JAKARTA, KOMPAS.com - Kisah soal pengamanan Presiden dan Wakil Presiden sudah dilakukan sejak Indonesia merdeka, meski belum terbentuk organisasi resmi seperti sekarang, Paspampres.
Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang berisikan polisi dan tentara yang sukarela melindungi Bung Karno, menjadi cikal bakal organisasi Paspampres terbentuk. Delapan pemuda yang mengajukan diri sebagai perisai hidup Presiden Soekarno itu pun memiliki berbagai kisah heroik di masa perjuangan.
Salah satunya di hari Minggu, 19 Desember 1946. Ketika itu, pasukan Belanda mengepung Istana Presiden Yogyakarta, pusat pemerintahan Republik Indonesia yang juga kediaman resmi Bung Karno.
 Pasukan baret hijau KST itu berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Van Beek.
 Saat itu, Istana dipertahankan Kompi II Polisi Militer, di bawah komando Letnan I Soesatio dengan anak buah sekitar 100 orang. Pasukan yang mempertahankan istana kalah jumlah dibandingkan pasukan Belanda.
Baca juga : 72 Tahun Lalu, Perintah Rahasia Bung Karno dan Cikal Bakal Paspampres
 Melihat situasi semakin kritis, pengawal Bung Karno Letnan II Soekotjo Tjokroatmodjo mengusulkan agar Presiden segera melarikan diri.
 "Pak, tinggalkan saya bersama sebagian anak-anak. Komandan segera selamatkan Presiden lewat pintu belakang Istana," kata Soekotjo kepada Soesatio, seperti dikutip dari buku Doorstoot Naar Djokja yang ditulis Julius Pour.
 "Mari kita tanya dulu ke Mayor Soegandhi," kata Soesatio.
 Namun Mayor Soegandhi yang merupakan ajudan Presiden Soekarno itu juga tidak berani mengambil keputusan.