Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin Harus Mengenal Wahyu Mahkota Rama?

27 Mei 2019   14:55 Diperbarui: 10 Juni 2019   23:57 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari kanal Youtabe rTV

Terlepas sebagai karya fiksi atau fakta yang benar terjadi di masa lalu. Karya cerita, baik dari film atau sadiwara radio "kolosal" dalam hal ini menjadi daya tarik yang setidaknya "saya gemari".

Meskipun saya adalah generasi muda (milenial) yang kebanyakan di dalam generasinya sendiri tidak peduli akan cerita-cerita yang dianggap kuno. Tetapi, "saya harus mendobrak doktrin zaman ini". Tetap, sumua karya ada baiknya untuk kita, setidaknya untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai manusia.

Memang tidak salah, kita sebagai generasi muda mempertanyakan cerita-cerita kuno itu yang "absrud menurut zaman". Untuk saya, tidak masalah tiba-tiba manusia dapat menjadi besar (raksasa), senjata keluar dari dalam dirinya sendiri, atau raja-raja yang punya keterikatan dengan makhluk-mahkluk astral dan sebagainya.

Bagi saya, karya kolosal dalam bentuk drama atau semacamnya sangatlah penting bagi pengetahuan manusia. Bukan karena saya menaruh perhatian lebih pada keilmuan mistik di dalamnya. Melainkan cerita masa lalu yang punya relevansi dengan saat ini. Untuk itu, cerita drama kolosal sangat patut sebagai bahan dasar pemikiran hidup manusia.

Falsafah kehidupan, sosial, politik dan lain sebagainya yang terkandung dalam karya drama kolosal, saya kira dapat juga di jadikan metode pembelajaran untuk kehidupan saat ini ditilik dari cerita kehidupan masa lalu.

Saya sendiri berpandangan bahwa; karya drama kolosal melampaui hiburan. Ia " karya kolosal" merupakan prodak dari kebudayaan, "asli budaya kita sendiri dan kondisi masyarakat pada saat itu". Bahkan tidak sedikit adalah sebuah pelajaran kehidupan bermasyarakat.

Mungkin saya sebagai manusia yang dianggap "maju" kehidupannya saat ini harus banyak berterimakasih pada seniman-seniman karya kolosal yang berjasa besar pada masa itu. Kini dengan kecanggihan teknologi saya dapat menikmatinya sebagai "wacana pengetahuan" itu sendiri.

Karena mereka "seniman kolosal" tidak hanya melahirkan untuk menyambung kebudayaan lintas generasi, tetapi lebih dari itu, "yang sejatinya untuk mendidik manusia dari perspektif kehidupan masa lampau". Terkait atau tidak untuk kehidupan saat ini? inilah hal subyektif itu, tergantung diri kita masing-masing.

Setidaknya, ranah kebudayaan memang selalu menarik. Benar, ia tidak hanya membangkitkan romansa hidup seperti; zaman feodalisme, kesaktian manusia, dan kearifan hidup masa lampau. Saya kira, dari banyak karya drama kolosal yang ada di Indonesia, dua yang menurut saya penting untuk di telaah sebagai pengetahuan. Dua tersebut antara lain: seri Drama Kolosal Legenda Angling Dharma dan Misteri Gunung Merapi.

Dari berbagai drama seri ceritanya sendiri, yang paling menarik tentu tentang kepemimpinan dalam politik "Raja". Dalam hal ini, seri dari kolosal "Angling Dharma". Tetapi di seri drama kolosal Misteri Gunung Merapi sendiri juga apik dalam menerangkan gonjang-ganjing kerajaan Mataram saat itu, terutama faktor transisi kepemimpinan Sultan Mataram.

Sekilas cerita drama seri kolosal Legenda Angling Dharma

Disebutkan dalam drama seri kolosal Angling Dharma tentang Wahyu "Mahkota Rama" yang wajib di ketahui oleh seorang Raja. Pada saat itu Angling Dharma adalah Prabu dari Kerajaan Malawapati yang dikenal sebagai raja yang bijaksana, sakti dan cinta terhadap rakyatnya.

Suatu ketika disaat dia "Angling Dharma" bersama istrinya Setyawati, ia mendengar suara sepasang cicak yang sedang iri dengan kemesraan dirinya dan istrinya. Lalu Angling Dharma tertawa dan praktis menyinggung istrinya. Dijelaskan oleh Angling Dharma bahwa; ia punya ilmu "aji gineng", dimana ia bisa mengerti pembicaraan semua jenis binatang.

Karena itu istrinya "setyawati" mempertanyakan cinta Angling Dharma terhadapnya, alasanya tidak diperbolehkannya istrinya untuk juga dapat menguasai ilmu pembicaraan binatang. Bukan apa, ketika ilmu itu diturunkan kepada orang lain, walaupun istrinya sendiri ia "Angling Dharma" akan mati. 

Itulah kenyataannya, setelah ia "Angling Dharma" diturunkan ilmu tersebut, yang menurunkan itu juga mati. Adalah Naga Benggala yang menurunkan ilmu tersebut. Naga benggala merupakan naga Pertapa atau Naga Resi. Dalam tradisi Hinduisme "Resi" disebut juga orang-orang suci yang bijaksana.

"Seorang wanita tidak pernah berpikir dengan akalnya", itulah kata terakhir yang di dengar oleh Angling Dharma dari perbicangan sepasang domba ketika akan melakukan ritual Pati Obong. Pati Obong sendiri dilakukan atas permintaan istri yang menuntut kesetiaan cinta suami "Angling Dharma". Alasanya tentu karena tidak bisanya ilmu mengetahui pembicaraan binatang di ajarkannya kepada istrinya.

Ritual pati obong merupakan ritul mati dengan kesadaran ingin mengakhiri hidup melalui kobaran api. Ajakan untuk pati obong sendiri di iyakan oleh Anggling Dharama untuk membuktikan kesetiaannya kepada istrinya "setyawati" yang berjanji sehidup semati. Tetapi atas dasar kecintaan kepada rakyat, dan rakyat sendiri sangat terpukul raut wajahnya melihat ritual pati obong yang dilakukan oleh sang prabu Angling Dharma, ia mengurungkan niatnya untuk pati geni bersama istrinya, "Setyawati".

Pasca kematian istrinya "Setyawati", prabu angling dharma dipenuhi kegelisahan akan bayang-bayang wajah istrinya di dalam istana. Untuk itu dia berkelana untuk melihat luasnya jagad raya. Tentu mencari ilmu untuk membuat ia semakin menjadi seorang Raja yang lebih bijaksana. Dalam perjalannya sendiri, ia sempat di kutuk menjadi burung Blibis oleh penyihir yang menaruh dendam padanya.

Dari perwujudan burung blibis sendirilah ia bertemu dengan penganti istrinya "setyawati" yang telah meninggal karena Pati Obong. Pertemuan dengan Sekarwangi "calon istri" sendiri bertempat di kerajaan Bojonegara. Kebetulan Sekarwangi adalah putri dari Raja Bojanegara. Kemudian Sekarwangi yang menjadi istri baru Angling Dharma di bawa ke Malawapati sebagai pemirsurinya, dan menjadi ratu bagi Kerajaan Malawapati.

Banyaknya musuh-musuh kerajaan membuat Angling Dharma bukan hanya di tuntut waspada, tetapi ia "Angling Dhrama" juga terus belajar menimba ilmu dan kesaktian jika ingin menjadi Raja di Raja. Ilmu bagi seorang Raja sendiri yakni sebagai kebijaksanaan terhadap rakyatnya. Sedangkan kesaktian sendiri sebagai pengahalau musuh yang ingin menghancurkan kerajaan.

Mahkota Rama sebagai sifat Pemimpin (Raja)

Pada cerita Drama kolosal "Angling Dharama", saya kira ada sesuatu yang sangat menarik. Sesuai dengan cerita, tokoh yang diangkat dalam drama ini. Tentu Angling Dharma sebagai Raja di Kerajaan Malawapati. Kebijaksanaan, Kesaktian, dan kecintaan terhadap rakyatnya adalah pelajaran yang ingin di suguhkan dalam drama ini.

Memang tidak ada penjelasan spesifik mengenai arti dari Mahkota Rama. Tetapi saya akan mentafsiran sendiri tentang "Mahkota Rama" menurut saya. Melaui pendekatan bahasa terlebih dahulu. Mahkota berarti kewibawaan, status, dan orang yang mempunyai wewenang.

Sedangkan "Rama" artinya Bapak, yang mengayomi, menjadi pelindung bagi keluarga, dan bersikap akomodatif bagi anak maupun keluarga. Dalam politik sendiri "Rama", berarti panutan, tempat mencari perlindungan, dan keadilan bagi rakyat. Singkatnya Mahkota Rama adalah kewibawaan sebagai Bapak bagi semua (rakyat).

Mahkota Rama sendiri merupakan wahyu dalam bentuk pitutur yang diturunkan secara turun-temurun untuk menjadi sikap bagi Raja-Raja Jawa kala itu. Pengetahuan wahyu Mahkota Rama tidak dijadikan prasati atau kitab-kitab yang di ajarakan kepada umum. Melainkan sebagai pedoman sikap kepemimpinan khusus yang harus dimiliki seorang Raja atau pemimpin.

Inilah sikap yang harus dimiliki seorang Raja mengutip wahyu "Mahkota Rama";

Matahari

Menjadi seorang Raja haruslah berwatak seperti matahari, yang menjadi sumber terang pemberi kehidupan seperti matahari.

Bumi

Berwataklah seperti bumi yang selalu ikhlas memberi tanpa mengharap kembali.

Bulan

Berwataklah seperti bulan yang selalu teduh menyejukkan, serta memberikan ketenangan dan kedamaian bagi Rakyat.

Bintang

Berwataklah kamu " Raja" sebagai bintang yang mampu menjadi petunjuk arah ketika kompas sudah tidak bisa dipedomani.

Langit

Berwataklah sebagai langit yang lapang luas, membentang.

Laut

Berwataklah seperti laut yang tenang karena kedalamannya.

Angin

Berwataklah seperti angin yang mampu menyusup ke berbagai tempat, agar bisa melihat dengan mata kepala segala masalah yang harus diketahui oleh seorang Raja.

Air

Berwataklah seperti air yang selalu mengalir ke bawah dan rata. Dalam hal ini, menjadi raja yang tidak pilih-pilih golongan tau semacamnya.

Api

Berwataklah seperti api yang membakar apapun yang dilalui, yang berarti adil tanpa pandang bulu.

Dalamnya nilai filosofi yang di ajarkan secara turun-temurun oleh Raja-Raja Jawa tentang "Mahkota Rama", saya kira ini cukup relevan sebagai dasar dari sikap kepemimpinan apapun termasuk Republik baik masa lalu, masa depan maupun saat ini .

Memang saat ini tatanan negara bukan lagi berjalan dengan tradisi feodalisme. Tetapi ajaran wahyu Mahkota Rama menurut saya masih sangat relevan, dan akan terus relevan, sebagai sikap dari kepemimpinan dalam sistem kenegaraan apapun. Kepala daerah, Presiden, dan Pemimpin-pemimpin baik dari kalangan bisnis, atau yang lainnya, sangat patut untuk mengenal ajaran wahyu Mahkota Rama ini. Agar menjadi pemimpin yang bijaksana, jika ia pemimpin politik ia cinta terhadap rakyat, namun jika ia pemimpin bisnis, ia cinta terhadap para Buruh-Buruhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun