Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip Pilihan

Debu dan Lumpur, Sisi Lain Labuan Bajo

5 November 2020   07:20 Diperbarui: 5 November 2020   07:23 491 13
Labuan Bajo.
 
Lautan berwarna biru muda dengan gradasi hijau toska, pasir putih dan pink, pemandangan bukit-bukit yang cantik, dan sunset yang romantis. Mungkin itulah gambaran awal saat mendengar nama kota pelabuhan di ujung barat Pulau Flores ini.
 
Tapi harapan kadang tak seindah angan. Begitu tiba di Labuan Bajo, kita akan disambut oleh bongkaran material, truk-truk, alat berat, pekerja yang lalu lalang, dan debu tebal di sepanjang jalan kawasan pelabuhan dan bandara.
 
Awal Oktober 2020 kemarin, saya kembali ke Labuan Bajo untuk pertama kalinya sejak masa pandemi Covid-19. Sepintas, Labuan Bajo tak seperti kota mati, karena memang banyaknya aktifitas proyek "wisata super premium" yang sedang dikebut oleh pemerintah pusat.
 
Tapi dari sisi wisata, Labuan Bajo tak ubahnya Bali di masa pandemi. Mati suri. Hotel-hotel, homestay dan hostel, cafe, restoran, dan jasa tour wisata sebagian buka tanpa kunjungan tamu yang signifikan.
 
Situasi diperburuk dengan proyek wisata premium yang terkesan hajar habis. Siang malam, seluruh kota seperti dibongkar total. Proyek drainase, trotoar, dan pengaspalan jalan seperti tak ada habisnya sepanjang area pelabuhan, kampung ujung, bandara, hingga jalan utama menuju Bukit Sylvia dan kompleks kantor pemerintah provinsi Manggarai Barat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun