Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Luhut Permudah Izin Kerja Dokter Asing: "Rasional"?

20 Agustus 2020   16:41 Diperbarui: 21 Agustus 2020   10:03 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO

Sekolah ketika ada standart yang melebelinya "bergengsi", semua murid pasti berlomba-lomba masuk sekolah favorit dan bergengsi tersebut.

Ditambah dengan sekolah itu mempunyai label sekolah standart mempuni baik "nasional" maupun "internasional". Sudah pasti orang-orang akan tergiur dengan label itu.

Saya tidak memungkiri kita adalah masyarakat yang syarat akan gengsi. Sudah dapat dilihat bagaimana ketika tetangga mampu ini dan itu, sudah pasti kita akan latah terus membicarakannya. Dalam hati mengapa kita tidak bisa?

Atau dengan lebel sendiri, bawasannya yang dapat meninggikan kelas apapun baik strata sosial atau ekonomi. Sudah pasti masyarakat kita akan "kejar", meskipun hancur lebur diri pasti akan terus dikejarnya.

"Karena lebel dari pada penafsiran orang indonesia selalu lebih penting dari pada berkaca pada kualitas SDM terlebih dahulu. Pantas atau tidak menyandang lebel tersebut sebagai sumber daya manusia"

Bukankah sering ditemukan dalam masyarakat kita, ini sebagai suatu contoh nyata teman saya: "Gaji UMR di daerah Cilacap hanya 2 jta-an ia mengkredit motor yang harganya dua puluhan juta, dan itu harus dicicil 3 tahun, cicilannya senilai 1,5 Jutaan, bayangkan, apa tidak menyusahkan diri sendiri?".

Kembali berbicara label. Dalam penyetandaran kelas dalam bidang apapun memang penting, itu tidak saya tampik. Sebab semua akan berkompetisi menjadi lebih baik itu adalah motivasi utama hidup manusia.

Apa lagi industri: menjaring konsumen yang lebih luas "puas" dengan segala bentuk pelayanan yang akan terlayani sebagai penyedia jasa, itulah utamanya supaya jasanya yang diperdagangkan tersebut tetap laku.

Sekolah, Rumah sakit, Guru, Dokter dan sebaganya yang bergerak di bidang jasa memang harus terus merevolusi dirinya sendiri. Bagaimana pelayan setiap jaman dari masa ke masa harus mencapai titik kemajuan yang sepadan dengan zaman.

Tetapi pada titik kemajuan tersebut, apakah nantinya tidak akan menciptakan kelas bagi para calon konsumen yang ingin dilayani? Mungkinkah jikalau menerapkan sebuah standart tidak akan mimilih calon konsumen itu sendiri?

Bawasanya di era negara-negara kapitalis seperti indonesia: "harga membawa rupa", dimana juga bentuk pelayanan? Siapa yang mampu berbayar tinggi disana akan mendapatkan pelayanan terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun