Isu komunisme amat kencang berhembus pada Bulan September. Bagaimana tidak, bulan ini merupakan puncak dari ketegangan antara umat Islam dan komunis. Keduanya seakan tak bisa berdamai berkat peristiwa G30S serta pembunuhan masal yang menyasar kedua kelompok tersebut. upaya-upaya rekonsiliasi harus dilakukan agar bangsa ini tidak terus dihantui dengan tragedi kemanusian.
Selain perseteruan antara Umat Islam dan komunis, dalam lima artikel pilihan kali ini akan membahas soal peliknya memilih pekerjaan, karena tawaran gaji besar tidak melulu memberikan karyawannya kebahagiaan. Dan kebahagiaan nampaknya memang dapat digapai melalui sepak bola, tapi sistem negara tertutup yang dianut Korea Utara membuat satu pesepak bola potensialnya tak bisa "nampil" di layar kaca.
Selain ketiga ulasan tersebut, ada artikel soal TOD dan hak seseorang untuk memiliki anak. Berikut, lima artikel pilihan hari ini.
Islam, Komunisme, dan Bencana Ingatan Kolektif
Islam dan komunisme seakan tak bisa berdamai. Label anti Tuhan yang disematkan bagi para simpatisan maupun anggota PKI menjadi satu alasan untuk menumpas gerakan komunis di Indonesia.
Upaya-upaya untuk "berdamai" dengan masa lalu memang sulit, mengingat kenangan kolektif ini memiliki korban di kedua pihak. Sehingga keduanya mengklaim dirinya sebagai korban. Sulit rasanya mendamaikan keduanya, padahal dalam sejarah Agama Islam diketahui bahwa setiap tragedi kemanusiaan mampu membangun sebuah peradaban.
Ulasan lengkapnya bisa dilihat dalam tautan ini.
Jangan Terburu-Buru Tergiur Gaji yang Lebih Besar!
Walau pekerjaan yang digeluti di perusahaan baru tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, tapi kali ini pekerjaan yang ia lakukan lebih banyak. Akhirnya karena pekerjaannya dinilai kurang baik, ia tidak mendapatkan perpanjangan kontrak.
Tokoh yang diceritakan ini berpesan untuk tidak tergiur dengan upah tinggi. Jika kita memiliki satu keahlian khusus, bolehlah keluar dari "zona nyaman". Namun jika kemampuan Anda biasa saja dan ditawari sebagai kariawan kontrak, tapi perusahaan memiliki tuntutan tinggi pada Anda, cobalah berfikir ulang.
Ulasan lengkapnya bisa dilihat dalam tautan ini.
Apakah Memiliki Anak adalah Hak?
Lalu perdebatan lain muncul ke permukaan, mengenai keabsahan pasangan sesama jenis memiliki anak lewat ibu pengganti ini. Dan tentu saja masalah demografi yang melanda Jepang. Negeri Sakura mewajibkan masyarakatnya memiliki anak, tapi kita semua tahu bahwa masyarakat di sana amat fokus pada pekerjaannya sehingga agak mengesampingkan masalah keberlangsungan keturunan.
Lalu masalah yang lebih pelik lagi timbul, yakni bolehkah seseorang yang jomblodiperbolehkan memiliki anak lewat ibu pengganti? Bahkan di Amerika ada kasus menarik, yaitu seorang penyandang disabilitas yang hidup miskin dan sebatangkara menggunakan jasa ibu pengganti demi memiliki momogan. Namun ibu yang mengandung benih anak-anaknya tak mau memberikan bayi-bayi tersebut kepada orangtua biologisnya karena dinilai tak mampu membesakan tiga bayi tersebut dengan baik.
Ulasan lengkapnya bisa dilihat pada tautan berikut.
Penerapan "Transit Oriented Development", Antara Impian dan Kenyataan
Dalam perkembangannya, TOD diaplikasikan kedalam daerah dengan gabungan antara hunian, area komersil, dan perkantoran, kemudian diintegrasikan dengan moda transportasi masal. Konsep ini sebenarnya telah diadaptasi oleh pemerintah yakni dengan pembangunan di sekitar Stasiun KRL Tanjung Barat, Stasiun KRL Pondok Cina Depok, dan Stasiun KRL Bogor.
Namun pembangunan di tiga daerah tadi belum maksimal, pasalnya pemerintah hanya memberi 25% bagi rusun bersubsidi. Mengapa alokasinya sedikit? Simak ulasan lengkapnya di sini.
Bob Marley dan Tangisan Han Kwan-Song
Nasib Han, beda dengan legenda musik reggae, Bob Marley. Ia adalah sosok yang amat mencintai sepak bola. Melalui si kulit bundar, ia merasa bebas tanpa tekanan maupun belenggu yang saat itu amat kental terjadi di benua Afrika.
Peristiwa yang menimpa Han dan Bob Marley berbanding terbalik dengan pesepak bola Indonesia. Walaupun negara kita menganut sistem demokrasi yang membebaskan warganya untuk berekspresi, tapi tidak berbanding lurus dengan prestasi.
Ulasan lengkapnya bisa dilihat di sini.
(LUK)