Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Habis Obor Rakyat, Terbitlah Indonesia Barokah

3 Februari 2019   21:37 Diperbarui: 4 Februari 2019   23:46 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabloid Indonesia Barokah beredar di Solo, Jawa Tengah, Kamis (24/1/2019). (KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)

Kubu Prabowo-Sandiaga melaporkan Tabloid Indonesia Barokah ke pihak kepolisian. Tabloid itu dinilai memuat pemberitaan yang tendensius terhadap Prabowo-Sandiaga dan tidak jelas siapa yang menerbitkannya.

Sebelumnya, penyebaran Tabloid Indonesia Barokah ditujukan ke masjid-masjid di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dari hasil penelusuran yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ternyata tabloid tersebut tidak memiliki kantor.

Ketika peredaran tabloid tersebut semakin masif, Dewan Pers akhirnya membuat kajian dan memyimpulkan: Tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Indonesia Barokah dipersilakan menggunakan UU lain di luar UU 40/1999 tentang Pers, karena dilihat dari sisi adminitrasi dan konten, Indonesia Barokah bukan pers," kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam keteranganya tertulis, Selasa (29/1/2019) malam.

Sedangkan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Moeldoko, setuju apabila Tabloid Indonesia Barokah ditelusuri aparat penegak hukum.

"Di tahun politik seperti sekarang ini, cara-cara berpolitik yang menimbulkan percikan dan gesekan horizontal seharusnya dihindari," lanjutnya.

Lantas bagaimana tanggapan Kompasianer terhadap beredarnya Tabloid Indonesia Barokah ini? Apakah mengingatkan kita pada tabloid Obor Rakyat yang pernah dihentikan penerbitannya kala Pilpres 2014 lalu? Berikut 5 artikel yang membahas tentang peredaran Tabloid Indonesia Barokah ini:

1. Selamat Datang Tabloid "Indonesia Barokah"

Kehadiran (tabloid) Indonesia Barokah ini, tulis Hans Panjaitan, disinyalir merupakan aksi pihak-pihak yang mendukung salah satu capres tertentu. Mungkin, lanjutnya, langkah ini dipandang efektif untuk menjangkau masyarakat luas yang tidak punya akses ke media-media online.

Dalam tulisannya tersebut, Hans Panjaitan menduga, media ini dengan sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraih tujuannya, tanpa peduli itu merugikan pihak lain.

"Segala cara dilakukan untuk itu. Dan terbitnya media Indonesia Barokah bisa saja dimaksudkan oleh pembuatnya untuk meredam atau mengcounter berita-berita atau isu liar yang berseliweran di medsos, dan menipu rakyat," tulisnya (baca selengkapnya).

2. Indonesia Barokah dan Kamar Barokah

Edy Supriatna mengaku belum sempat membaca Tabloid Indonesia Barokah. Tetapi dengan manautkan kata "barokah" pada nama tabloid tersebut, menurut Edy Supriatna, boleh jadi media bersangkutan punya mimpi warga Indonesia mendapat berkah pada Pilpres 2019.

"Maklum, media ini hadir di tengah kampenye berlangsung. Karenanya, artikelnya pun disebut-sebut berisi kampanye hitam," lanjutnya.

Dengan penamaan "barokah" ini Edy Supriatna teringat akan istilah serupa, yakni Kamar Barokah. Apa itu "Kamar Barokah" yang dimaksud?

Istilah kamar barokah itu berawal dari pasangan suami-isteri (sah) yang pulang dari Tanah Suci dan mencari kamar kosong di sejumlah pondokan (hotel) untuk ditempati sebelum beranjak pulang ke Tanah Air.

Biasanya usai pelaksanaan wukuf, anggota jemaah haji mencari kamar barokah (baca selengkapnya).

3. Dampak Tabloid Indonesia Barokah Mirip Penganiayaan Ratna Sarumpaet, Siapa Dalangnya?

Jika melongok "blog keroyokan" Indonesiabarokah.com, tulis Gatot Swandito, memang di situ terdapat logo yang mirip dengan logo yang digunakan oleh tabloid Indonesia Barokah. 

Namun, yang kemudian menjadi pernyataan adalah apakah adanya kesamaan nama dan logo merupakan bukti jika tabloid IB adalah versi cetak dari situs Indonesiabarokah.com?

Gatot Swandito berpendapat bahwa itu tidak ada keterkaitan sama sekali. Karena, tulisnya, Indonesiabarokah.com berisikan konten-konten berbau agama dan nyaris tidak tercium aroma politik praktis pada setiap unggahannya. 

Ia menambahkan, Wajah Indonesiabarokah.com ini bisa dilihat dari katagori pada lamannya. Sedangkan Tabloid Indonesia Barokah berbanding tebalik dengan itu.

"Isi dari tabloid IB lebih memosisikan diri sebagai media politik. Pada versi PDF tabloid IB terdapat judul-judul yang berbau politik," lanjutnya (baca selengkapnya).

4. Indonesia Barokah dan Obor Rakyat, Biarkan Saja Karena Itu Barokah bagi Kecerdasan Rakyat

Habis Obor Rakyat terbitlah Indonesia Barokah, begitu Hamdani mengibaratkan polemik ini.

Bukan tanpa sebab, menurutnya visi dan misinya sama. Jika Tabloid Obor Rakyat melakukan fitnah dan menyerang Jokowi-Jk. Maka tabloid Indonesia Barokah menyerang Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.

Namun Hamndani menyayangkan, meskipun tabloid Indonesia Barokah bisa digolongkan sebagai bentuk kampanye hitam, tetapi oleh Bawaslu dikatakan tabloid tersebut tidak mengandung unsur pidana Pemilu. 

"Malah yang harus diwaspadai adalah bukan soal isi tabloidnya tetapi kelemahan pemerintah dan pihak terkait dalam penegakan aturan dan hukum," tulisnya. (baca selengkapnya)

5. "Indonesia Barokah" dan Umat Islam yang Terbelah

Komoditas agama yang dijadikan alat bagi kepentingan politik, bagi Syahirul Alim, ternyata marak dan bahkan mungkin menjadi bisnis politik yang paling menggiurkan. 

"Islam utamanya, terus mendominasi panggung politik, dibuat sedemikian rupa dengan berbagai cara agar dapat diterima dalam ruang publik," tulisnya.

Tapi ada yang menjengkelkan, menurutnya. Maraknya narasi Islam yang terus dijadikan komoditas politik rentan memecah belah umat pada level tertentu. 

Sebab, tak semua umat muslim suka politik, dalam pandangannya ada saja yang menunjukkan sikap apatisnya bahkan mungkin menjauhi realitas politik kekuasaan (baca selengkapnya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun