Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kebiasaan Berhutang sebagai Manusia Gagal

25 Maret 2019   15:15 Diperbarui: 16 April 2019   04:06 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika berutang menjadi sebuah kebiasaan (Sumber: www.worthview.com)

Terlahir sebagai manusia miskin memang menyedihkan tetapi menjadi "tragis" jika hidup manusia di isi dengan berutang. Bukan karrna miskin atau kaya kita sebagai manusia. Berutang menurut saya hanyalah perkara kebiasaan, bukan perkara status sosial. Apalagi mengidentikan kemiskinan dan banyaknya hutang, jelas bukan!

"Sedikit atau banyak pendapatan kita dapat disiasati jika kita mau. Maka dari itu hanya orang yang tidak mau bersiasat yang harinya di isi dengan berutang sana-sini".

Serba memudahkan hidup adalah salah satu pemicu, di mana hutang menjadi solusi mudah semua para pecandu hutang. "Masih ada tempat menggantung dimintai utang ini. Jadi tenang saja, menghutangi merupakan perbuatan baik". Demikian, itulah logika para penghutang. Terlebih cap baik bagi para penghutang, hmm, seakan menarik orang menghutangi adalah suatu kebaikan yang harus dilombakan ya? Padahal kebaikan mereka sedang dieksploitasi oleh para pencandu hutang semata.

Secara manusiawi jika ada yang minta berutang pada kita, saya yakin pasti ada pertimbangan dari dalam diri kita. Mengapa? Karena kita cenderung melihat dulu siapa yang akan berutang kepada kita. Cukup kredibelkah mereka? Hubungannya apa dengan kita? Ada pengalaman tidak konsisten mengembalikan hutangnya tidak? Bagi saya, menghutangi dasarnya merupakan pertimbangan, bukan kemurahan hati dengan lebel baik yang digemborkan banyak orang para pecandu hutang.

Namun pada dasarnya dari lubuk hati seorang terdalam, upaya menghutangi sebetulnya tidak ada yang mau. Sebabnya adalah uang yang kita punya berpotensi hilang. Meskipun ini tidak mesti, tergantung bagaimana orang yang memberikan hutang, antara ikhlas hilang atau tidak. Tetapi sudah kebanyakan, saya menduga, susah mengembalikannya.

Uang yang kita cari dengan keringat berdarah-darah jelas tidak mau begitu saja hilang. Iya, kalau hilang karena keteledoran mungkin tidak terlalu sesak dada ini. Lah itu, yang berutang pada kita yang menghabiskannya. Sakit hati tidak ? Dengan disaksikannya dan direstuinya sendiri? Pasti ada rasa penyesalan.

Orang yang berutang pasti akan lebih susah ditagih dan mengembalikannya. Paradigmanya begini, "Jika mereka hutang karna beban hidup mereka yang tidak seimbang, pendapatan melebihi pengeluaran, sudahlah!" Penghasilan mereka tidak akan cukup untuk membayar hutang kalian yang menghutangi. 

Kita tahu, tidak akan ada uang lebih bahkan untuk sekerdar mencicil utang kepada kita. Aslinya mereka yang demen berutang jika digali dari dalam semesta ekonomi personal "Mereka hanya orang yang gali dan tutup lobang."

Berutang sebagai manusia gagal

Sebenarnya ini hanyalah masalah gagap diri kita sendiri. Memang kita melihat orang lain atau sodara berutang pasti ada yang kurang dari setiap kebutuhan-kebutuhannya. Tetapi seharusnya kita juga berpikir. Jika kita bukan pecandu hutang dan tidak mau berutang, bersiasat untuk keseimbangan hidup pasti kita lakukan. Kita hitung berapa pendapatan? Harusnya pengeluaran untuk apa saja? Bukankah hal itu yang kita lakukan untuk menghindari hutang di masa depan kita nanti? Bahkan bagaimana hutang menjerat hidup kita dengan ketidaknyamanan?

Bukankah menjadi pertanyaan? Apa siasat itu, untuk bertahan pada kerasnya ekonomi dan melindungi diri dari hutang tidak dilakukan mereka para pecandu hutang? Jika banyak orang setidaknya takut berutang atau menghindari hutang itu bisa dilakukan, mengapa para pecandu hutang tidak belajar dari sana? Mengapa? Rasanya kebiasaan praktis tanpa berpikir, usaha, dan kerja keras merupakan ciri dan khasnya orang dengan kadar tinggi sebagai pecandu hutang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun