Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Belum Habis VAR Terbitlah SAOT

8 September 2022   10:13 Diperbarui: 8 September 2022   10:16 326 3
Fase grup Liga Champions musim 2022/2023 telah memainkan partai pembuka. Ada tim yang meraih hasil positif dan negatif, seperti halnya para bintang yang tampil moncer atau justru melempem.

Tapi, jika boleh menyebut satu hal spesifik lain yang cukup menarik perhatian, maka itu adalah kehadiran SAOT (semi-automated offside technology) alias teknologi offside semi-otomatis untuk pertama kalinya.

Sebelumnya, SAOT telah digunakan FIFA di Piala Dunia Antarklub Februari 2022 lalu, dan oleh UEFA di Piala Super antara Real Madrid dan Eintracht Frankfurt di Helsinki bulan Agustus 2022 lalu. .

Pada prosesnya, FIFA dan UEFA menghabiskan tiga tahun terakhir menguji coba teknologi berbasis AI atau artificial intellegence ini, sebelum akhirnya digunakan di Liga Champions.

Setelah dinyatakan lolos "fit and proper test", FIFA telah mengizinkannya dipakai dalam Piala Dunia 2022 di Qatar, sebelum UEFA mengumumkan penggunaan SAOT di semua laga fase grup Liga Champions.

Teknologi baru ini bertugas melengkapi tugas VAR, dengan berfokus pada situasi offside. Jika terjadi offside, ia akan mendeteksi dengan detail lebih baik dari VAR, lewat rekaman video.

Hasilnya, offside kini tak hanya dilihat dari bagian tubuh pemain, tapi sudah mengarah ke detail yang lebih mendalam, dengan ukuran jarak sentimeter bahkan milimeter.

Dengan demikian, keluhan soal kinerja VAR dalam mengamati kejadian offside bisa diminimalkan. Seperti diketahui, meski telah menghadirkan sudut pandang pengamatan lebih baik, VAR masih punya celah dalam hal detail, dan untuk itulah SAOT hadir.

Hebatnya, hanya dalam satu matchday, ada empat gol yang dianulir dalam tiga laga. Jika SAOT adalah seorang pemain, dia sudah mencetak "quatrick" langsung di laga debutnya.

Ketiga laga itu adalah Dinamo Zagreb vs Chelsea, FC Copenhagen vs Borussia Dortmund, dan Club Brugge vs Bayer Leverkusen.

Di Kroasia, Pierre-Emerick Aubameyang sebenarnya mampu menjebol gawang
Dinamo Zagreb di partai pembuka Grup E Liga Champions Eropa, Selasa (6/9). Tapi, gol peman asal Gabon ini dianulir, karena SAOT mendeteksinya berada dalam posisi offside, dengan jarak sangat tipis.

Andai gol ini tidak dianulir, Chelsea akan membawa pulang satu poin dan pelatih Thomas Tuchel mungkin tidak akan dicopot dari posisinya.

Di Jerman, teknologi tersebut kembali digunakan untuk menganulir gol bintang Copenhagen Rasmus Falk ke gawang Borussia Dortmund di laga pembuka Grup G Liga Champions.

Tapi, momen ini kurang mendapat sorotan,  karena Dortmund memang tampil superior, dengan menang 3-0 atas klub Denmark itu.

Momen paling apes dialami Bayer Leverkusen di Belgia, saat menghadapi Club Brugge. Dalam laga yang diwarnai penampilan ciamik Simon Mignolet di bawah mistar, gol tunggal Abakar Sylla memastikan rival bebuyutan Anderlecht menang 1-0.

Tapi, SAOT menjadi bintang lain di laga ini karena menganulir dua gol Patrik Schick karena offside. Sorotan lain juga muncul, saat SAOT mendapati bagian jari tangan Jonathan Tah terjebak offside. Sebuah detail yang luar biasa.

Tentu saja, SAOT membawa satu kemajuan lain di sepak bola, khususnya dalam hal detail. Hal ini juga sekaligus menunjukkan, kenapa sepak bola Eropa masih berada di depan.

Terbukti, saat benua lain masih belum sepenuhnya mampu menerapkan VAR, mereka sudah mengembangkan dan menggunakan SAOT. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin teknologi lain akan muncul, saat SAOT sudah bisa diimplementasikan di luar Eropa.

Di luar detail dan sisi futuristik yang dihadirkannya, SAOT menghadirkan satu sisi menarik, yakni penelitian dan pengembangan secara kontinyu dan konsisten.

Dari sisi waktu, ini tidak instan. Biayanya pun mahal. Tapi, ini terbukti bermanfaat karena mau ditekuni dengan komitmen tinggi untuk kemajuan olahraga,  khususnya sepak bola.

Menariknya, meski kehadiran SAOT membuat sisi perfeksionis sepak bola modern makin terasa, teknologi berbasis kecerdasan buatan ini juga membuat sisi relevan sepak bola semakin terasa, karena kemajuan teknologi ikut ambil bagian.

Seharusnya, ini juga bisa mulai diupayakan PSSI dan pihak terkait di sepak bola nasional. Kebetulan, Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 edisi 2023. Sebuah momentum yang seharusnya bisa dimanfaatkan.

Dengan semakin canggihnya teknologi perwasitan di sepak bola modern, akan aneh jika kemajuan teknologi yang ada tidak diikuti. Karena, ini adalah bagian dari sport science dalam olahraga, yang terus berkembang bersama hal-hal lain, seperti teknik, fisik dan nutrisi.

Selebihnya, tinggal seberapa serius komitmen yang ingin dijalankan. Kalau menaikkan harga tiket pertandingan dan hak siar saja bisa dilakukan dengan mudah, kenapa memajukan teknologi perwasitan di sepak bola nasional masih sulit sekali?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun