
"Membangun Keberlanjutan Bank Sampah Melalui Pendekatan Bisnis Sosial."

Bersama Fikri Aswan, Founder Wastepreneur.id, para pegiat Bank Sampah dari berbagai pelosok Indonesia --- dari Jawa hingga Papua --- kembali diajak merenung dan belajar bersama tentang satu hal penting: bagaimana menjaga semangat sosial tetap menyala, tanpa kehilangan arah keberlanjutan.

Dari Sosial ke Sosial yang Lebih Kuat

Banyak Bank Sampah berdiri di tengah masyarakat dengan niat luhur: mengedukasi, mengurangi sampah, dan menggerakkan warga. Namun, tidak sedikit yang kemudian terhenti karena pengelola kelelahan, keuangan menipis, atau dukungan lingkungan yang belum memadai.

Fikri membuka sesi dengan jujur, "Bicara Bank Sampah bukan hanya soal idealisme, tapi juga tentang bagaimana gerakan ini bisa terus berjalan. Sosial tetap utama, tapi harus ada sistem yang menopang."

Pendekatan bisnis sosial bukan berarti melupakan nilai-nilai kemanusiaan, tapi justru memastikan bahwa para pegiat lingkungan tidak kehabisan energi: secara fisik, mental, maupun finansial.

Dari Lapangan: Suara Bank Sampah Se-Nusantara

Sesi tanya jawab menjadi momen yang penuh semangat, jujur, dan hangat.
Para pegiat dari berbagai daerah bercerita tentang realitas mereka di lapangan, tentang perjuangan kecil yang sering kali tidak dilihat siapa pun.

Islamiyah dari BS Srikandi mengisahkan tantangan di wilayahnya.
"Sampah kami sedikit, pabrik maunya ton-tonan. Kadang semangat sudah ada, tapi peluangnya belum jelas."
Menanggapi hal itu, Fikri menjawab, "Tidak ada aturan bahwa Bank Sampah harus RW atau RT. Kalau ingin berkembang, perluas jangkauan, bentuk jaringan, atau kolaborasi dengan pihak lain. Kalau pemulung bisa kerja tiap hari, kenapa Bank Sampah tidak bisa lebih aktif?"

Pak Musrofin dari BS Ngalam Waste berbagi pengalaman manajemen gudang dan harga.
Ia menyebut bahwa BS Induk sangat membantu dengan penyimpanan dan stabilitas harga.
Fikri menekankan pentingnya membangun gudang bersama dan memperkuat sistem bisnis agar Bank Sampah tidak hanya mengandalkan fluktuasi pasar.

Rey Tumilaar dari BSI Kuntung menyoroti pentingnya armada penjemputan.
"Kalau tidak dijemput, warga malas memilah. Tapi armada kami terbatas, dan pabrik jauh," ujarnya.
Masalah ini menjadi cermin bagi banyak BS di daerah lain: logistik dan transportasi masih menjadi tantangan utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun