Nyatanya, Einstein menolak. Alasannya cukup nyata. Usia sudah tua. Ia juga merasa kurang berpengalaman dan tidak terampil. Ditambah lagi, ia bukanlah warga Israel.
"Saya sangat tersentuh. Tapi, tawaran dari Israel harus saya tolak dengan rasa sedih dan malu." Pungkas Albert Einstein.
Kendati demikian, ada juga yang memperkirakan jika aksi penolakannya punya alasan tersendiri. Ini terkait dengan ketidaksetujuannya terhadap proses pembentukan negara Israel.
Sepuluh tahun sebelum Israel terbentuk, Albert Einstein pernah mengeluarkan pernyataannya. Â Ia menggambarkan pembentukan Israel sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Yudaisme.
Einstein bahkan mengungkapkan jika ia tidak mengerti mengapa Israel dibutuhkan. "Saya percaya itu hal yang buruk," katanya.
Di tahun 1948, ia dan sejumlah akademisi Yahudi menulis surat ke koran New York Times. Memprotes kedatangan Menachem Begin ke Amerika.
Ia mengecam partai politik Begin, Herut yang ia samakan dengan NAZI dan Fasis. Partai Herut adalah nasionalis sayap kanan yang kelak menjadi Likud, tempat Benjamin Netanyahu bernaung.
Einstein muak bukan tanpa sebab. Kelahiran Israel dipenuhi intrik politik dan kekejaman. Termasuk pembantaian Deir Yassin di Yerusalem Barat tahun 1948.
Saat itu, sekitar 120 pasukan Israel yang dipimpin oleh Yithzak Shamir (kelak menjadi Perdana Menteri Israel) memasuki desa Palestina dan membantai sekitar ratusan pria, wanita, dan anak-anak.
Mereka ditembak, digranat dalam rumah, para lelaki disiksa, dan para wanita diperkosa.
Albert Einstein membuat sebuah surat. Ia tujukan kepada Shephard Rifkin, Direktur Eksekutif American Friends of Fighters for the Freedom of Israel.