Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Entong Tolo, Bandit Sosial "Robin Hood" dari Zaman Kolonial

29 November 2020   11:49 Diperbarui: 29 November 2020   11:55 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Entong Tolo (sumber; Youtube, kanal Cerita Rakyat Bekasi)

Harta benda dan ternak yang dirampoknya pun beralih ke tangan Entong Tolo dan gengnya. Sebagian lagi ia bagikan kepada rakyat yang menderita akibat penindasan tuan tanah yang berkepanjangan. Atas aksinya ini, Entong Tolo kemudian tercatat sebagai Bandit Sosial.

Berada pada posisi puncak, aksi Entong Tolo berhasil menimbulkan rasa simpati dari para penduduk lokal. Meskipun hidup buron dan berpindah-pindah tempat, ia selalu mendapatkan pertolongan dari warga setempat, termasuk kepada kelima istri dan anak-anaknya.

"Penduduk ini seolah-olah membayar pajak untuk menghidupi Entong Tolo dan keluarganya," tulis J. Van Gich, sekretaris keresidenan Batavia, pada tahun 1910.

Entong Tolo bagaikan bos mafia yang ditakuti sekaligus dihormati. Ia berada di atas angin dengan mendapatkan perlindungan tak tertulis dari para warga sekitar.

Sebaliknya, pemerintah kolonial melihat Entong Tolo tidak lain sebagai perampok, pembuat onar, dan perusak keamanan. Mereka tak henti-hentinya mengerahkan polisi untuk memburunya.

Aksi mereka tidak membawa hasil. Tak seorang pun warga yang mau berbicara kepada polisi. Pun halnya dengan pejabat setempat dan polisi lokal yang bungkam seribu bahasa, karena ketakutan.

"Mereka takut akan mendapat balas dendam dari anak buah Entong Tolo." Demikian keterangan lanjutan dari J. van Gich.

Hingga akhirnya kejayaanya menemukan titik puncak. Pada November 1098, Entong Tolo tertangkap. Tidak ada keterangan mengenai kronologis penangkapan dari sang tokoh bandit sosial ini.

Sejarawan Suhartono dalam bukunya lanjut menuliskan mengenai proses yang terjadi setelah penangkapan. Ia menjelaskan kesulitan polisi dalam mengadili Entong Tolo. Tidak ada bukti kuat ia telah berbuat kriminal. Takada saksi yang dihadirkan yang bisa memberatkan hukumannya atas gangguan keamanan. Pengadilan hanya memiliki bukti keterlibatan anak buahnya saja.

Asisten Residen Meester Cornelis dan Residen Batavia kemudian mengadu ke Direktur Kehakiman, J. Reepkamer, yang kemudian meneruskan masalah ini ke Dewan Hindia. Hingga akhirnya keluarlah surat dari Dewan Hindia pada tahun 1910, yang menyarankan Entong Tolo dibuang ke luar Jawa.

"Residen Manado bersedia menerima Entong Tolo sebagai orang buangan di ibu kotanya," catat J. Reepkamer dalam laporannya, 10 November 1910. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun