Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

SBMPTN dan SNMPTN 2013 yang Masih Dipertanyakan

20 Juni 2013   20:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:41 858 1
Menyusul disahkannya Undang-Undang Perguruan Tinggi pada tanggal 13 Juli 2012 beberapa sistem di Perguruan Tinggi khususnya yang bersifat Negeri dirubah, diantaranya adalah seleksi masuk PTN. Seleksi yang dulu dikenal dengan nama Ujian Masuk PTN (UMPTN) lalu pada tahun 2002 berganti menjadi Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dan pada tahun 2008 berganti menjadi Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN), kini menambah nama baru menjadi Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN). Berikut pasal yang menjadi dasar seleksi masuk PTN tahun 2013: UU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal 73 (1) Penerimaan Mahasiswa Baru PTN untuk setiap program studi dapat dilakukan melalui pola penerimaan Mahasiswa secara nasional dan bentuk lain (2) Pemerintah menanggung biaya calon Mahasiswa yang akan mengikuti pola penerimaan Mahasiswa baru secara nasional (3) Calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah memenuhi persyaratan akademik wajib diterima oleh Perguruan Tinggi (4) Perguruan Tinggi menjaga keseimbangan antara jumlah maksimum Mahasiswa dalam setiap Program Studi dan kapasitas sarana dan prasarana, Dosen dan tenaga kependidikan, serta layanan dan sumber daya pendidikan lainnya (5) Penerimaan Mahasiswa baru Perguruan Tinggi merupakan seleksi akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial (6) Penerimaan Mahasiswa baru PTS untuk setiap Program Studi diatur oleh PTS masing-masing atau dapat mengikuti pola penerimaan Mahasiswa baru PTN secara nasional (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan Mahasiswa baru PTN secara nasional diatur dalam Peraturan Menteri Dalam ayat (1) mengenai bentuk lain dari pola penerimaan Mahasiswa secara nasional disepakati oleh Majelis Rektor PTN (MRPTN) dengan nama Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN) yang caranya sama dengan SNMPTN Tertulis 2012. Sementara pemerintah menghapuskan SNMPTN Tertulis. Kenapa? Karena dalam ayat (2) disebutkan bahwa pemerintah harus menanggung biaya calon Mahasiswa yang akan mengikuti SNMPTN alias daftar SNMPTN harus gratis. Jika pemerintah harus menggratiskan daftar SNMPTN, maka pemerintah harus mengeluarkan biaya untuk operasional ujian Tertulis (contoh: kertas ujian, bayar pengawas, sewa gedung, dll) yang dulu biasanya dibayar oleh mahasiswa sebesar 150.000 untuk jalur IPA dan IPS, 175.000 untuk jalur IPC. Maka diputuskanlah bahwa pemerintah akan menggratiskan biaya SNMPTN tapi pemerintah tidak akan menyelenggarakan SNMPTN Tertulis melainkan Undangan saja yaitu melalui rapot dan hasil UN dan sistem ini diputuskan bernama SNMPTN, tanpa embel-embel Undangan ataupun Tertulis. Sementara SBMPTN tetap memungut biaya ujian dengan sistem yang sama dengan SNMPTN Tertulis 2012. Satu lagi sistem yang berbeda adalah bahwa Bidik Misi bukanlah bagian dari seleksi masuk, melainkan bentuk bantuan pemerintah. Jadi bagi mereka yang daftar SNMPTN atau SBMPTN harus mendaftar lagi di Bidik Misi untuk mengajukan Bidik Misi. Sementara yang sudah daftar Bidik Misi juga harus daftar SNMPTN atau SBMPTN untuk diterima di PTN. Sementara sistem sebelumnya adalah yang sudah terdaftar Bidik Misi berarti sudah lolos ke PTN. Menyesatkan? Ya. Karena sosialisasi ini hanya akan menguntungkan mereka yang terakses informasi mudah dan melek teknologi. Apalagi sistem pendaftaran SNMPTN, SBMPTN, maupun Bidik Misi hanya dilakukan via online. Dengan perubahan ini banyak yang agar mudah menjelaskan menyebut SNMPTN adalah SNMPTN Undangan sementara SBMPTN adalah SNMPTN Tertulis. Nyatanya beda, terutama nanti dalam segi biaya semester. Dulu Mahasiswa SNMPTN Tertulis dianggap sebagai titipan negara jadi biaya yang mereka bayar akan lebih ringan daripada biaya Ujian Mandiri. Kini SBMPTN, khususnya di Unpad, membayar dengan ala Ujian Mandiri, atau yang dikenal dengan Seleksi Masuk Universitas Padjadjaran (SMUP). Sementara SMUP sendiri di Unpad hanya diselenggarakan untuk Diploma, S2, dan S3. Selain penamaan yang menyesatkan, sistem ini pun dikritisi karena SNMPTN yang hanya mengandalkan nilai rapot dan hasil UN. Sistem penilaian rapot yang dinilai subjektif dan UN yang masih sarat dengan kecurangan masih diragukan apalagi jika akhirnya menjadi penilaian untuk memasuki dunia PTN. Kuota pun dipertanyakan, SNMPTN yang memiliki kuota 60% dan SBMPTN dengan kuota 40% masih mengikuti Permendiknas No. 34 tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang Diselenggarakan oleh Pemerintah. Dalam ayat (7) disebutkan bahwa akan ada Permen yang keluar mengatur seleksi tersebut namun sampai sekarang Permen tersebut tidak ada sehingga PTN mengacu kepada Permendiknas tersebut. Sekertaris Ditjen Dikti, Dr. Ir. Patdono Suwignyo, M.Eng.Sc, dalam dialognya dengan mahasiswa Unpad mengatakan bahwa PTN seharusnya hanya menerima mahasiswa melalui Jalur UM sebesar 20% karena mengingat mereka harus membayar lebih tinggi (UKT Tertinggi), sementara di Unpad SBMPTN ini merupakan jalur UM. Itu artinya kuota 40%, yang mengikuti Permendiknas No. 34 tahun 2010, terlalu besar. Pemerintah tentunya berharap bahwa sistem yang diterapkan tahun ini merupakan sistem yang terbaik dan memenuhi kepentingan pendidikan. Tidak perlu ada perubahan sistem yang memerlukan sosialisasi kilat, apalagi jika harus kembali dirubah pada tahun depan. Namun pada kenyataannya memang masih banyak pihak yang mempertanyakan sistem ini. Masihkan sistem seleksi ini harus dirubah-ubah lagi?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun