Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi Pilihan

‘Jurnalis Kala’ Bukan Nista

8 Agustus 2014   18:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:03 57 2
“Pasti anda penulis” begitu tebak seseorang  yang baru sekali bertemu dengan saya. Saya tersenyum saja tidak menolak dan tak mengiyakan pula.  Entah saya bisa disebut penulis atau tidak, namun yang pasti menulis adalah kegiatan keseharian saya.

Kebiasaan menulis saya awali ketika menjadi petugas lapangan untuk program pendidikan dan pencegahan HIV/AIDS. Setiap hari saya menulis semacam catatan harian, apa yang saya lakukan, siapa yang saya temui, apa yang saya bicarakan, tindak lanjut atau kesepakatan apa untuk pertemuan berikutnya dan seterusnya.

Setelah itu saya belajar menulis proposal dan kemudian laporan, mulai dari mingguan, bulanan, triwulan, semester sampai tahunan. Di sela-sela semua kesibukan itu saya mulai menulis artikel, waktu itu belum musim blog sebab internet masih menjadi sebuah kemewahan. Tidak terlalu rutin tapi cukup banyak tulisan waktu itu bisa dibaca di halaman opini Manado Post.

Suatu ketika ada yang menanyakan “Tak tertarik menjadi jurnalis?”.  Saya jawab “Saya ingin keliling Indonesia dan menuliskan apa yang saya temui”.

Saya memang belum mengelilingi Indonesia, namun sebagaian wilayah Indonesia sempat saya singahi. Dan saya selalu menuliskan pengalaman perjalanan ke berbagai tempat, perihal perjumpaan dengan seseorang, komunitas setempat juga tempat indah serta makanan juga minumannya. Saya menuliskan dalam bentuk catatan di facebook.

Kemudian suatu saat saya mulai menulis untuk sebuah publikasi, newspaper insert. Saya menulis secara rutin berdasarkan proyeksi pemberitaan. Itulah saat pertama saya menjadi  ‘Jurnalis Kala’. Istilah jurnalis kala sebenarnya muncul dalam perdebatan di dewan pers antara Dandhy Laksono dari Watchdoc dan Arya Sinulingga, Pemred RCTI. Arya dalam pengantarnya mempertanyakan ‘kejurnalisan’ Dandhy. Arya bertanya apakah Dandhy layak disebut jurnalis, sebab tidak setiap hari menghasilkan berita. Arya menyebut Dandhy sebagai ‘Jurnalis Kala’, menjadi jurnalis kala ada proyek, kalau tidak entah jadi apa begitu kata Arya.

Entah pantas disebut jurnalis atau tidak, namun yang jelas Wacthdoc adalah rumah produksi ‘News Documentary’ terkemuka yang memasok berbagai macam acara di Kompas TV, Metro TV dan Bloomberg Indonesia.
Dari Dandhy, saya juga mendapat istilah aktivis informasi, gerilyawan informasi dan terakhir jurnalis video. Tapi saya juga setuju istilah olok-olok Arya Sinulingga soal ‘Jurnalis Kala’. Istilah itu bagus juga dan mungkin saya memang termasuk salah satu yang pantas diolok dengan sebutan ‘Jurnalis Kala’.

Saya tidak setiap hari menulis berita, entah dalam bentuk straight news maupun feature news. Tapi melakukan kerja-kerja jurnalis seperti fields trip, wawancara narasumber dan lain-lain saya lakukan baik dengan catatan maupun rekaman suara dan gambar. Sebagian saya tulis menjadi artikel dan juga video pendek lalu saya publikasikan di situs berbagi tulisan dan gambar, macam kompasiana dan youtube, free tanpa mendapat upah atau bayaran. Tetapi sebagian lainnya menjadi tulisan atau footage yang membuat saya mendapat rupiah.

Sesekali saya juga menulis atau membuat video pendek untuk mengejar hadiah dalam sebuah perlombaan. Hadiah bisa saja berupa uang, barang atau perjalanan. Bentuk tulisannya macam-macam, ada yang berupa cerita, gagasan atau ide, puisi dan lain-lain.

Intinya adalah menulis, menulis itu bisa dalam bentuk rangkaian kata juga untaian gambar dan suara. Seseorang yang gemar menulis atau mempunyai kebutuhan untuk menulis mau tidak mau harus mencari bahan. Bahan tulisan bisa berasal dari bacaan, pengamatan, penelitian, wawancara, kunjungan ke lokasi tertentu, menikmati atau merasakan masakan tertentu dan lain sebagainya. Dokumentasi pengetahuan atau pengalaman dalam berbagai macam bentuk adalah bahan dasar tulisan.

Bahan-bahan itu bisa saja diolah menjadi tulisan reportase, opini, feature, esai, profil, cerita pendek, puisi tergantung dari kebutuhan kita. Apapun bentuk tulisannya menjadi tidak penting sebab yang paling utama adalah apa makna dan pesan untuk pembacanya. Tulisan harus berguna atau bermanfaat untuk yang membacanya.

Tidak semua yang menulis ingin disebut penulis. Dan tidak semua yang menulis berita ingin disebut jurnalis. Apapun itu kemampuan menulis adalah salah satu kemampuan yang patut diasah. Dengan mempunyai kemampuan menulis yang baik, kita bisa memilih menjadi apa yang kita inginkan. Menulis cerpen bila ingin disebut cerpenis, menulis puisi bila ingin disebut penyair, menulis buku biar disebut penulis, menulis kolom agar disebut kolumnis atau menulis berita biar diberi gelar kontributor.

Jadi menulis saja apapun nanti sebutannya. Dan kembali ke soal istilah olok-olok ‘Jurnalis Kala’, sebenarnya saya juga pantas menyandang sebutan itu. Hampir sebulan ini saya menulis berita dalam isu tertentu untuk sebuah situs berita. Tentu saya menulis untuk sebuah proyek pemberitaan dan diberi imbalan untuk sebuah pekerjaan menulis dengan sebutan kontributor. Buat saya istilah ‘Jurnalis Kala’ bukanlah nista, sebab memang saya tak mampu dan tak punya waktu kalau setiap saat  menulis berita. Apalagi kalau  sehari diminta setor antara 3 sampai 5 berita  jelas akan membuat saya lebih memilih menulis status di facebook atau berkicau di twitter saja.

Pondok Wiraguna, 7 Agustus 2014
@yustinus_esha

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun