Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi Ekonomi Sulit, Gayanya Elit

28 Mei 2022   10:28 Diperbarui: 28 Mei 2022   22:42 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berbagai persoalan hidup dijaman ini, nyatanya dijalani memang tidak mudah, yang pertama adalah kebutuhan dasar seperti tempat tinggal semakin sulit diakses dengan harga yang melambung tinggi, kedua adalah tawaran akan konsumerisme hidup yang mengaburkan kebutuhan esensial, bahkan taruhannya adalah keadaan ekonomi yang pasti akan mengalami kesulitan.".

Sebagai salah satu orang yang terlahir di masa-masa kejayaan era digital, gaya hidup yang rupa-rupa terasa sudah biasa saya lihat dengan anggapan yang tidak terkecuali termasuk; iya mungkin relita kehidupan saya sendiri yang dihadapkan pula pada bentuk yang rupa-rupa itu.

Memang sejak jaman saya sekolah dasar kurang lebih seingat saya sudah mencapai angka 20 tahun yang lalu, rambut anak-anak SD di warnai masih belum popular, setidaknya dulu jaman saya, tetapi sebagian anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah ada yang mewarnai rambut jika libur sekolah tiba.

Orang yang sangat menjunjung liberalism pribadi seperti saya, secara prespektif akan kehidupan saya tidaklah menyalahkan mau rambut itu diwarani, digunduli, atau dicukur "mohak" dengan model boster, corona, atau apalah itu bahkan jika itu dilakukan anak-anak.

Karena semua itu tidak bisa saya lawan sebagai fenomena-fenomena akan kebudayaan, perubahan hidup, dan tren-tren pada masanya, yang memang tentang hak pribadi seseorang yang wajib saya lakukan intervensinya hanya melihatnya saja dari kejahuan.

Praktiknya sih, "masih mungkin bisa mengkritik di dalam batin jika tidak mau konfrontasi, istilahnya hidup moderat begitu, bukan saja orang beragama saja yang mnginginkan bisa moderat hidup saya juga.

Tetapi kembali pada esesni, bukan semua itu yang mau di kritisi dan kritik dalam batin saya, karena tentu prespektif tentang pandangan hidup saya lain.

Iya, benar; bukan tentang gaya rambut anak-anak SD itu yang mulai ikut diwarnai kayak anak SMP di jaman sekarang ini, atau cerita nostalgia yang saya alami akan sebuah pemaknaan dari tren jaman atau kejayaaan budaya pada masanya yang rupa-rupa itu.

Namun gaya hidup yang terkadang tidak relevan itulah yang sebarnya ingin saya kritik, saya kritisi. Tapi, kembali ya; hanya sebatas kapasitas batin saya, tidak mau menjalar kaya ubi jalar dipelataran rumah yang ditunggu panen serasa lambat banget menjalar-jalar tanpa di sadari waktunya.

Mohon dimalumi saja ketika suara batin ini ditulis dalam mengkritik dan mengkritisi, ya kali saya kan mengaku penulis, jadi kalau gak nulis bukan penulis dong? Ini bagian dari kesadaran dari realism hidup bersosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun