Jakarta, 15 Agustus 2025 — Di tengah kekhawatiran petani akan pasokan benih yang sering terlambat, Pemerintah Pusat melalui kemeterian pertanian dan pemerintah Provinsi menyelenggarakan Program Mandiri Benih, Program ini bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi sebuah gerakan untuk memberdayakan petani agar mandiri, mengurangi biaya produksi, dan memastikan benih berkualitas selalu tersedia tepat waktu. “Kami ingin petani tidak hanya menjadi pengguna, tapi juga produsen benih yang percaya diri dengan hasil karyanya sendiri,” ungkap Dr. Indri Arrafi Juliannisa, perwakilan UPNVJ.
Kegiatan dilaksanakan melalui tiga tahapan utama. Pertama, identifikasi masalah, untuk memahami hambatan yang dihadapi petani mulai dari proses penanaman, penyimpanan, hingga distribusi benih. Kedua, turun langsung ke lapangan untuk melihat proses produksi benih, berdialog dengan petani, dan memberikan pembinaan teknis tentang Good Seed Practices. Tahap terakhir adalah evaluasi, yang dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) bersama petani, penyuluh, dan dinas pertanian setempat.
Program Mandiri Benih ini dievaluasi setiap tahunnya, tahun ini Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) dan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan mengevaluasi program mandiri benih yang sudah dilakukan, kegiatan ini diharpkan mampu melahirkan harapan baru. Melalui SiPEKA BENIH, petani di Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah kini belajar memproduksi benih unggul sendiri — membuka jalan menuju kemandirian pangan yang sesungguhnya.
Suasana evaluasi kerap hangat dan penuh cerita. Seorang petani di Ngawi, misalnya, bercerita bagaimana ia dulunya selalu khawatir jika pasokan benih terlambat datang. “Sekarang, kami bisa tanam kapan pun karena punya benih sendiri. Rasanya seperti punya kemerdekaan,” ujarnya sambil tersenyum bangga.
Namun, kunjungan lapangan juga mengungkap sejumlah tantangan, khususnya di Jawa Timur. Wilayah ini ternyata bukan menjadi prioritas penerima program bantuan mandiri benih. Pada tahun 2015, bantuan benih padi diberikan melalui kerja sama dengan IPB University, bersamaan dengan program pembangunan infrastruktur pergudangan. Sayangnya, sebagian infrastruktur yang ada saat ini tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, tidak adanya ikatan atau jaminan dari pihak offtaker dalam menyerap produksi benih membuat distribusi dan penjualan benih sangat terhambat. Kondisi ini membuat sebagian petani Jawa Timur memilih untuk tidak mengikuti program karena merasa lebih percaya diri mengelola usaha secara mandiri.
Pada tahun 2021, bantuan program diberikan dalam bentuk benih varietas Inpari 32. Namun, implementasinya terkendala keterlambatan pengiriman benih ke lokasi. Selain itu, terdapat persoalan komunikasi di tingkat kelompok tani (poktan), baik antara pengurus maupun anggota, terkait sasaran penerima program. Banyak poktan yang belum memiliki badan hukum, sehingga mempersulit proses administrasi. Minimnya pelatihan dan pemahaman teknis baik di kalangan petani maupun penyuluh juga menjadi tantangan besar bagi keberhasilan program.
Di Kalimantan Tengah, bantuan masih tersedia di Satker provinsi melalui APBN 2024 dalam bentuk benih dan sarana produksi (sarpras), bukan bantuan tunai. Namun, pada 2025 bantuan ditiadakan. Bantuan benih yang diterima kadang tidak sesuai varietas, dan pemilihan penerima dilakukan dengan penunjukan langsung, sehingga petani lain yang berpotensi bisa terlewat. Program ini juga tidak menjamin keberadaan offtaker, sehingga produsen kesulitan menjual hasil produksinya. Petani berharap pemerintah mampu menyerap benih yang dihasilkan.