Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Artikel Utama

Di Balik Laju Kencang Manchester City

16 Januari 2022   15:33 Diperbarui: 16 Januari 2022   21:03 1194 12
Bicara soal Liga Inggris, sebagian pecinta sepak bola akan menyebutnya sebagai liga yang kompetitif, karena juara tiap musimnya bisa berbeda. Ini tidak seperti Bundesliga Jerman yang belakangan cenderung "Bayern Munich-sentris" atau Ligue 1 Prancis yang "PSG-sentris".

Benarkah demikian?

Sebenarnya tidak juga, terutama sejak musim 2017/2018. Tepatnya sejak Manchester City juara Liga Inggris bersama Pep Guardiola dan taktik jeniusnya.

Sejak saat itu City mampu menjadi kekuatan dominan di Inggris. Piala Liga direngkuh secara beruntun, dan Liga Inggris pun sukses diraih tanpa hambatan berarti.

Dalam empat tahun terakhir, hanya Liverpool yang mampu menyela dominasi klub milik Sheikh Mansour di Liga Inggris, kala menjadi juara di musim 2019/2020.

Hanya saja, caranya waktu itu terlalu luar biasa, karena Si Merah sukses meraih kemenangan beruntun, dan hanya membuang sedikit poin, sebelum akhirnya juara.

Di musim sebelumnya, Liverpool juga menjadi pesaing tunggal City hingga pertandingan terakhir. Selebihnya, Kevin De Bruyne dkk bagai melaju di jalan tol yang sepi.

Fenomena ini menjadi satu hal yang bisa saja terjadi lagi musim 2021/2022. Maklum, tim berkostum biru langit ini tampil sangat konsisten, dan relatif bebas hambatan.

Pada saat bersamaan, di sudut biru, Chelsea mulai limbung karena lini depan tampil melempem, infeksi virus Corona, plus saga Romelu Lukaku.

Situasi ini membuat tim asuhan Thomas Tuchel kehilangan banyak poin, dan kelemahan mereka sukses dimanfaatkan The Eastland, saat menjamu Chelski di Etihad Stadium Sabtu (15/1). Gol tunggal Kevin De Bruyne ke gawang Kepa Arrizabalaga sudah cukup untuk mengamankan poin penuh.

Di sudut merah, setelah sempat membuat start oke, Liverpool belakangan bermasalah dengan konsistensi performa, absensi bintang karena Piala Afrika, infeksi virus Corona, dan cedera.

Oke, orang bisa berargumen, City punya banyak uang, tapi bukankah Chelsea juga berani belanja banyak?

Benar, Chelsea menang klub kaya, tapi mereka sering apes saat berbelanja penyerang berlabel bintang. Sepanjang era kepemilikan Roman Abramovich, hanya Didier Drogba dan Diego Costa saja yang relatif sukses, meski mereka berdua dikenal punya temperamen meledak-ledak.

Selebihnya, melempem seperti kerupuk kena kuah bubur ayam. Ingat Fernando Torres dan Alvaro Morata, kan?

Orang mungkin juga bisa berargumen, City sebenarnya kehilangan Riyad Mahrez yang harus membela Timnas Aljazair di Piala Afrika.

Masalahnya, posisi Mahrez di lini serang masih bisa digantikan oleh Phil Foden, Raheem Sterling atau Kevin De Bruyne. Eks pemain Leicester City itu juga sering dirotasi Pep, sehingga tim tak terlalu bergantung padanya.

City bahkan berani melepas Ferran Torres ke Barcelona di bursa transfer Januari. Berarti, mereka sebenarnya tak kekurangan pemain bagus di posisi Mahrez.

Ini jelas berbeda dengan Liverpool, yang belakangan cukup mengandalkan Mohamed Salah, Sadio Mane, dan Naby Keita.

Ketiganya sama-sama menjadi pemain kunci tim, tapi harus absen karena tampil di Piala Afrika. Nama pertama bahkan menjadi pencetak gol andalan tim.

Tanpa ketiganya, ditambah performa tim yang belakangan inkonsisten karena diterpa beragam masalah, Liverpool terlihat keteteran di Liga Inggris. Meski tak dirundung krisis cedera di lini belakang seperti musim lalu, absensi trio Afrika jelas jadi kerugian besar.

Ditambah lagi, lini tengah The Kop sedang bermasalah. Harvey Elliott masih belum pulih dari cedera engkel parah, sementara Thiago Alcantara punya masalah cedera otot kambuhan plus sedang terinfeksi virus Corona.

Memang, Juergen Klopp belakangan mulai mengorbitkan Tyler Morton dan Kaide Gordon dari tim junior. Tapi, langkah ini lebih tepat disebut sebagai pilihan satu-satunya, selain transfer pemain baru.

Maklum, FSG selaku pemilik klub belakangan sedang dalam "mode pelit", karena baru saja menggelontorkan dana untuk membangun training center baru klub (menggantikan Melwood) plus ekspansi tribun Anfield Road End (yang akan membuat Stadion Anfield berkapasitas 61.000 penonton).

Total, FSG menggelontorkan dana sebesar 110 juta pounds untuk kedua proyek ini. Inilah satu alasan, mengapa Liverpool musim ini terlihat irit berbelanja pemain baru.

Itu baru Chelsea dan Liverpool, belum yang lain. Tottenham Hotspur dan Manchester United masih belum terbiasa dengan pelatih baru, sementara Arsenal masih belum cukup kuat untuk menjadi lawan sepadan.

Dengan demikian, wajar jika City musim ini berada dalam posisi sangat menguntungkan. Kalaupun ada masalah, itu tak seberat tim-tim lain di Inggris.

Kecuali setelah ini terjadi musibah sangat parah di kubu Etihad Stadium, pertanyaannya tinggal kapan mereka juara Liga, karena mereka melaju begitu kencang.

Mungkin, laju kencang mereka akan membuat Liga Inggris jadi terlihat membosankan, tapi mereka sekali lagi menunjukkan, kompetisi bukan hanya soal bagaimana memakai kekuatan internal untuk bisa bersaing, tapi juga bagaimana memanfaatkan situasi lawan untuk unggul dalam persaingan.

Cerdik sekali.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun