Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasib dan Masa Depan Agraria Pulau Jawa

23 November 2019   12:08 Diperbarui: 25 November 2019   11:28 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani. (KOMPAS TV/ Muhamad Syahri Romdhon)

Mungkin jika harus dirasakan dampaknya lebih dalam, setiap apa yang disebut pembangunan, memang akan mengancam semua bentuk kepemilikan lahan. Terkadang tawaran yang menggiurkan dari uang hasil dari penjualan lahan itu, menjadi sesuatu yang rancu, dapatkan manusia akan mempertahankan lahan tanahnya jika apa yang menjadi ide-ide mereka sederhana yakni; menjadi hedonis dengan uang yang akan mereka peroleh?

Bukankah menjadi bukti itu sendiri bagaimana Jalan tol trans Jawa dibagian utara Jawa mengurangi poduksi pangan itu karena sawah yang digunakan sebagai pembangunan jalan sudah tidak produktif lagi, bahkan sudah mati?

Dan siapakah yang menerima berkah dari pembangunan itu, apakah mereka para kaum manusia terpinggirankan yang diuntungkan? Tentu yang dapat menikmati adalah mereka-mereka dengan keterpunyaan modal yang tinggi, dimana untuk masuk Jalan tol saja harus penya mobil dan uang untuk mempergunakannya.

Masa depan agraria di Pulau Jawa memang sudah akan mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Bukan apa, mungkin dampak dari hari ini tidak akan terasa, mereka yang menjual lahan-lahan mereka untuk pembangunan masih dapat menikmatinya untuk dirinya sendiri, tetapi bagaimana dengan keturunan mereka kelak?

Inilah sumber dari berbagai masalah itu, dibelahan bumi sana, berperang mempertahankan lahan, mereka "manusia" usahakan mati-matian, namun tawaran akan uang dan kemewahan hidup sesaat justru mengaburkan nilai-nilai perjuangan akan lahan itu sendiri.

"Bawasannya jelas disini, lahan selama ia masih diolah oleh manusia, disana akan terdapat kehidupan berapa-pun lintas generasinya. Untuk itu, mempertahnkan lahan adalah mempertahankan akan abadinya kemakmuran bagi manusia.

Bukankah menjadi dasar dari berpikir itu sendiri untuk manusia khusunya yang mempunyai lahan agar tidak mudah sebegitu mudahnya menjual lahannya, yang akhirnya di masa keturunannya, mereka tidak sejahtera karena tidak mempunyai lahan bagi kebutuhan pangan-pangan mereka".

Saat ini sebab dari berbagai musabab itu, tanah Jawa yang terkenal dengan kesuburannya bukan tidak mungkin dimasa depan akan menjadi miskin karena alih fungsi lahan itu sendiri. Nahasnya bukan masyarakatnya yang menikmati, tetapi segelintir orang dalam sistem kapitalisme yang justru menikmati itu.

Kesadaran akan agraria untuk masa depan lebih baik, bukan saja harus ditanamkan dengan berbagai tawaran ide-ide hedonisme sementara yang lebih menggiurkan, namun berpikir orentasi masa depan, bukankah kemewahan hidup tidak akan terbawa mati, dan manusia mati jika ia punya anak meninggalkan anaknnya? 

Dan akan diwarisi apa anak tersebut? Kemiskinan tidak punya lahan pangan?

Sesuatu yang belum terjadi dan akan direncanakan untuk terjadi, pembangunan Jalan tol trans Jawa segmen selatan Pulau Jawa, bukan hanya akan menjadi ancaman nyata lagi bagi agraria tanah Jawa kembali, namun akan menjadi momok kemiskinan lagi, yang akan terjadi berikutnya dimasa depan masyarakat Jawa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun