Mohon tunggu...
rizqa lahuddin
rizqa lahuddin Mohon Tunggu... Auditor - rizqa lahuddin

hitam ya hitam, putih ya putih.. hitam bukanlah abu2 paling tua begitu juga putih, bukanlah abu2 paling muda..

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Bagaimana Nanti MRT Jakarta Bisa Untung?

30 Maret 2019   19:47 Diperbarui: 31 Maret 2019   04:39 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kereta commuter di Jepang (dokpri)

Di jaman sekarang ini, bisa jadi penghasilan seseorang atau sebuah perusahaan lebih banyak disumbang oleh penghasilan yang bersumber bukan dari core business utamanya, tetapi dari penghasilan lainnya. Mulai dari tukang jahit yang memanfaatkan sisa-sisa kain bekasnya, industri yang menjual mesin yang sudah habis manfaatnya, bank yang porsi pendapatan dari berbagai biaya bulanan dan fee yang mereka kenakan ke nasabah, semuanya merupakan contoh pendapatan lain-lain. 

Bahkan pengusaha warteg dan warung makan juga mendapatkan porsi untung yang lebih besar dari berjualan minuman es teh dan es jeruk selain dari makanannya sendiri.

Kembali lagi ke soal transportasi umum. Memang betul investasi untuk pembangunan kereta itu sangat mahal. Berbeda dengan perusahaan penerbangan yang cukup membeli alat transportasinya saja, sedangkan infrastruktur pendukungnya (bandara) hanya perlu bayar sewa, perusahaan yang berinvestasi dalam transportasi kereta harus ikut membangun jalan dan stasiunnya selain harus membeli rangkaian keretanya.

Ini menjadikan biaya investasi awal perusahaan transportasi berbasis kereta menjadi sangat besar dan waktu balik modal bisa lebih dari 10 tahun. Lalu bagaimana cara menutup semua biaya operasional dan mengembalikan uang modal yang sebagian besar dari pinjaman itu?

Kereta Bandara Soetta (dokpri)
Kereta Bandara Soetta (dokpri)
Baik di Singapura, Bangkok atau Tokyo, sumber pendapatan terbesar perusahaan transportasi berbasis kereta bukan dari tiket tetapi dari pendapatan lainnya yang biasanya terdiri dari penyewaan tenant di stasiun. Ini seperti ruang komersial di stasiun KRL saat ini yang disewakan ke minimarket, cafe, vending machine restoran, ATM dan sebagainya. Hampir tidak ada stasiun di luar negeri yang hanya sebuah stasiun. Bahkan di Jepang banyak stasiun kereta yang lebih mirip "mal yang ada stasiunnya".

Kedua, adalah kontrak dengan perusahaan lain. Seringkali stasiun berada tepat di depan sebuah mal, hotel atau gedung perkantoran dan kadang pihak perusahaan sekitar stasiun bersedia membayar dengan jumlah tertentu agar gedung mereka terhubung dengan stasiun untuk memudahkan mobilitas. Semua stasiun besar di Jepang rata-rata terhubung dengan mal atau pusat perbelanjaan. 

Singapore juga menggunakan cara seperti ini seperti di stasiun yang berada di depan Vivo City. Kadang pihak lain justru membayar agar perusahaan transportasi mau membangun stasiun tepat di depan atau menyatu dengan properti mereka. Saya pernah menginap di Bangkok dengan hotel yang memiliki pintu akses langsung ke stasiun yang menjadi nilai tambah bagi hotel tersebut.

Ketiga adalah melalui iklan. Di dalam kereta, banyak sekali ruang yang bisa dijadikan ruang iklan sama seperti di KRL Jabodetabek. Badan kereta juga bisa dicat dengan iklan seperti Kereta Bandara Soekarno Hatta, dan ini belum termasuk space iklan di dalam stasiun atau tiang-tiang KRL. Silahkan buka website PT. MRT Jakarta, bahkan di website mereka juga ada iklan dari Bukalapak.

Keempat adalah subsidi. Perusahaan transportasi mendapatkan subsidi dari pemerintah kota setempat atau negara. Jika ternyata perusahaan rugi pada akhir tahun juga ada kemungkinan akan disuntik modal tambahan sebagai bagian dari Public Service Obligation dari pemerintah. Bagi yang selalu mengeluh kenapa harus membayar pajak, silahkan renungkan soal ini karena pajak yang dibayarkan sebagian menjadi subsidi transportasi.

Kelima dan kemungkinan merupakan yang terbesar dalam kasus MRT adalah Transit Oriented Development. Perusahaan kereta bawah tanah pertama di dunia, The Metropolitan Railway di London mendapatkan penghasilan dari membeli tanah kosong di sekitar rute baru dan stasiun, membangun properti dan menjualnya dengan brand Metroland pada tahun 1915. 

Jadi kita ketinggalan lebih dari 100 tahun dari Inggris. Metroland mirip dengan konsep LRT City saat ini. TOD merupakan pendapatan terbesar yang direncakan untuk menutup operasional dan biaya investasi. MRT Jakarta hanya bisa sukses jika diberi hak eksklusif untuk mengembangkan properti pendukung di sekitar stasiun seperti membangun apartemen, mal, tempat parkir, hotel dan sebagainya. Ini sudah dilaksanakan untuk LRT Jakarta-Bekasi yang tersambung dengan beberapa apartemen dan mal di Bekasi Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun