Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pancasila sebagai Pedoman Bangsa Indonesia untuk Bersatu dalam Keberagaman

4 Juni 2018   16:40 Diperbarui: 5 Juni 2018   11:05 4014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nationalgeogprahic.co.id

Setiap 1 Juni masyarakat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Penetapan ini merujuk pada hasil sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam merumuskan dasar negara. Dan Soekarno mencanangkan Pancasila. Peristiwa itulah yang melatarbelakangi pencetusan Hari Lahir Pancasila oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Juni 2017 lalu.

Dalam peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini Presiden Joko Widodo berpesan agar masyarakat dapat berbagi pengalaman hidup dalam keberagaman pada dunia.

Presiden beralasan, masyarakat semua negara di dunia akan berproses menjadi masyarakat yang beragam. Seiring dengan itu, kemajemukan tersebut diyakini juga akan dibayang-bayangi oleh tindakan intoleransi.

"Saatnya kita berbagi pengalaman dalam ber-Bhineka Tunggal Ika, dalam bertoleransi serta dalam membangun persatuan dan kebersamaan. Saatnya kita berbagi pengalaman dalam mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," ujar Jokowi seperti dikutip dari Kompas.com.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Pancasila telah menjadi pedoman masyarakat Indonesia selama 73 tahun untuk hidup dalam keberagaman. Sebab saat proses kelahirannya pun, Pancasila melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk dari tokoh Tiongkok.

Menurut Kompasianer Tilaria Padika, Soekarno mendapat pencerahan kebangsaan dan kemanusiaan dari buku Sun Yat Sen, "The Three People's Principles".

"Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya. Ialah Dr SunYat Sen, seperti dalam tulisannya berjudul San Min Chu atau The Three People's Principles," tulisnya.

"Saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa ," kebangsaan, oleh pengaruh "The Three People's Principles" itu," sambungnya.

Dalam Pancasila versi 1 Juni, Soekarno meletakkan kebangsaan/nasionalisme sebagai prinsip pertama, mendahului kemanusiaan/internasionalisme (prinsip kedua) karena menurutnya Indonesia yang akan berdiri adalah Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa seperti Minangkabau, Makassar, Jawa, dan lain-lain.

Dalam terbentuknya Pancasila juga tak lepas dari peran umat Islam yang begitu besar. Menurut Kompasianer Idris Apandi, saat dibentuknya BPUPKI, perwakilan tokoh-tokoh Islam yang tergabung dalam "Panitia Sembilan" ikut mewarnai jalannya sidang BPUPKI 1 dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 hingga melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945.

Tokoh-tokoh Islam tersebut antara lain KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abdoel Kahar Muzakar, dan Raden Abikusno Tjoekrosoejoso. Sebagai umat agama mayoritas, pengorbanan umat Islam sangat besar demi keutuhan NKRI, yaitu ketika merelakan dihapusnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" yang kemudian ditetapkan menjadi pembukaan UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun