Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Balada Penikahan Lintas Budaya

19 Mei 2018   09:26 Diperbarui: 19 Mei 2018   11:50 2754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: www.radioaustralia.net.au

Beda Bangsa Beda Budaya 

Reni (32) dan Mark (40) telah menikah 3 tahun dan memiliki satu anak balita. Mark berkewarganegaraan Amerika Serikat, sedangkan Reni asli Yogyakarta. Bertemu lewat sebuah situs dating online, mereka merasa cocok, dan membangun hubungan jarak jauh. Satu tahun setelah perkenalan, Mark mengunjungi Reni di Yogyakarta. Pertemuan dan memutuskan menikah beberapa bulan kemudian, setelah Mark resmi pindah kerja ke Jakarta.

Setelah menikah, Mark memboyong Reni ke Jakarta. Mereka tinggal di sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan dan Reni tak lagi bekerja. Sebagai tenaga ahli di sebuah perusahaan multinasional, penghasilan Mark lebih dari cukup, sehingga meski tak lagi bekerja Reni memiliki uang bulanan yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Walaupun begitu, ada keinginan Reni untuk bekerja, yang tak kunjung dapat lampu hijau dari Mark.

Perkenalan mereka yang singkat tidak sampai dua tahun, memang meninggalkan celah perbedaan budaya yang sangat besar. Saat menikah, keduanya tidak banyak membicarakan perbedaan tersebut, prinsip mereka adalah belajar seiring berjalannya pernikahan. Namun ternyata, kerikil-kerikil rumah tangga justru kerap muncul karena budaya mereka yang bertolak belakang.

Terutama soal keluarga besar. Reni, selalu ingin kembali ke Yogyakarta setiap ada acara keluarganya dan ingin Mark ikut serta. Sedangkan Mark, yang lumayan sibuk di Jakarta, merasa tak perlu harus selalu ikut acara keluarga. Tapi Mark tidak pernah melarang Reni untuk datang ke acara keluarga, bahkan ia mengizinkan Reni pergi seorang diri ke Yogyakarta.

Sikap Mark tersebut ternyata justru menimbulkan gesekan di keluarga Reni. Apalagi jika bertemu, Mark juga bukan sosok pria yang akan berbasa-basi manis, ia terbiasa berbicara langsung. Yang terkadang dinilai keluarga Reni sebagai melanggar tata krama dan tidak sopan. Belakangan sikap Mark ini justru membuat Reni kesal, karena ia melihat Mark tidak berubah, tidak seperti ipar-ipar Reni lainnya yang bisa dekat dengan orang tuanya.

Perbedaan prinsip antara Reni dan Mark semakin meruncing setelah anak mereka lahir setahun yang lalu. Latar masalahnya adalah perbedaan pola asuh. Reni merasa Mark terlalu menerapkan pola asuh ala 'Amerika' ke anak mereka. Selain itu, perbedaan keyakinan antara dirinya dan Mark, juga membuat Reni berpikir tentang bagaimana membesarkan anaknya nanti.

Belum lagi, Mark mendapatkan tawaran karier yang lebih bagus di Amerika, sehingga ia akan memboyong Reni dan anaknya kembali ke Amerika. Satu hal yang sebenarnya ditakuti oleh Reni, yang ingin tinggal di Indonesia, tak jauh dari keluarga besarnya.

Bagaimana menyikapi hal ini?

Membangun pernikahan yang sehat dan membahagiakan bagi kedua belah pihak bukanlah hal mudah. Bagi dua orang yang berasal dari kultur yang sama saja sangat potensi banyak konflik yang akan terjadi di sepanjang usia pernikahan. Apalagi jika dengan yang beda budaya, apalagi jika perbedaan budaya itu cukup signifikan.

Pasangan beda bangsa dan budaya perlu menyadari dan menemukan landasan value yang sama untuk berbagai hal dasar dalam hubungan mereka saat memutuskan melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. 

Perbedaan budaya ini harus mereka bicarakan sejak awal, bahkan sebelum pernikahan terjadi. Ini sebabnya, pasangan beda bangsa sangat disarankan untuk datang ke Konselor Pernikahan, untuk mengikuti Konseling Pra-Nikah yang sangat penting untuk mendiskusikan berbagai perbedaan yang ada agar tidak menjadi batu sandungan dalam relasi suami istri mereka di kemudian hari.

Dalam contoh diatas maka perbedaan mencakup perbedaan budaya, kultur dengan keluarga besar, pola komunikasi, agama, pola asuh anak bahkan tempat tinggal tetap pun masih menjadi issue bagi Mark dan Reni.

Pasangan yang menikah dari latar belakang budaya yang sama saja permasalahannya banyak, apalagi yang jelas-jelas beda budaya. Sehingga tanpa "skill" yang memadai dalam membangun pernikahan, akan terjadi banyak konflik dan friksi yang akan sangat melelahkan dalam perjalanan pernikahan mereka.

Membangun Komunikasi 

Sebenarnya prinsip Reni dan Mark untuk menjalani pernikahan dan mencari pemecahan masalah perbedaan yang timbul seiring pernikahan mereka adalah hal yang kurang tepat. Apalagi, jika perbedaan yang dibicarakan ini adalah yang mendasar seperti negara yang akan ditinggali pasangan, pola asuh anak, belum lagi soal kewarganegaraan anak dan lainnya.

Tapi semua itu telah terjadi. Apa yang kini harus dilakukan Reni adalah membangun komunikasi yang baik dengan Mark. Sampaikan pada Mark apa yang menjadi pemikiran dan keinginan, termasuk ketakutan Reni. Semua itu harus dikomunikasi dengan baik agar pasangan juga bisa memahami kondisi kita.

Sebaliknya, Reni juga harus mendengarkan apa yang disampaikan oleh Mark. Tujuan komunikasi ini tentunya untuk menemukan titip temu, misalnya soal pola asuh anak, hingga bagaimana membesarkan anak dalam dua kepercayaan yang berbeda. Karena semua itu mutlak menjadi keputusan suami istri.

Baru jika ternyata komunikasi yang dilakukan tak kunjung menemukan titik temu, maka pasangan membutuhkan bantuan profesional dari seorang Konselor Rumah Tangga.

Pasangan beda bangsa, sebaiknya bersikap sedikit lebih santai dalam menghadapi perbedaan budaya. Jangan menjadikan atau menganggap budaya saya lebih baik dari budaya pasangan atau sebaliknya. Atau menjadikan budaya sebagai tameng.

Dalam kasus Mark yang tidak ingin selalu datang ke acara keluarga, bukan berarti Mark tidak menganggap keluarga itu tidak penting, hanya polanya berbeda. Sikap Mark tersebut mungkin karena ia merasa keluarga adalah ia, istri, dan anaknya, sehingga tidak perlu membangun kedekatan "berlebih" dengan anggota keluarga yang lain.

Sedangkan bagi keluarga Indonesia, dimana individu bisa sangat melebur, ini ada baik dan buruknya. Baiknya, keluarga jadi lebih dekat dan akrab. Tapi buruknya karena kedekatan yang berlebihan bisa menghilangkan batas privacy dalam keluarga sehingga tak jarang akhirnya berujung pada ikut campurnya berbagai pihak pada  urusan dalam negeri keluarga.

Dengan perbedaan budaya yang mendasar, Reni tidak perlu membandingkan Mark dengan ipar lainnya. Karena tentu gaya Mark akan berbeda dan tidak bisa sama dengan ipar Reni yang mungkin berasal dari budaya Jawa yang sama. Terima perbedaan tersebut, jangan menjadikan budaya sebagai batasan.

Begitu pula dengan membesarkan anak, suami dan istri harus menyadari bahwa mereka membawa dua budaya berbeda. Setengah Amerika, setengah Indonesia. Tidak ada satu budaya yang menonjol dari lainnya, dan tidak bisa ingin memonopoli, ingin membesarkan anak hanya dari value si ibu. Karena si bapak mungkin akan keberatan. Kecuali jika memang tidak menjadi masalah bagi si suami. 

Harus dipahami oleh suami istri lintas budaya, contoh dalam kasus Mark dan Reni di atas, tidak  berarti budaya Jawa lebih baik dari Amerika atau sebaliknya. Ini menjadi pekerjaan rumah orang tua untuk tidak egois dengan budaya sendiri. Harus paham bahwa anak juga harus mengetahui dan mempelajari kedua budaya orang tuanya dalam porsi yang sama besar. Anak juga harus menyadari bahwa memang mengalir darah Amerika dan darah Jawa dalam dirinya.

Memang akan banyak kerumitan dalam membina pernikahan lintas budaya (cross-culture marriage), namun dengan membekali diri ke Konselor Pernikahan, Anda akan dibekali dan "dilatih" untuk menguasai berbagai skill yang diperlukan untuk menghadapi perbedaan yang ada dan bagaimana dapat menemukan solusi yang win-win untuk berbagai perbedaan yang ada.

Dan dalam pernikahan beda budaya, jika mampu dikelola dengan baik juga memiliki kelebihan karena adanya excitement tersendiri karena ada banyak hal menarik yang bisa kita gali dan pelajari dari budaya pasangan kita. Dapat membuat perjalanan pernikahan menjadi lebih "seru" dan bervariasi.

Salam Sejahtera,
Elly Nagasaputra, MK, CHt
Marriage Counselor & Hypnotherapist

- healing hearts -- changing life -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun