Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjadi Manusia Filosofis

11 Agustus 2019   18:02 Diperbarui: 27 Agustus 2019   18:04 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: sketsalaku.wordpress.com

Diselah akan menjelang sore tiba, aku duduk bersama musik yang sedang aku dengarkan. Kebebasan dan musik adalah salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. 

Memang ketika menjadi sendiri, tidak ada yang mengatur, juga tidak ada pula yang mengojokan untuk melakukan sesuatu, "manusia menjadi bebas ketika mereka sendiri".

Di dalam keheningan kini, aku sedang bergelut dengan diriku sendiri, tentang pikiran yang terlitas, perasaan, dan penerimaan sebagai aku saat ini, semua serba ingin untuk direnungi, sudahkah aku menjadi diriku yang sejati? Yang akan hadir di masa depan, tidakah engkau hanya akan memberi sejuta pertanyaan bagi manusia? Apakah memang masa depan, masa lalu dan masa saat ini ada?

Dilematis, hidup memang perlu dilema, karena dengan dilema itu, berpikir dan mengambil suatu keuputusan harus "manusia" itu sendiri tentukan putusannya. 

Meskipun keputusan itu adalah untuk mengakhiri rasa-rasa yang dapat menekankan dirinya sendiri,  yang bersumber dari dirinya sendiri untuk direpresi sebagai manusia. Lari dan ungkapan menyembuhkan diri adalah bentuk dari setiap keputusan-keputusan itu.

Sosial, budaya, dan kehidupan kompleks ideologi manusia, semua memang terkadang sangat mendekati absrud. Bukan apa, merekalah sendiri yang membuat jurang pemisah itu, membatasi, bahkan menjaga diri untuk tidak terlalu jauh bertindak sebagai manusia seharusnya, yang lentur, dan menanggapi kemanusiaan secara sama "terkesan" sederhana, "begitulah berpikir menjadi manusia".

Namun sebuah anggapan, tidak ubahnya adalah pertalian pada nalar manusia, ia mengikatkan diri, mau tidak mau, dan mereka harus menerima itu, hidup sebagai ajang mencari, bukan siapa-siapa, tetapi sikap dari keputusannya sendiri untuk menjadi manusia, yang seperti "apa" pada akhrinya sesuai dengan konsep berpikirnya sendiri.

Tentang berbagai ketertarikan itu, semakin banyak menarik diri pada sesuatu, semakin manusia banyak tahu akan sesuatu. Rasa yang terkadang sempit, menjadikan ia juga akan bepikir tentang kesempitan. Berbagai pertanyaan itu, tentang diri, tentang diluar diri, tentang derita, bahagia, cinta dan benci, semua adalah perkara jiwa yang terilhami antara baik dan buruk yang saling menyatu pada akhirnya sebagai satu wadah menjadi manusia.

Berbagai kecemasan itu, sebuah bentukan pikiran, apakah manusia sadar akan apa yang dicarinya sendiri? Romansa disana, nan indah, bagai melaju bersama angan yang kosong untuk di isi. 

Sesuatu yang inginnya terus dan menerus ingin dimiliki, hasrat yang tumbuh pada akhirnya, menjadi kebosanan terbesar semesta hidup manusia sepanjang mereka masih menjadi manusia.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun