Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Negeri Sandiwara

8 Agustus 2014   18:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:03 69 2
(Photo: www.yoprang.blogspot.com)

“Tanah Surga….Katanya”, sebuah film yang disutradarai Deddy Mizwar menggambarkan realitas kehidupan di perbatasan Indonesia-Malaysia pelosok Kalimantan, menceritakan  bagaimana kehidupan ekonomi rakyat yang sangat bergantung pada negeri jiran sehingga banyak yang berpindah kewarganegaraan kesana. Mereka menganggap disana akan menemukan kehidupan dan masa depan yang lebih jelas.

Mereka pindah ke negeri jiran karena menganggap negeri ini memang sangat makmur, tapi bukan untuk seluruh negeri, bukan untuk daerah mereka, hanya Jakarta saja yang makmur.

Pak Hasyim: “Negeri kita lebih makmur Haris”

Haris: “Jakarta yang makmur, bukan disini”

Ini hanya sepotong kisah nyata, merepresentasikan masih banyak lagi sejuta problematika yang dihadapi rakyat jelata di berbagai pelosok nusantara. Karena negeri ini begitu luas, seakan semen dan bahan bangunan hanya sanggup di datangkan sampai Jakarta saja. Seakan mustahil semen-semen dan bahan bangunan dibawa keluar Jakarta untuk mendirikan satu saja gedung mewah disana, tapi sangat mudah bagi mereka mengangut kekayaan dan hasil alam dari berbagai pelosok Nusantara untuk membangun Jakarta, sungguh negeri ini sangat besar tetapi berasa kecil.

Begitu juga dengan masalah pendidikan, mereka yang berkecimpung dan mengurusi kebijakan di pusat memikirkan seakan pendidikan di negeri ini hanya di kota saja dan menutup mata dengan sekolah-sekolah di pelosok sana.

Di kampung saya, anak-anak kelas 3 Sekolah Dasar (SD), masih belajar cara mengeja bacaan dan belajar berhitung dasar, sama dengan kualitas belajar di Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di kota-kota besar negeri ini. Nilai siswa paling cerdas adalah 4 dari 10, coba bandingkan saja dengan mereka yang bersekolah di perkotaan, sangat jauh tertinggal.

Memang sulit membuat mereka membayangkan secara nyata karena mungkin sebagian besar mereka tidak pernah menjadi guru disana, tidak pernah tinggal dan mengenyam pendidikan di kampung pelosok sana.

Saat para pemimpin dari kota datang ke kampung-kampung pelosok meninjau sekolah-sekolah, permainan drama pun dimainkan dengan berbagai kebohongan dan settingan. Semua dipaksa berwajah palsu dan sekolah pun dipaksakan berubah menjadi sekolah bagus agar guru-guru dan instasi pendidikan setempat tidak malu.

“Hebat……hebat……., bagus…….bagus……….ada kemajuan”, mereka yang datang jauh-jauh mengunjungi sekolah bertepuk tangan gembira melihat kebohongan yang mereka sendiri mengharapkannya. Para guru-guru mengeluskan dada dan tersenyum terpaksa dan dinas pendidikan setempat pun merasa aman di benak mereka.

Inilah negeri sandiwara, kita sudah lelah dengan berbagai sandiwara dan kebohongan mereka, saat para pemimpin datang, semua di setting menjadi memuaskan dengan berbagai perkembangan, jalan di aspal hanya untuk tahan satu hari saja, kantor-kantor melakukan pelayanan kepada masyarakat dengan sangat mudah dan nyaman untuk satu hari itu saja, sekolah-sekolah disetting sebagus mungkin untuk satu hari saja dan murid-murid juga dipalsukan kecerdasan mereka untuk satu hari itu saja.

Saatnya, kini kita butuh pemimpin yang datang mengunjungi rakyatnya tanpa perlu settingan untuk satu hari atau dua hari saja, kita berharap pemimpin baru Indonesia sekarang bisa hadir di tengah-tengah rakyat tanpa perlu ada settingan terlebih dahulu, rakyat butuh pemimpin yang berani berhadapan dengan kondisi real mereka tanpa ada sandiwara dan settingan kebohongan.

Stop sandiwara untuk membangun negeri…!!!

Semoga pemimpin baru negeri ini mampu menjalakan amanah rakyat dan membuat ibu pertiwi ini tersenyum.

-zem-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun