Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bantahan: Logika Hukum Penentang Nikah Sirri!

24 Februari 2010   09:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:46 357 0



Bismillahirrahmaanirrahiim.

Kembali saya mengangkat tema Nikah Sirri. Disini kita akan kaji persoalan Nikah Sirri dari sisi logika hukum positif. Sebelum dimulai, saya jelaskan lagi, bahwa definisi Nikah Sirri itu setiap pernikahan yang tidak dicatatkan di KUA, tidak mendapat surat nikah, meskipun secara Syariat Islam pernikahan seperti itu SAH belaka. Namun Nikah Sirri yang dimaksud disini, tidak termasuk kawin mut’ah, kawin kontrak, nikah tertutup yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan. Kalau kawin mut’ah, kawin kontrak, dan sejenisnya, jelas kita mendukung jika hal itu dilarang. Kawin mut’ah sudah diharamkan oleh Nabi Saw, sampai Yaumul Qiyamah.

Mengapa kita ingin membahas masalah ini dari kacamata hukum positif? Sebab banyak pihak yang mendukung UU Nikah Sirri itu dari kalangan yang mengaku melek hukum. Di antara mereka adalah Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan HAM. Juga Mahfud Md, sang Ketua Mahkamah Konstitusi yang krisis ilmu agama. Juga ada mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie yang pernah mengusulkan agar Gus Dur diganjar gelar “pahlawan demokrasi”. Juga ada Musdah Mulia, ya Anda semua sudah tahu siapa dia. Termasuk ada Menteri Pemberdayaan Perempuan, isteri Agum Gumelar. Juga Ana Muawanah, anggota DPR dari PKB. Dan lain-lain.

Inti pemikiran para pendukung UU Nikah Sirri yang nantinya bisa memidanakan para pelaku Nikah Sirri adalah sebagai berikut:

Nikah Sirri harus dilarang, pelakunya harus dipidanakan. Mengapa? Sebab selama ini banyak kasus kezhaliman terhadap isteri dan anak-anak hasil pernikahan Sirri. Jadi UU Nikah Sirri ini dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak isteri dan anak-anak.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun