Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Pekerja Galian Pinggir Jalan

20 Juli 2019   10:43 Diperbarui: 20 Juli 2019   13:08 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kursi dan meja sebagai kantor kerja sendiri adalah hal kecil dari hebatnya perjuangan mereka para "pekerja galian" pinggir jalan. 

Untungnya panas hari ini tidak terlalu terik, siang ini memang mendung. Tetapi ada pepatah bilang, mendung tidak berarti hujan. Bagaimanapun mendung bagi mereka "pekerja galian" sedikit membantu, meskipun rasa lelah akibat tenaga yang di porsir terlalu lebih, tetap tidak mengubah rasa lelah mereka melaksanakan pekerjaannya.

Bekerja dan pemenuhan kebutuhan, saya mengira tidak ada yang hina. Manusia mencari penghidupan dari kerja memang telah menjadi kordratnya. Masih lebih baik adalah mereka yang mau bekerja, dari pada hidup bergantung dari kerja orang lain, dan tidak pernah mau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

Sore hari akan tiba, Kopi dan cemilan yang menemani mereka beristirahat para pekerja galian. Beristirahat untuk melepas lelah adalah kewajiban bagi mereka, mengumpulkan tenaga untuk supaya dapat terus melanjutkan kerja sampai menjelang malam tiba. Selagi masih ada cahaya terang, disanalah masih ada kesempatan untuk kerja.

Melaju dan terus melaju, pekerja galian ibarat pekerja yang mengukur jalan. Progress dari jarak galian tersebut merupakan bentuk hitungan kerja mereka. Beruntung ketika tanah yang digalihnya tidak keras, kalau keras tertutup Cor-coran, lebih ekstralah tenaga yang mereka keluarkan untuk bekerja.

Tetapi tanah yang keras dan berbatu adalah bentuk pertangung jawaban seorang "pekerja galian", yang telah sepakat dan menyanggupinya menyelsaikan proyek galian pinggir jalan. 

Untuk itu dia "pekerja galian" pun harus tetap menyelsaikan pekerjaannya apa pun resikonya. Tidak peduli mereka diburu waktu atau di buru kondisinya sendiri.

Membobok aspal, batu-batu di dasar bukit, atau semen-semen yang ditanam di depan rumah warga adalah pekerjaan yang harus diselsaikannya. Dengan alat sederhana, pacul, sekop dan lain sebagainya. 

Merekalah pekerja-pekerja hebat, pekerja dengan semangat juang yang tinggi, pantang menyerah sebagai ajang bertahan hidup demi dirinya, maupun nasib keluarganya dirumah.

Banyak dari mereka "pekerja galian" merupakan pekerja-pekerja urban yang berpindah-pindah. Rela jauh dari keluarga demi melakukan pekerjaannya menghasilkan rupiah. 

Setelah selesai menggalih, mereka pun harus mengembalikan apa-apa yang terdampak dari galian mereka, seperti harus di olesi semen kembali ketika mereka merusak pelataran rumah orang yang sudah di olesi semen sebelumnya.

sumber: dokpri
sumber: dokpri

Semangat mereka, kerja keras mereka, merupakan cambuk bersyukur kita yang mungkin kini menjadi pekerja lebih sedikit tenaga yang di keluarkan di banding mereka "pekerja galian". 

Karena tidak jarang sistem yang mereka sedang ikuti dalam kerja menggalih sendiri terkadang harus dipacu dengan waktu atau yang kita sebut sebagai system kerja borongan.

Semua tahu bagaimana sistem borongan tersebut. Jika tidak dikebut dengan cepat pekerjaan, keuntungan uang "bayaran" yang diterima lebih sedikit. Borongan adalah kerja yang dipacu oleh waktu, agar biaya oprasional seperti makan dan lain sebagainya dapat ditekan biayanya, jika dikerjakan lebih cepat maka akan lebih baik, upah mereka pun tidak terlalu dalam dirogoh saku untuk kebutuhannya sehari-hari.

Ketidakpastian sebagai pekerja lapangan "pekerja galian", jika  untuk memenuhi kebutuhan seperti tempat tinggal mahal dan kebutuhan makan pula tinggi, mereka harus pandai-pandai mengatur guna mencukupi kebutuhan  yang dirumah, dan dirinya saat ini supaya semua dapat terpenuhi.

Bukan untuk memandingkan mana pekerja yang lebih baik. Tidak ada upaya kerja yang membuat lelah badan, tenaga dan pikiran, semua bentuk kerja membuat manusia menjadi lelah. 

Bekerja memang sejatinya begitu, tetapi bersyukurlah selagi masih dapat bekerja dan mampu menghasilkan uang. Oleh sebab itu semua bentuk kerja haruslah disyukuri dan dinikmati apapun keadaannya.

Jika mereka-mereka yang bekerja di ruangan ber-AC, tidak kepanasan dan tidak kehujanan menggerutu akan pekerjaan yang dilakukannya. Coba sejenak menengok mereka "pekerja galian" yang tetap bersemangat walau panas, hujan, bahkan tenaga yang harus mereka keluarkan sangat besar dan juga melelahkan.

Seragam yang dipakai, tidak kotor, dan masih rapi dibalik meja dan kursi kantor, tidak ada alasan lagi untuk menggerutu beban kerja. Sabtu-minggu libur, tidak terlalu diburu waktu saat bekerja, merupakan nilai dari kelebihan itu dibanding mereka "pekerja galian".

Kalau saja mau melihat keadaan yang harus ekstra menjalani pekerjaaannya, mungkin menggerutu dan cenderung mengutuk, tidak bersukur dengan pekerjaan yang santai, seperti pekerja kantoran, lihatlah semangat mereka para pekerja galian memandang lahan untuk pekerjaannya sebagai lantaran bertahan hidup.

Mereka "pekerja galian" tetap semangat walau, "waktu kerja merekapun tidak pasti dan suatu saat dapat menganggur lagi". Berbeda dengan pekerja kantoran, apa lagi ketika dia sudah menjadi kariyawan tetap di lembaga perusahaan atau lembaga administrasi kenegaraan. Nasib yang jauh beruntungnnya bukan? Apa alasan menggerutu lagi pada pekerjaan? Hay, engkau para pekerja kantoran? Engkau sedikit lebih beruntung dari pada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun